News / Nasional
Selasa, 25 November 2025 | 20:21 WIB
Anak-anak sedang bermain di genangan air sekitar pesisir Semarang Utara (Suara.com/Chyntia Sami)
Baca 10 detik
  • Rob semakin parah akibat perubahan iklim, membuat lingkungan anak di pesisir Semarang kian tidak layak.
  • Tumbuh kembang anak usia dini terancam karena kesehatan dan aktivitas terganggu.
  • Stimulasi dini memegang peranan penting untuk menyelamatkan masa depan anak.

Lebih spesifik lagi, kasus stunting tertinggi di Kecamatan Semarang Utara tersebut berada di Kelurahan Tanjungmas sebanyak 99 kasus dan Bandarharjo sebanyak 73 kasus stunting pada Oktober 2025. Kedua wilayah ini merupakan wilayah pesisir yang bersinggungan langsung dengan laut sehingga paling terdampak perubahan iklim.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Mochammad Abdul Hakam mengatakan perubahan iklim yang terjadi memberikan dampak secara langsung terhadap Kota Semarang dalam dua hal, yakni kesehatan ibu dan anak serta peningkatan kasus demam berdarah.

Merujuk pada data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Kota Semarang menduduki posisi pertama sebagai wilayah dengan kasus demam berdarah tertinggi di Jawa Tengah, tercatat ada sebanyak 3.981 kasus per Januari hingga Juni 2025.

Kasus demam dengue dan DBD Kota Semarang (olah data suara.com/Dinkes Semarang)

Pihaknya telah melakukan pemetaan risiko wilayah sampai di tingkat RW untuk mendeteksi potensi risiko sejak dini dan menggerakkan lintas sektoral untuk mengintervensi secara cepat dan tepat. Program ini dinamakan LINCAH (Kolaborasi Lintas Sektoral Berbasis Peta Risiko Wilayah untuk Ketahanan Kesehatan Kota Semarang).

Melalui program tersebut, semua pihak, termasuk masyarakat, ikut dilibatkan untuk meminimalisir risiko masalah kesehatan yang terjadi. Monitoring dan evaluasi di tingkat wilayah dilakukan setiap bulan untuk memastikan intervensi yang dilakukan sudah tepat sasaran.

"Kita menyisir kelompok rentan terutama ibu hamil dan balita. Intervensinya bareng-bareng dengan seluruh komponen yang ada di wilayah tersebut termasuk masyarakat ikut serta," kata Hakam saat dihubungi Suara.com, Jumat (31/10/2025).

Sebagai salah satu contoh saat banjir rob datang, program LINCAH dijalankan dengan memetakan wilayah mana saja yang terdampak rob. Kemudian aparat tingkat desa/kelurahan dan kecamatan akan menyisir wilayah yang aman untuk dijadikan tempat evakuasi dan kegiatan-kegiatan rutin seperti penimbangan balita atau Posyandu agar tidak terganggu.

Kesadaran Orang Tua untuk Stimulasi Dini Menjadi Kunci

Selain menjalankan program berbasis peta risiko wilayah, pemerintah juga fokus membangun kesadaran orang tua terkait pola asuh keluarga. Pemerintah Kota Semarang menjalin kemitraan dengan filantropi Tanoto Foundation membangun Rumah Anak SIGAP atau Siapkan Generasi Anak Berprestasi, yakni pusat pelayanan pengasuhan dan pembelajaran untuk anak usia dini 0-3 tahun.

Rumah Anak SIGAP memiliki program kelas orang tua, yakni kelas sosialisasi dan pelatihan untuk para orang tua dari anak usia dini 0-3 tahun. Melalui kelas ini, Pemerintah Kota Semarang dan Tanoto Foundation membangun kesadaran orang tua untuk memaksimalkan tumbuh kembang anak mereka sehingga mampu meminimalisir dampak dari perubahan iklim yang terjadi.

“Dari 3 tahun yang sudah kita lakukan, hasilnya benar-benar signifikan. Nah ini bisa jadi contoh baik untuk daerah lain,” kata Hakam.

Head of Early Childhood Education and Development Tanoto Foundation, Michael Santoso mengatakan, kelas orang tua membantu para orang tua menyadari kebutuhan dasar setiap anak, yakni mendapatkan nutrisi yang baik, hidup sehat, bermain, belajar, dan berkembang. Semua hal tersebut sangat dibutuhkan untuk perkembangan otak anak usia dini sehingga mereka lebih siap di masa depan.

"Harapannya anak dapat berkembang secara penuh pada saat awal kehidupan, saat belajar ke depannya dia akan lebih maksimal, saat diajari hal kompleks seperti perubahan iklim akan lebih siap," ujar Michael dalam wawancara daring.

Rumah Anak SIGAP Tanoto Foundation di Bandarharjo, Semarang (Suara.com/Chyntia Sami)

Saat ini, sebanyak 29 Rumah Anak SIGAP yang telah beroperasi, menjangkau 134.388 orang tua dan 75.238 anak usia dini di seluruh Indonesia. Sementara, di Rumah Anak SIGAP Bandarharjo tercatat ada 48 anak yang bergabung dalam Rumah Anak SIGAP. Mereka terbagi dalam empat kelompok umur, yakni kelompok 0–6 bulan, 6–12 bulan, 12–24 bulan, dan 24–36 bulan.

Setiap kelompok mendapatkan sesi stimulasi yang dilakukan setiap hari Senin sampai Jumat. Para fasilitator akan mengamati dengan teliti terkait respons anak, tinggi dan berat badan, kemampuan sensorik dan motoriknya. Jika setelah tiga kali intervensi tidak terlihat perubahan, maka anak akan dirujuk ke Puskesmas untuk pemeriksaan lebih lanjut.

"Di sini pencegahan, semua anak disaring. Nanti Puskesmas akan merujuk ke Rumah Pelita (Penanganan Stunting Lintas Sektor bagi Baduta)" kata Koordinator Rumah Anak SIGAP, Itis Arliani.

Load More