News / Nasional
Rabu, 12 November 2025 | 16:27 WIB
Ilustrasi MBG (Instagram)
Baca 10 detik
  • Survei menunjukkan 35,9% anak pernah menerima makanan MBG yang basi, rusak, atau mentah, dengan kasus keracunan mencapai 12.820 hingga Oktober 2025.
  • Gangguan kesehatan yang dialami termasuk diare, penurunan nafsu makan, dan risiko infeksi bakteri kronis.
  • KPAI menekankan perlunya evaluasi menyeluruh dan mekanisme pengawasan yang melindungi keselamatan serta hak anak untuk melaporkan makanan tidak layak tanpa intimidasi.

Suara.com - Menu makanan basi pada program makan bergizi gratis (MBG) masih dialami oleh sejumlah anak di sekolah. Survei dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersama Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) dan Wahana Visi Indonesia (WVI) menemukan kalau 35,9 persen anak pernah menerima menu MBG yang tidak layak.

Chief of Research and Policy CISDI Olivia Herlinda menyebutkan kalau kasus keracunan MBG memang masih terjadi hingga pendataan terakhir pada akhir Oktober.

"Studi juga menemukan 583 responden (35,9%) pernah menerima makanan rusak, basi, atau mentah. Temuan tersebut berkaitan erat dengan maraknya kasus keracunan makanan MBG yang menurut pemantauan CISDI mencapai 12.820 kasus
hingga 30 Oktober 2025," kata Olivia dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (12/11/2025).

Dia menegaskan kalau kasus keracunan itu berisiko memengaruhi kesehatan anak. Dalam jangka pendek, anak mengeluhkan gangguan pencernaan, penurunan nafsu makan, hingga diare.

Kondisi tersebut tentu bertolak belakang dengan tujuan awal program MBG untuk memperbaiki status gizi anak-anak.

"Dalam derajat keparahan tertentu, infeksi bakteri berulang dapat memicu peradangan kronis, hingga kerusakan sel darah merah, yang pemulihannya tidak dapat diselesaikan dalam satu kali perawatan,” ungkap Olivia.

Meski demikian, studi CISDI juga menemukan sisi positif dari pelaksanaan MBG. Banyak anak merasa kegiatan ini menumbuhkan kebiasaan makan bersama, menghemat uang jajan, dan membantu keluarga yang kurang mampu.

“Temuan awal ini menunjukkan MBG diperlukan di wilayah dengan masyarakat dari kelompok sosial-ekonomi menengah ke bawah,” imbuhnya.

Menanggapi hasil survei tersebut, Ketua KPAI Margaret Aliyatul Maimunah menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh atas pelaksanaan program, terutama menyusul laporan intimidasi terhadap anak yang merekam atau melaporkan makanan tidak layak.

Baca Juga: Anak-anak Nilai Program Makan Bergizi Gratis Bikin Hemat Uang Jajan

“KPAI memandang temuan intimidasi terhadap anak yang melaporkan makan tidak layak sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap hak anak untuk menyampaikan pendapat tanpa rasa takut," tegasnya.

Dia meminta agar mekanisme pengawasan program MBG harusnya berpihak terhadap keselamatan dan martabat anak.

"Tidak boleh ada pembiaran atas kelalaian yang berpotensi menimbulkan kekerasaan baru,” ucapnya.

Load More