News / Nasional
Kamis, 11 Desember 2025 | 15:43 WIB
Ilustrasi sebuah mobil tertabrak KRL di wilayah Jakarta Utara. [Suara.com/Iqbal]
Baca 10 detik
  • Ratusan kecelakaan kereta api terjadi di wilayah Daop 1 Jakarta setiap tahun.
  • Kelalaian pengemudi dan ratusan perlintasan liar menjadi penyebab utama kecelakaan.
  • Pembangunan underpass dianggap sebagai solusi ideal untuk menekan angka kecelakaan.

Suara.com - Suara klakson lokomotif yang memekakkan telinga terdengar berulang kali, tapi tak cukup untuk mencegah petaka. Sebuah mobil Avanza bernomor polisi B 2129 UFG tetap nekat melaju di perlintasan sebidang tanpa penjagaan di kawasan Jakarta Utara, Rabu, 10 Desember 2025. Seketika, benturan keras tak terhindarkan saat KA 2252 rute Jakarta Kota-Tanjung Priok menghantamnya.

BERUNTUNG, sang pengemudi, NK (59), selamat dari maut. Namun, insiden ini kembali membuka luka lama dan menambah daftar panjang tragedi di rel kereta api Jakarta. Pengamat tata kota, Yayat Supriatna, menyebut ada dua masalah utama di balik rentetan kisah ini.

Sebuah Peringatan Keras

Peristiwa yang menimpa NK bukanlah anomali. Ia hanyalah satu dari 237 gangguan operasional kereta api akibat kecelakaan di wilayah Daerah Operasi 1 Jakarta sepanjang tahun 2025. Data ini merinci adanya 55 kejadian yang melibatkan kendaraan dan 177 kejadian orang tertemper kereta. Angka yang sangat mengkhawatirkan.

Infografis insiden kereta api di wilayah DAOP 1 Jakarta. [Suara.com/Iqbal]

Dari kacamata PT Kereta Api Indonesia (Persero), biang kerok dari mayoritas insiden ini adalah kelalaian pengguna jalan. Manager Humas Daop 1 Jakarta, Franoto Wibowo, menegaskan bahwa masinis dalam insiden terbaru pun sudah membunyikan klakson berulang kali sebagai peringatan.

"Bukan karena kurangnya fasilitas, tetapi karena pengendara mengambil keputusan berisiko," tegas Franoto dalam keterangan tertulisnya.

Jebakan Maut Bernama Perlintasan Liar

Namun, menyalahkan pengguna jalan sepenuhnya terasa tak adil jika melihat fakta di lapangan. Wilayah KAI Daop 1 Jakarta masih dipenuhi ratusan "jebakan maut" berupa perlintasan sebidang tanpa palang pintu atau penjagaan.

Dari data terakhir, masih ada 140 titik perlintasan liar yang tersebar di Jabodetabek, sementara 287 lainnya sudah dijaga. Mantan Manager Humas Daop 1, Ixfan Hendriwintoko, pada Oktober lalu juga mengakui bahwa perlintasan tanpa penjagaan ini memiliki risiko kecelakaan yang sangat tinggi.

Baca Juga: Buntut Mobil MBG Tabrak Siswa SD, Komisi X DPR: Pemerintah Harus Bertanggung Jawab

Sebagai langkah preventif, KAI Daop 1 telah menutup 40 titik perlintasan rawan sepanjang tahun ini. Upaya sosialisasi ke sekolah-sekolah dan penguatan koordinasi dengan pemerintah daerah pun terus digalakkan. Namun, langkah ini seolah tak cukup membendung laju kecelakaan.

Kondisi mobil yang menabrak KRL di Jakarta Utara, Rabu (10/12/2025). (Istimewa)

Padahal, aturan hukumnya sudah sangat jelas. UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mewajibkan setiap pengendara untuk berhenti saat sinyal peringatan berbunyi.

“Keselamatan perjalanan KA dan pengguna jalan sangat bergantung pada kepatuhan kita bersama,” tegas Franoto.

Underpass, Solusi Ideal yang Tertunda?

Di sinilah pekerjaan rumah terbesar bagi Pemerintah Jakarta. Di satu sisi, mereka harus menekan angka kecelakaan, di sisi lain, mobilitas warga tak boleh terganggu. Pengamat tata kota, Yayat Supriatna, mengamini bahwa akar masalahnya ada dua: perlintasan tak terjaga dan ketidaksabaran pengendara.

"Memang ketika terjadi kecelakaan, ya karena palangnya tidak dijaga, atau banyak yang nggak sabar nunggu kereta," ujarnya kepada Suara.com, Kamis (11/12/2025).

Load More