News / Metropolitan
Kamis, 11 Desember 2025 | 18:40 WIB
Jakarta Larang Konsumsi Anjing dan Kucing. (Suara.com)
Baca 10 detik
  • Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan Pergub No. 36 Tahun 2025 yang melarang perdagangan dan konsumsi daging hewan penular rabies.
  • Larangan ini didasari pertimbangan kesehatan masyarakat untuk mencegah penyebaran zoonosis pada lingkungan Jakarta yang padat.
  • Regulasi tambahan diperlukan, termasuk peningkatan vaksinasi anjing dan kampanye risiko, meskipun memasak daging hingga matang dapat membunuh mikroba.

Ia menekankan pentingnya kampanye komunikasi risiko yang jelas dan terukur agar masyarakat memahami alasan larangan konsumsi dan perdagangan daging hewan penular rabies tersebut. Tanpa itu, kebijakan mudah disalahpahami sebagai larangan moral belaka, bukan respons kesehatan masyarakat.

Infografis risiko kesehatan di balik konsumsi daging anjing. (Suara.com/Aldie)

Ada Aspek Kemanusiaan Untuk Hewan

Dari perspektif kesehatan hewan, dokter hewan Denny Widaya Lukman mengakui bahwa daging anjing atau kucing yang dimasak matang sebetulnya tidak membawa penyakit. Namun, yang menjadi persoalan justru ada di proses sebelum daging itu sampai ke wajan. 

Saat penanganan hewan sampai sesaat dipotong ada kemungkinan penyakit yang dapat dibawa, salah satunya rabies akibat kontak langsung dengan hewan. Pada kucing juga berisiko tinggi jadi penularan penyakit toksoplasmosis.

"Memang kalau semua daging dimasak matang, semua mikroorganisme akan mati jadi tidak masalah. Yang masalah pada saat hewan ditangkap, menunggu waktu penyembelihan," jelasnya.

Denny juga menegaskan bahwa Indonesia telah meratifikasi aturan internasional yang mengakui anjing dan kucing sebagai hewan kesayangan. Sehingga Indonesia menyetujui kalau anjing dan kucing sebagai hewan yang tidak pantas menjadi komoditas pangan, baik secara etika maupun regulasi. 

Larangan tersebut membuat pemerintah tidak memiliki dasar untuk melakukan pemeriksaan ante-mortem maupun post-mortem sebagaimana yang dilakukan pada hewan ternak legal.

Pemerintah tidak dapat melakukan intervensi kesehatan hewan karena aktivitas pemotongan itu sendiri sudah melanggar aturan nasional maupun internasional.

Meski banyak penyakit bisa hilang dengan pemasakan matang, menurut Denny, itu bukan inti persoalannya. Yang jauh lebih penting sebenarnya alasan kemanusiaan bagi hewan-hewan tersebut.

Baca Juga: RUU Kesejahteraan Hewan Maju ke DPR, DMFI: Saatnya Indonesia Beradab

"Sebenarnya lebih ke aspek kemanusiaan. Di mana manusia butuh hewan pelihara yang dapat me-support sistem kesehatan manusia. Jadi rasa kemanusiaan lebih utama dibandingkan aspek kesehatan hewannya," pungkasnya.

Pada akhirnya, larangan konsumsi anjing dan kucing di Jakarta bukan sekadar aturan moral atau preferensi makanan. Regulasi ini hadir sebagai langkah serius melindungi kesehatan publik dari risiko rabies dan zoonosis, sekaligus menegaskan nilai kemanusiaan terhadap hewan.

Dengan pengawasan yang ketat dan edukasi masyarakat yang tepat, pemerintah berharap kota padat ini bisa lebih aman, sehat, dan manusiawi bagi semua penghuninya, baik manusia maupun hewan.

Load More