- Banjir bandang dan longsor di Sumatra akhir November 2025 menewaskan ratusan jiwa akibat curah hujan ekstrem dan Siklon Tropis Senyar.
- Kerusakan alam seperti deforestasi, sedimentasi sungai, dan tata ruang terabaikan di hulu memperparah dampak bencana.
- Pemerintah fokus pada penanganan darurat korban dan pemulihan infrastruktur, sementara WALHI menuntut restorasi ekologis mendasar.
Suara.com - "Tidak pernah ada cerita pohon di hutan melakukan bunuh diri massal." Kalimat tajam dilontarkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di akun Facebook-nya menjadi tamparan keras di tengah duka yang menyelimuti Sumatra.
Saat lumpur dan gelondongan kayu menumpuk di permukiman warga dari Aceh hingga Sumatra Barat, pertanyaan mendasar kembali mengemuka. Apakah ini murni amarah alam, atau warisan dari ulah manusia yang abai?
Banjir bandang dan longsor yang menerjang sejumlah provinsi di Sumatra pada penghujung November 2025 meninggalkan luka mendalam. Ratusan nyawa melayang, ribuan orang kehilangan tempat tinggal, dan infrastruktur luluh lantak.
Di permukaan, pemicunya jelas, air dari langit seolah tumpah tanpa henti. Namun, mengkambinghitamkan cuaca ekstrem semata berarti menutup mata pada borok yang lebih dalam di daratan.
Pemicu di Langit: Saat Hujan Tak Lagi Jadi Berkah
Tak bisa dimungkiri, cuaca ekstrem adalah pemicu awal dari rentetan bencana ini. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat curah hujan yang turun masuk dalam kategori ekstrem, dengan beberapa wilayah mencatat intensitas lebih dari 150 hingga 300 milimeter per hari.
Di Lubuk Minturun, Kota Padang, curah hujan bahkan memecahkan rekor tertinggi dalam 30 tahun terakhir, mencapai 261 mm dalam sehari.
Dalam keterangannya yang dikutip, Senin (1/12/2025), pakar meteorologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. Muhammad Rais Abdillah, menjelaskan bahwa wilayah Sumatera memang tengah berada di puncak musim hujan.
Kondisi itu diperparah oleh munculnya pusaran atau sirkulasi siklonik yang kemudian berkembang menjadi Siklon Tropis Senyar di sekitar Selat Malaka, yang mendorong pembentukan awan hujan masif.
Baca Juga: Misteri Kayu Gelondongan Hanyut saat Banjir Sumatera, Mendagri Tito Siapkan Investigasi
"Namun, cuaca ekstrem hanyalah pemicu awal. Dampak merusak banjir bandang tersebut sesungguhnya diperparah oleh rapuhnya benteng alam di kawasan hulu," ujar Hatma Suryatmojo, Peneliti Hidrologi Hutan dari UGM dalam keterangannya sebagaimana dibagikan UGM pada Senin hari ini.
Akar Masalah di Darat: "Dosa Ekologis" yang Menumpuk
Di sinilah benang kusut itu mulai terurai. Air hujan yang seharusnya menjadi berkah berubah menjadi bencana ketika jatuh di atas bentang alam yang sudah terluka parah.
1. Hutan yang Terus Menyusut
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa tutupan hutan di Sumatra terus menyusut dari tahun ke tahun. Alih fungsi lahan besar-besaran menjadi perkebunan sawit, hutan tanaman industri (HTI), dan area pertambangan telah menghilangkan "spons raksasa" alami.
"Ketika kawasan penahan air alami hilang, wilayah tersebut kehilangan kemampuan menahan limpasan. Akibatnya, hujan yang turun langsung mengalir cepat ke sungai dan memicu banjir," kata Dr. Heri Andreas, pakar geospasial ITB sebagaimana dikutip dari laman ITB.
Berita Terkait
-
Misteri Kayu Gelondongan Hanyut saat Banjir Sumatera, Mendagri Tito Siapkan Investigasi
-
Ketua MPR: Bencana Sumatera Harus Jadi Pelajaran bagi Pemangku Kebijakan Soal Lingkungan
-
Ngerinya 'Tabrakan' Siklon Senyar dan Koto, Hujan Satu Bulan Tumpah Sehari di Aceh
-
Tes Kejelian Mata: Temukan 3 Perbedaan di Foto Batang Pohon Hasil Penebangan Hutan Ini
-
DPR Desak Status Bencana Nasional: Pemerintah Daerah Lumpuh, Sumatera Butuh Penanganan Total
Terpopuler
- 8 Sepatu Skechers Diskon hingga 50% di Sports Station, Mulai Rp300 Ribuan!
- Cek Fakta: Jokowi Resmikan Bandara IMIP Morowali?
- Ramalan Shio Besok 29 November 2025, Siapa yang Paling Hoki di Akhir Pekan?
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70 Persen di Foot Locker
- 3 Rekomendasi Sepatu Lari Hoka Terbaik Diskon 70 Persen di Foot Locker
Pilihan
-
OJK Selidiki Dugaan Mirae Asset Sekuritas Lenyapkan Dana Nasabah Rp71 Miliar
-
Pasaman: Dari Kota Suci ke Zona Rawan Bencana, Apa Kita Sudah Diperingatkan Sejak Lama?
-
Jejak Sunyi Menjaga Tradisi: Napas Panjang Para Perajin Blangkon di Godean Sleman
-
Sambut Ide Pramono, LRT Jakarta Bahas Wacana Penyambungan Rel ke PIK
-
Penjarahan Beras di Gudang Bulog Sumut, Ini Alasan Mengejutkan dari Pengamat
Terkini
-
Darurat Hukum Narkoba! Pemerintah 'Hidupkan' Lagi Pasal Lama, Ini Alasan di Baliknya
-
Tiga Bupati Aceh Kompak Angkat Tangan! Minta Bantuan Provinsi karena Bencana Sudah 'Di Luar Kendali'
-
Misteri Kayu Gelondongan Hanyut saat Banjir Sumatera, Mendagri Tito Siapkan Investigasi
-
Ketua MPR: Bencana Sumatera Harus Jadi Pelajaran bagi Pemangku Kebijakan Soal Lingkungan
-
Ngerinya 'Tabrakan' Siklon Senyar dan Koto, Hujan Satu Bulan Tumpah Sehari di Aceh
-
IDAI Ingatkan: Dalam Situasi Bencana, Kesehatan Fisik hingga Mental Anak Harus Jadi Prioritas
-
Perempuan yang Dorong Petugas hingga Nyaris Tersambar KRL Ternyata ODGJ
-
Saat Pesisir Tergerus, Bagaimana Karbon Biru Bisa Jadi Sumber Pemulihan dan Penghidupan Warga?
-
DPR Desak Status Bencana Nasional: Pemerintah Daerah Lumpuh, Sumatera Butuh Penanganan Total
-
442 Orang Tewas, Pemerintah Masih Enggan Naikkan Status Sumatra Jadi Bencana Nasional