News / Nasional
Jum'at, 19 Desember 2025 | 16:33 WIB
Ilustrasi Gedung KPK. (Ist)
Baca 10 detik
  • KPK membongkar dugaan pemerasan Rp2,4 miliar oleh oknum jaksa Kejati Banten terhadap WNA Korea Selatan.
  • Modus pemerasan melibatkan ancaman hukuman lebih berat dalam proses persidangan kasus terdakwa tersebut.
  • KPK melakukan OTT dan menyerahkan sembilan orang, termasuk jaksa, kepada Kejaksaan Agung karena Sprindik sudah terbit.

Suara.com - Praktik lancung aparat penegak hukum kembali mencoreng wajah peradilan Indonesia. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar dugaan pemerasan bernilai fantastis yang dilakukan oleh oknum jaksa terhadap seorang warga negara asing (WNA) asal Korea Selatan.

Tak tanggung-tanggung, sang jaksa diduga mematok angka hingga Rp2,4 miliar dengan modus ancaman hukuman yang lebih berat.

Dari informasi sumber terpercaya, korban merupakan seorang animator asal Korea Selatan yang tengah terjerat kasus dugaan pencurian data dan berstatus sebagai terdakwa.

Alih-alih mendapatkan keadilan, ia justru diduga menjadi 'ATM berjalan' bagi oknum yang seharusnya menuntut kebenaran.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan bahwa WNA tersebut menjadi target pemerasan oleh aparat penegak hukum yang menangani perkaranya.

Ancaman digunakan sebagai senjata utama untuk menekan korban agar mau menyerahkan sejumlah uang.

"Dalam proses persidangannya para pihak tersebut, salah satunya warga negara asing dari Korea Selatan, menjadi korban dugaan tindak pemerasan oleh aparat penegak hukum," kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (19/12/2025).

Modus yang digunakan pun terbilang klasik namun efektif membuat korban ketakutan.

"Di mana modus-modus di antaranya ancaman untuk pemberian tuntutan yang lebih tinggi, penahanan, dan ancaman-ancaman dalam bentuk lainnya," tambah Budi.

Baca Juga: OTT Bupati Bekasi, PDIP Sebut Tanggung Jawab Pribadi: Partai Tak Pernah Ajarkan Kadernya Korupsi

Aksi pemerasan ini diduga tidak dilakukan seorang diri. Oknum jaksa dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten itu disebut bekerja sama dengan pengacara serta seorang penerjemah bahasa yang telah disiapkan untuk memuluskan skenario jahat mereka.

"Kemudian, KPK melakukan kegiatan tertangkap tangan kepada para oknum di Kejaksaan yang bersama-sama dengan PH atau penasihat hukum dan juga ahli bahasa atau penerjemah yang diduga melakukan tindak pemerasan kepada korban, yaitu warga negara asing dari Korea Selatan dan koleganya," tutur Budi.

Kecurigaan terhadap adanya permainan kotor dalam kasus ini menguat setelah ditemukan sejumlah kejanggalan dalam proses persidangan WNA tersebut.

Salah satunya, sidang dengan agenda pembacaan tuntutan tercatat ditunda hingga tujuh kali dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal.

Berdasarkan data Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Tangerang, alasan penundaan sangat beragam, mulai dari berkas tuntutan yang belum siap, penerjemah bahasa yang tidak hadir, hingga surat kuasa pengacara yang belum didaftarkan.

Bahkan, jaksa tercatat sampai dua kali tidak menghadiri persidangan.

Load More