News / Nasional
Senin, 01 Desember 2025 | 15:40 WIB
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej saat Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Penyesuaian Pidana di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/12/2025). (bidik layar video)
Baca 10 detik
  • Pemerintah mengusulkan memasukkan kembali pasal pidana narkotika ke RUU Penyesuaian Pidana sebagai langkah darurat.
  • Langkah ini diambil sebab KUHP baru telah menghapus pasal narkotika sementara revisi UU Narkotika belum rampung.
  • Wamenkumham menyatakan ini solusi sementara untuk menghindari kekosongan hukum sebelum UU Narkotika baru terwujud.

Suara.com - Pemerintah mengambil langkah strategis yang mengejutkan dengan mengusulkan agar pasal-pasal terkait tindak pidana narkotika "dihidupkan" kembali dan dimasukkan ke dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyesuaian Pidana.

Kebijakan ini disebut sebagai langkah antisipatif krusial untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum atau vacuum of power yang berbahaya.

Kondisi darurat hukum ini berpotensi terjadi setelah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru resmi berlaku.

Pasalnya, dalam KUHP baru tersebut, pasal-pasal pidana narkotika telah dihapus dengan asumsi akan diatur secara komprehensif dalam revisi Undang-Undang Narkotika. Namun, hingga kini revisi tersebut tak kunjung rampung dibahas.

Situasi genting ini diungkapkan langsung oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej, yang akrab disapa Eddy, dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Penyesuaian Pidana di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin (1/12/2025).

Menurut Eddy, karena proses penyusunan revisi UU Narkotika masih bergulir di internal pemerintah, satu-satunya jalan untuk memastikan penegakan hukum terhadap kejahatan narkotika tetap berjalan adalah dengan mengembalikan sementara pasal-pasal lama melalui RUU Penyesuaian Pidana.

"Ini sebetulnya kan ibarat pintu darurat. Supaya tidak ada kekosongan hukum terkait pasal-pasal yang dicabut (di KUHP). Penyempurnaannya nanti pada Undang-Undang Narkotika," ujar Eddy Hiariej dalam rapat pembahasan tersebut.

Ia menekankan bahwa pengembalian pasal-pasal ini hanyalah solusi sementara. Pemerintah berkomitmen untuk segera merampungkan UU Narkotika yang baru dan lebih komprehensif untuk menggantikannya di masa depan.

"Ini sementara kita menyusun, karena di internal pemerintah nanti kalau sudah selesai ini baru kita serahkan," tegasnya.

Baca Juga: Pemerintah Usul Hapus Pidana Minimum Kasus Narkotika, Lapas Bisa 'Tumpah' Lagi?

Langkah "pintu darurat" yang diusulkan pemerintah ini sontak menimbulkan pertanyaan dari parlemen.

Anggota Panja RUU Penyesuaian Pidana dari Komisi III DPR RI, Rikwanto, menyuarakan kekhawatirannya terkait sinkronisasi dan estimasi waktu penyelesaian UU Narkotika yang baru.

Ia khawatir masa transisi ini akan berlangsung terlalu lama dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Kita enggak tahu berapa lama itu maksudnya ya, kekosongan itu ya. Kalau bisa dekat-dekat enggak apa-apa. Kalau agak panjang itu (menjadi masalah)," tanya Rikwanto, menyoroti potensi masalah jika solusi sementara ini berlarut-larut.

Menjawab kekhawatiran tersebut, Eddy Hiariej memberikan kepastian bahwa pemerintah serius dalam menuntaskan revisi UU Narkotika.

Ia memastikan bahwa RUU tersebut telah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) luncuran untuk tahun 2026.

Load More