News / Nasional
Selasa, 18 November 2025 | 19:21 WIB
Komisi III DPR RI membuat gebrakan serius dengan rencana membentuk Panitia Kerja (Panja) Reformasi Penegakan Hukum. (Suara.com/Bagaskara)
Baca 10 detik
  • Komisi III DPR secara resmi membentuk Panja Reformasi Penegakan Hukum sebagai langkah konkret untuk mengawasi dan mempercepat perbaikan di tubuh Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung
  • Sorotan utama DPR mencakup tiga masalah krusial: maraknya kriminalisasi oleh oknum polisi, rendahnya pengembalian aset korupsi oleh Kejaksaan, dan dugaan keterlibatan hakim dalam praktik mafia peradilan
  • Sebagai tindak lanjut, Panja akan segera memanggil para pimpinan tertinggi dari tiga institusi tersebut, yaitu Kapolri, Jaksa Agung, dan Ketua Mahkamah Agung, untuk dimintai pertanggungjawaban dan komitmen reformasi

Suara.com - Komisi III DPR RI membuat gebrakan serius dengan rencana membentuk Panitia Kerja (Panja) Reformasi Penegakan Hukum, sebuah langkah yang dinilai mendesak untuk membongkar dan membenahi borok yang menggerogoti tiga pilar utama hukum di Indonesia: Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung.

Dalam rapat dengar pendapat di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025), Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi PKB, Rano Alfath, membeberkan serangkaian masalah kronis yang menjadi alasan utama pembentukan Panja ini.

Sorotan Tajam untuk Polri: Kriminalisasi Masih Merajalela

Rano Alfath secara terbuka menyoroti institusi Bhayangkara yang dinilai masih memiliki pekerjaan rumah besar terkait pembenahan internal. Laporan dugaan kriminalisasi dan kekerasan oleh aparat disebut masih menjadi momok menakutkan bagi masyarakat.

Mengutip data Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Rano mengungkap fakta yang mengkhawatirkan. "Masih sering terjadi, Pak Wakapolri, itu persoalan kriminalisasi dan tindakan kekerasan.

Dari data YLBHI dan LBH yang dirilis bertepatan HUT Bhayangkara 2025, disebut sepanjang 2019–2024 setidaknya terdapat 95 kasus kriminalisasi,” kata Rano.

Ironisnya, korban kriminalisasi justru seringkali datang dari kalangan masyarakat kecil seperti petani hingga jurnalis. Rano menegaskan, Komisi Percepatan Reformasi Polri yang dibentuk Presiden Prabowo Subianto harus menjadi momentum untuk perbaikan SDM secara total.

Kejaksaan Agung: Heboh di Depan, Melempem di Belakang

Tak hanya Polri, Kejaksaan Agung juga tak luput dari kritik pedas. Meskipun gencar dalam menindak kasus korupsi, Rano menyoroti lemahnya kinerja Kejagung dalam hal pengembalian aset hasil kejahatan.

Baca Juga: Dilaporkan ke MKD, Komisi III Bantah Catut Nama LSM dalam Pembahasan RKUHAP

"Hanya saja yang menjadi persoalan itu adalah pengembalian dari aset-aset pidana korupsi itu tidak maksimal, Pak. Jauh banget. Ini yang seringkali menjadi cenderung masyarakat itu melihat Kejaksaan kali ini itu heboh di depan, tapi di belakang akhirnya melempem," tegas Rano.

Lebih parah lagi, Komisi III mengaku banyak menerima laporan mengenai oknum jaksa "nakal" yang diduga menggelapkan barang bukti. Namun, penindakannya dianggap tidak tegas dan seringkali hanya berakhir dengan mutasi jabatan, bukan pemecatan atau proses pidana.

Mahkamah Agung: Dari Mafia Tanah Hingga Sulitnya Akses Keadilan

Lembaga peradilan pun menjadi sasaran kritik. Rano memaparkan data dari Komisi Yudisial (KY) yang mencatat 267 laporan masyarakat terhadap hakim hanya dalam periode Januari 2025.

Salah satu isu paling serius adalah dugaan bahwa pengadilan kerap dijadikan alat oleh para mafia, terutama mafia tanah, untuk merampas aset.

"Cenderung banyak persoalan yang di mana hakim ini atau pengadilan ini dijadikan alat oleh mafia-mafia untuk mengambil baik itu aset-aset tanah," ungkapnya.

Load More