News / Metropolitan
Jum'at, 28 November 2025 | 19:50 WIB
Ilustrasi warga Muara Angke membeli air bersih. [Suara.com/Aldie]
Baca 10 detik
  • Warga Muara Angke habiskan jutaan rupiah per bulan hanya untuk membeli air bersih.
  • Pemprov larang sedot air tanah, tawarkan solusi Kios Air dan pipa PAM Jaya.
  • Solusi PAM Jaya diragukan bisa hentikan eksploitasi air tanah oleh industri besar.

"Warga Muara Angke berhak mendapatkan akses air minum perpipaan yang layak, stabil, dan terjangkau," ujar Arief pada November lalu.

Namun, 2026 masih terasa jauh. Lantas, bagaimana warga bertahan hingga saat itu? PAM Jaya mengambil tanggung jawab dengan menyediakan solusi sementara berupa 7 unit Kios Air. Toren-toren besar ini setiap hari diisi ulang oleh truk tangki, menawarkan harga yang jauh lebih bersahabat.

Jika dari pedagang keliling satu jeriken air bisa mencapai Rp 5.000, di Kios Air warga hanya perlu membayar Rp 400 untuk volume yang sama.

"Bedanya lumayan, bisa dapat berapa pikul (jeriken) itu," kata Roy penuh syukur.

Meski begitu, Kios Air yang jumlahnya terbatas—hanya 7 dari 63 yang diusulkan—belum sepenuhnya menggantikan peran pedagang keliling, terutama bagi para pemilik warung makan yang membutuhkan pasokan air dalam jumlah besar.

Fasilitas toren air dari PAM Jaya untuk pasokan air bersih di lingkungan Muara Angke. [Suara.com/Adiyoga]

Solusi yang Masih Menyisakan Tanda Tanya

Kebijakan Pemprov untuk fokus pada penyediaan air bersih bagi warga adalah langkah yang patut diapresiasi. Namun, pengamat tata kota, Yayat Supriatna, menyoroti celah besar dalam solusi ini.

Krisis penurunan muka tanah di pesisir Jakarta, menurut data Dinas Sumber Daya Air, juga disebabkan oleh aktivitas industri yang menyedot air tanah dalam volume masif.

Yayat sangsi bahwa kehadiran PAM Jaya yang berfokus pada pemukiman warga dapat secara efektif menghentikan praktik eksploitasi air tanah oleh sektor komersial.

Baca Juga: Tragis! Ayah di Jakut Setubuhi Putri Kandung hingga Hamil, Terungkap Setelah Korban Berani Melapor

"Ini yang besar-besar seperti mal atau industri gimana? Yang butuh air dengan debit lebih besar gimana?" tanya Yayat saat dihubungi Suara.com.

Pertanyaan ini menjadi kunci dari efektivitas kebijakan jangka panjang. Mampukah PAM Jaya, setelah jaringan pipanya terpasang, memenuhi kebutuhan air seluruh elemen di Muara Angke, dari rumah tangga hingga industri raksasa?

Yayat menegaskan, jika PAM Jaya tidak siap dengan perhitungan kapasitas yang akurat, larangan penyedotan air tanah akan menjadi macan ompong.

"Kalau belum siap, ya orang akan tetap ambil air tanah," tuturnya.

Pada akhirnya, nasib Muara Angke—apakah akan selamat dari krisis air dan ancaman tenggelam—bergantung pada kesiapan dan ketuntasan solusi yang ditawarkan.

Load More