- Banjir Sumatra tewaskan ratusan jiwa, pemerintah daerah kewalahan menangani dampak bencana.
- Publik desak status bencana nasional, namun pemerintah pusat enggan menetapkannya.
- Keterbatasan anggaran akhir tahun diduga menjadi alasan utama keengganan pemerintah.
Suara.com - Angka 604 jiwa bukan sekadar statistik. Di balik data per Senin, 1 Desember 2025 itu, tersimpan duka mendalam dari bencana banjir dan tanah longsor yang memorak-porandakan Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Dengan 464 jiwa lainnya yang masih hilang ditelan amuk alam, gambaran dahsyatnya bencana hidrometeorologi ini semakin nyata.
Desakan agar pemerintah menetapkan status bencana nasional pun menggema dari berbagai penjuru. Para ahli, aktivis lingkungan, hingga wakil rakyat di Senayan menyuarakan harapan yang sama: Presiden Prabowo Subianto harus segera bertindak.
Namun, bahkan setelah sang kepala negara turun gunung meninjau langsung lokasi bencana, sinyal untuk memenuhi harapan publik itu tak kunjung terlihat. Lantas, mengapa pemerintah pusat tampak ragu menetapkan status bencana nasional? Apa yang sebenarnya menjadi penghalang?
Ketika Daerah 'Mengangkat Bendera Putih'
Hujan deras yang mengguyur tanpa henti selama sepekan memaksa tiga kabupaten di Aceh—Aceh Selatan, Aceh Tengah, dan Pidie Jaya—secara resmi "mengangkat bendera putih". Para bupati mengirimkan surat permohonan bantuan, sebuah pengakuan administratif bahwa mereka tak lagi sanggup menangani bencana sendirian.
“Banjir dan longsor kali ini menimbulkan kerusakan masif. Tidak semua dapat ditangani secara optimal oleh kabupaten karena keterbatasan peralatan dan kapasitas,” jelas Plt Sekda Aceh Selatan, Diva Samudera Putra.
Di Aceh saja, data BNPB mencatat 156 jiwa meninggal dunia, 181 hilang, dan hampir setengah juta orang terpaksa mengungsi. Ketidakmampuan daerah ini menjadi bahan bakar yang menyulut lebih kencang desakan agar status bencana nasional segera ditetapkan.
Greenpeace Indonesia menjadi salah satu yang bersuara lantang.
"Kita terus dorong supaya ini diberikan (status) bencana nasional karena dampaknya luas gitu. Ya (status) bencana nasional ini mendorong pemerintah untuk segera melakukan tindakan yang cepat," ujar Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace, Arie Rompas.
Baca Juga: Bareskrim Buru 'Hantu' di Balik Tumpukan Kayu Gelondongan Banjir Dahsyat Sumatra
Seruan serupa datang dari koalisi LBH dan YLBHI Regional Barat. Melalui akun media sosial mereka, lembaga bantuan hukum ini mendesak Presiden Prabowo untuk segera bertindak, menyoroti ratusan korban jiwa, kerusakan infrastruktur masif, dan banyak daerah yang terisolir. "Kemampuan pemerintah daerah terbatas, pemerintah pusat harus hadir," tulis mereka.
Aturan Main di Balik Status Bencana
Menurut pedoman BNPB, status keadaan darurat bencana nasional dapat ditetapkan jika pemerintah provinsi terdampak tidak lagi mampu memobilisasi sumber daya, mengaktivasi sistem komando, dan melaksanakan penanganan darurat awal.
Prosesnya jelas: gubernur harus mengeluarkan pernyataan resmi mengenai ketidakmampuan daerahnya, yang kemudian dikuatkan oleh hasil kajian cepat dari BNPB dan kementerian terkait. Jika terbukti, tanggung jawab penanganan beralih ke pemerintah pusat, dan presiden dapat menetapkan status bencana nasional. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 pun mengatur indikatornya, mulai dari jumlah korban, kerugian materi, hingga dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.
Namun, respons dari pemerintah pusat terdengar berbeda. Seusai meninjau korban di Tapanuli Tengah, Senin (1/12), Presiden Prabowo merasa situasi sudah membaik dan status darurat bencana daerah sudah cukup.
"Ya kita monitor terus. Saya kira situasi membaik ya. Saya kira kondisi yang sekarang ini sudah cukup ya," kata Prabowo.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Resmi Dibuka, Pusat Belanja Baru Ini Hadirkan Promo Menarik untuk Pengunjung
- Kenapa Motor Yamaha RX-King Banyak Dicari? Motor yang Dinaiki Gary Iskak saat Kecelakaan
- 7 Rekomendasi Motor Paling Tangguh Terjang Banjir, Andalan saat Musim Hujan
- 5 Shio Paling Beruntung di 1 Desember 2025, Awal Bulan Hoki Maksimal
- Ke Mana Saja Rp26 Triliun Dana Transfer Pusat Mengalir di Sulawesi Selatan?
Pilihan
-
6 Mobil Turbo Bekas untuk Performa Buas di Bawah Rp 250 Juta, Cocok untuk Pecinta Kecepatan
-
OPEC Tahan Produksi, Harga Minyak Dunia Tetap Kokoh di Pasar Asia
-
Menteri UMKM Sebut Produk Tak Bermerek Lebih Berbahaya dari Thrifting: Tak Terlihat tapi Mendominasi
-
Telkom Siapkan Anak Usaha Terbarunya infraNexia, Targetkan Selesai pada 2026
-
Ironi di Kandang Sendiri: UMKM Wajib Sertifikasi Lengkap, Barang China Masuk Bebas?
Terkini
-
Komisi III DPR: Reformasi Polri Harus Kultural, Bukan Struktural
-
Said Didu Bongkar Sejarah IMIP: Dari Deal SBYXi Jinping hingga Dugaan Siasat Izin
-
Tok! Komisi III DPR-Pemerintah Sepakat Bawa RUU Penyesuaian Pidana ke Paripurna
-
Gudang Narkoba dan Senpi di Apartemen Mewah Tangerang Terbongkar, 'Koleksi' Pelaku Bikin Ngeri
-
Usai Diperiksa KPK, Ridwan Kamil Akui Ada Aliran Uang ke Lisa Mariana: Konteksnya Pemerasan
-
Awardee LPDP PK 2025 Gelar Berani Bermimpi untuk Dorong Akses Pendidikan bagi Anak Muda
-
Kemenhut Klarifikasi Pernyataan Bupati Tapsel: Tidak Satupun Izin Penebangan Kayu Sejak Juli 2025
-
Bareskrim Buru 'Hantu' di Balik Tumpukan Kayu Gelondongan Banjir Dahsyat Sumatra
-
Wamendagri Bima Tinjau Posko Bencana di Kota Solok: Tekankan Koordinasi dan Gerak Cepat Pemerintah
-
KP2MI Perkuat Sinergi dengan Lembaga Pusat dan Daerah untuk Tingkatkan Perlindungan Pekerja Migran