- Tidak ada perjanjian ekstradisi atau transfer tahanan yang aktif dan berlaku otomatis antara Indonesia dan Inggris, meskipun ada jejak dokumen historis dari tahun 1960
- Upaya memulangkan WNI terpidana seperti Reynhard Sinaga tidak bisa dilakukan secara langsung, melainkan harus melalui negosiasi diplomatik yang kompleks dan pembuatan kesepakatan khusus (ad-hoc)
- Kasus ini menyoroti betapa pentingnya bagi Indonesia dan Inggris untuk segera memiliki perjanjian ekstradisi formal guna menyederhanakan kerja sama hukum dan penanganan kasus serupa di masa depan
Suara.com - Nama Reynhard Sinaga, Warga Negara Indonesia (WNI) yang divonis penjara seumur hidup di Inggris, kembali menjadi sorotan. Namun, kali ini bukan karena kasusnya, melainkan karena statusnya yang membuka celah besar dalam kerja sama hukum antara Indonesia dan Inggris, ketiadaan perjanjian ekstradisi yang efektif.
Keinginan pemerintah Indonesia untuk memulangkan warganya agar menjalani sisa hukuman di tanah air ternyata tak semudah membalikkan telapak tangan. Proses ini terbentur tembok hukum yang tinggi, memaksa publik untuk memahami betapa krusialnya sebuah perjanjian ekstradisi antarnegara.
Jejak Perjanjian yang Hilang Ditelan Waktu
Secara historis, arsip pemerintah Inggris memang mencatat adanya dokumen bertajuk “Extradition Treaty between UK and Indonesia” pada tahun 1960. Namun, jejak sejarah ini tidak memiliki kekuatan hukum di era modern.
Faktanya, daftar resmi pemerintah Inggris mengenai perjanjian ekstradisi dan bantuan hukum timbal balik (mutual legal assistance) yang aktif saat ini tidak mencantumkan nama Indonesia.
Hal itu menjadi bukti kuat bahwa dalam praktiknya, tidak ada payung hukum yang jelas dan bisa langsung digunakan untuk memfasilitasi ekstradisi antara kedua negara.
Celah Hukum Indonesia: Bergantung pada 'Hubungan Baik'
Di sisi lain, hukum Indonesia sebenarnya memberikan sedikit ruang untuk fleksibilitas. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1979 tentang Ekstradisi menyatakan bahwa proses ini idealnya “dilakukan berdasarkan perjanjian”.
Namun, UU yang sama membuka opsi alternatif. Jika tidak ada perjanjian, ekstradisi dapat dilakukan “berdasarkan hubungan baik dan jika kepentingan Indonesia mengharuskannya”.
Baca Juga: Ini Isi Surat Ortu Reynhard Sinaga ke Prabowo, Minta Pulangkan Predator Seks Terkejam di Inggris
Secara teori, ini adalah jalan keluar. Namun dalam praktiknya, mekanisme ini jauh lebih rumit, lambat, dan sangat bergantung pada negosiasi diplomatik tingkat tinggi, jaminan hukum, serta kesepakatan ad-hoc yang belum tentu berhasil.
Opsi Transfer Tahanan yang Juga Buntu
Jika ekstradisi sulit, bagaimana dengan mekanisme transfer tahanan (prisoner transfer)? Opsi ini memungkinkan seorang narapidana menjalani sisa hukumannya di negara asalnya. Sayangnya, jalan ini pun tertutup.
Pemerintah Inggris secara tegas menyatakan bahwa “tidak ada prisoner transfer agreement antara UK dan Indonesia.” Artinya, untuk kasus spesifik seperti Reynhard Sinaga, pemindahannya memerlukan kesepakatan khusus yang harus dirancang dari nol, sebuah proses yang memakan waktu dan energi diplomatik yang sangat besar.
Kasus Reynhard Sinaga: Cermin Kebutuhan Mendesak
Kasus Reynhard menjadi studi kasus yang sempurna tentang dampak ketiadaan perjanjian ini. Upaya pemerintah Indonesia untuk memulangkannya kini sepenuhnya bergantung pada lobi diplomatik dan persetujuan kedua negara, tanpa ada jaminan keberhasilan.
Berita Terkait
-
Ini Isi Surat Ortu Reynhard Sinaga ke Prabowo, Minta Pulangkan Predator Seks Terkejam di Inggris
-
Kilas Balik Reynhard Sinaga: Predator Seks Terbesar Inggris, Terungkap Karena Satu Korban Melawan
-
Pemerintah Mau 'Bebaskan' Reynhard Sinaga, Predator Seksual Terkejam di Sejarah Inggris
-
Surat Orang Tua Reynhard Sinaga ke Prabowo: Asa Pulangkan 'Predator Setan' dari Penjara Inggris
-
Yusril: Pemulangan Terpidana Reynhard Sinaga Bukan Prioritas, Kasus Serupa di Saudi-Malaysia Lebih Prioritas
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 5 Mobil Bekas yang Perawatannya Mahal, Ada SUV dan MPV
- 5 Perbedaan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang Sering Dianggap Sama
- 5 Mobil SUV Bekas Terbaik di Bawah Rp 100 Juta, Keluarga Nyaman Pergi Jauh
- 13 Promo Makanan Spesial Hari Natal 2025, Banyak Diskon dan Paket Hemat
Pilihan
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga
Terkini
-
800 Polantas Bakal Dikerahkan Blokade Sudirman-Thamrin di Malam Tahun Baru 2026
-
Kapuspen TNI: Pembubaran Massa di Aceh Persuasif dan Sesuai Hukum
-
Jangan Terjebak, Ini Skema Rekayasa Lalin Total di Sudirman-Thamrin Saat Malam Tahun Baru 2026
-
Viral Dosen UIM Makassar, Ludahi Kasir Perempuan Gegara Tak Terima Ditegur Serobot Antrean
-
Jadi Wilayah Paling Terdampak, Bantuan Akhirnya Tembus Dusun Pantai Tinjau Aceh Tamiang
-
Elite PBNU Sepakat Damai, Gus Ipul: Di NU Biasa Awalnya Gegeran, Akhirnya Gergeran
-
Ragunan Penuh Ribuan Pengunjung, Kapolda: 151 Polisi Disiagakan, Copet Nihil
-
Tolak UMP 2026, Buruh Bakal Gugat ke PTUN dan Kepung Istana
-
Kecelakan Hari Ini: Motor Kebut Tabrak Viar Pedagang Tahu Bulat di Kalimalang, Satu Pemuda Tewas
-
Buruh Tolak Keras UMP Jakarta 2026: Masa Gaji Bank di Sudirman Kalah dari Pabrik Panci Karawang