- Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan Pergub No. 36 Tahun 2025 yang melarang perdagangan dan konsumsi daging hewan penular rabies.
- Larangan ini didasari pertimbangan kesehatan masyarakat untuk mencegah penyebaran zoonosis pada lingkungan Jakarta yang padat.
- Regulasi tambahan diperlukan, termasuk peningkatan vaksinasi anjing dan kampanye risiko, meskipun memasak daging hingga matang dapat membunuh mikroba.
Suara.com - Di sudut Jakarta yang kini kosong, sebuah warung tua pernah ramai oleh pelanggan yang datang diam-diam untuk menyantap seporsi daging anjing. Tak jauh dari sana, jaringan kecil penjual daging kucing juga pernah beroperasi memanfaatkan celah pasar gelap.
Praktik yang tak pernah benar-benar muncul ke permukaan itu bertahan karena permintaan tetap ada, meski jumlahnya kecil. Konsumen datang dengan alasan tradisi, pedagang bertahan karena selalu ada yang membeli.
Hingga akhirnya, satu per satu lapak itu tutup setelah pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengangkat persoalan tersebut ke meja regulasi.
Puncaknya, lahir Peraturan Gubernur (Pergub) no. 36 tahun 2025 yang melarang perdagangan dan konsumsi daging hewan penular rabies (HPR), termasuk anjing dan kucing serta kelelawar, di seluruh wilayah Jakarta.
Regulasi itu tidak hanya menyasar pedagang, tetapi juga perorangan yang membawa atau memperjualbelikan daging HPR untuk konsumsi.
Pemerintah menempatkan larangan tersebut dalam kerangka kesehatan masyarakat, yakni menghapus rantai pasokan yang berbahaya, membersihkan pasar dari daging yang tidak terlacak, dan menghindari risiko zoonosis yang tak terpantau.
Berbeda dari imbauan moral yang selama ini hanya menggantung sebagai pesan tanpa gigi hukum, Pergub ini memberi dasar penindakan.
Warga bahkan diminta melapor jika menemukan lokasi penjualan, sementara pemerintah menyiapkan mekanisme pengawasan lintas dinas.
Bagi Pemprov DKI, pengendalian ini bukan soal preferensi makanan, melainkan upaya memutus potensi penyebaran rabies di kota berpenduduk padat, tempat satu celah saja bisa menjadi risiko kesehatan publik.
Baca Juga: RUU Kesejahteraan Hewan Maju ke DPR, DMFI: Saatnya Indonesia Beradab
Kepadatan Jakarta, Risiko Zoonosis, dan Kenapa Larangan Konsumsi Anjing–Kucing Jadi Mendesak
Praktik penjualan dan konsumsi daging anjing maupun kucing di Jakarta bukan hanya soal moralitas atau kesejahteraan hewan. Kota sepadat Jakarta nyatanya bisa menjadi ruang ideal bagi zoonosis untuk berpindah lintas spesies tanpa terdeteksi.
Epidemiolog Dicky Budiman mengatakan, kepadatan ekstrem membuat ritme penyebaran penyakit menjadi jauh lebih cepat. Interaksi yang sulit dikendalikan menjadi kunci masalahnya.
"Area padat seperti di Jakarta, orang lebih sering berinteraksi dengan hewan dan kontak langsung bisa terjadi, seperti gigitan, cakaran. Juga kontak tidak langsung seperti lingkungan tercemar dengan kotoran hewan dan paparan daging atau produk hewan sekitarnya yang tidak diawasi," jelas Dicky.
Ia mengingatkan bahwa populasi anjing dan kucing bebas yang tidak divaksinasi justru mempercepat polusi virus di lingkungan. Dengan cakupan vaksin hewan kesayangan yang masih rendah, risiko penularan rabies semakin besar. Karena itu, menurut Dicky, Pergub DKI tidak cukup berdiri sendiri.
“Pergub larangan perlu disertai program transisi bagi pelaku, memperkuat vaksinasi anjing, pengendalian, juga surveilans gigitan dan pencegahan rabies. Cakupan vaksinasi harus lebih dari 70 persen untuk anjing,” ujarnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Tak Ambil Pusing Perpol Dianggap Kangkangi Putusan MK, Ini Kata Kapolri
-
Sengkarut Tanah Tol: Kisah Crazy Rich Palembang di Kursi Pesakitan
-
MIND ID Komitmen Perkuat Tata Kelola Bisnis Berintegritas dengan Berbagai Program Strategis
-
DPR Ajak Publik Kritisi Buku Sejarah Baru, Minta Pemerintah Terbuka untuk Ini...
-
Mengurai Perpol 10/2025 yang Dinilai Tabrak Aturan, Dwifungsi Polri Gaya Baru?
-
Bareskrim: Mayoritas Kayu Gelondongan Banjir Sumatra Diduga dari PT TBS
-
Tolak Bantuan Asing untuk Sumatra, Prabowo: Terima Kasih, Kami Mampu!
-
31 Perusahaan Resmi Diselidiki Diduga Jadi Biang Kerok Banjir Sumatra, Siapa Jadi Tersangka?
-
Daftar Lengkap Perusahaan yang Disebut Kejagung Jadi Penyebab Banjir di Wilayah Sumatera
-
Demo Korupsi Pertambangan, Mahasiswa Desak KPK Periksa Komisaris PT LAM Lily Salim