News / Nasional
Sabtu, 06 Desember 2025 | 16:58 WIB
Aksi solidaritas untuk korban bencana banjir bandang Sumatera di kawasan Anjungan Sarinah, Jakarta Pusat, Sabtu (6/12/2025). [Suara.com/Adiyoga Priyambodo]
Baca 10 detik
  • Sejumlah orang menggelar panggung musikal untuk korban banjir Sumatera.
  • Aksi solidaritas tersebut menggema di kawasan Anjungan Sarinah, Jakarta Pusat.
  • Di sela pertunjukan, peserta membacakan pernyataan sikap yang menohok pemerintah.

Suara.com - Aksi solidaritas untuk korban bencana banjir bandang Sumatera menggema di kawasan Anjungan Sarinah, Jakarta Pusat, pada Sabtu (6/12/2025).

Kelompok Paduan Suara Gitaku (Padus Gitaku) menggelar panggung musikal jalanan untuk merespons tragedi kemanusiaan tersebut.

Lagu 'Ada Yang Hilang' dan 'Do You Hear The People Sing' dibawakan dengan penuh penghayatan di tengah hiruk-pikuk pusat ibu kota.

Di sela pertunjukan, salah satu anggota Paduan Suara Gitaku, Lia, membacakan pernyataan sikap yang menohok pemerintah terkait bencana ini.

"Dalam waktu kurang dari sebulan, kita menyaksikan dan mengalami dua bencana akibat kebijakan impunitas oleh negara," ujarnya.

Lia menyoroti dua peristiwa besar yang dianggap sebagai bencana bagi bangsa, yakni penetapan gelar pahlawan yang kontroversial dan kerusakan alam yang masif.

"Bencana pertama merusak sejarah dan memori kolektif bangsa saat Soeharto ditetapkan menjadi pahlawan nasional. Bencana kedua menghantam ruang hidup rakyat Sumatra. Air bah, longsor, lumpur, dan kayu-kayu gelondongan menghancurkan kehidupan," lanjutnya.

Tragedi di Sumatera ini disebut telah merenggut lebih dari 800 nyawa, dan menghilangkan tempat tinggal ribuan warga dalam sekejap.

"Ribuan orang kehilangan kampung halaman akibat desa-desa mereka berubah menjadi aliran sungai. Lebih dari 800 jiwa meninggal, dan ratusan orang belum ditemukan hingga sekarang. Kami berduka untuk semua kehilangan itu," ucap Lia.

Padus Gitaku dengan tegas menolak dalih pejabat negara yang menyebut bencana ini sekadar ujian Tuhan atau semata-mata faktor cuaca ekstrem.

"Kami menolak narasi negara bahwa bencana terjadi karena hujan ekstrem, badai tropis, atau hidrometeorologi. Tingginya curah hujan, badai tropis dan pelbagai peristiwa di atmosfer disebabkan juga oleh keputusan politik," tegasnya.

Mengutip seruan ikonik aktivis lingkungan Greta Thunberg, mereka mengecam sikap pemerintah yang dianggap terus berdalih menutupi fakta lapangan.

"Seperti Greta Thunberg, enam tahun lalu, kami pun katakan hari ini, 'How dare you!'. Berani-beraninya anda berdalih. Jangan tutupi fakta, jangan kaburkan kebenaran. Yang terjadi di Sumatra adalah pembunuhan ekologis," seru Lia.

Kayu-kayu gelondongan yang hanyut bersama lumpur dinilai sebagai bukti nyata bahwa Sumatera sudah lama hanya dijadikan lumbung eksploitasi sumber daya.

Atas dasar itu, Padus Gitaku menyerukan sejumlah tuntutan, termasuk penghentian impunitas korporasi dan penetapan status bencana nasional.

Load More