News / Nasional
Senin, 22 Desember 2025 | 16:52 WIB
Ilustrasi industri rokok. (Unsplash)
Baca 10 detik
  • Pengendalian tembakau 2025 menghadapi tantangan signifikan akibat kuatnya lobi industri rokok terhadap kebijakan pemerintah.
  • Organisasi sipil mencatat 266 intervensi terbuka industri rokok, termasuk pembatalan rencana kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT).
  • Kerugian ekonomi negara dari dampak rokok mencapai Rp599,8 triliun, jauh melebihi penerimaan cukai sebesar Rp163 triliun.

Suara.com - Perjuangan pengendalian tembakau di Indonesia sepanjang 2025 dinilai menghadapi tantangan serius, bukan karena minimnya dukungan publik, melainkan kuatnya intervensi industri rokok terhadap kebijakan pemerintah

Sejumlah organisasi masyarakat sipil menilai industri tembakau semakin terang-terangan melobi dan menekan negara dalam proses penyusunan hingga penerapan regulasi pengendalian rokok.
Temuan itu disampaikan dalam Catatan Akhir Tahun Pengendalian Tembakau 2025.

Laporan tersebut menyoroti stagnasi hingga pelemahan berbagai kebijakan strategis di tengah meningkatnya beban penyakit akibat rokok dan tingginya prevalensi perokok anak. Kondisi itu dinilai menunjukkan arah kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang belum sejalan dengan mandat perlindungan kesehatan publik.

Program Manager Komnas Pengendalian Tembakau, Nina Samidi, menyebut sepanjang 2025 pemerintah seperti membentangkan karpet merah bagi kepentingan industri rokok. Menurutnya, tidak ada pejabat publik yang berani bersuara lantang melindungi hak masyarakat untuk hidup sehat dari ancaman rokok.

“Di tahun 2025 ini, pejabat publik dan lembaga negara dengan terbuka membentangkan karpet untuk para oligarki, terang-terangan, tak lagi malu-malu, di depan mata kita,” kata Nina dalam konferensi pers secara virtual, Senin (22/12/2025).

Senada, Ketua Lentera Anak, Lisda Sundari, menilai intervensi industri rokok tidak lagi dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sepanjang 2025, pihaknya mencatat gangguan industri rokok berlangsung terbuka, sistematis, dan terkoordinasi.

“Hanya dalam tiga bulan tercatat 266 peristiwa gangguan, hampir 90 persen berupa lobi dan intervensi kebijakan yang melibatkan lebih dari 150 pejabat publik,” ungkap Lisda. 

Ia menegaskan puncak intervensi tersebut terlihat dari pembatalan rencana kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) tahun 2026.

Lisda menjelaskan, industri rokok juga secara bersamaan membangun narasi ekonomi yang menyesatkan, seperti ancaman terhadap UMKM dan tenaga kerja, sambil membiarkan promosi rokok elektronik tetap masif. 

Baca Juga: Lamban Lindungi Rakyat dari Rokok dan Gula, 32 Organisasi Desak Pemerintah Tegakkan PP Kesehatan

Pola ini dinilai memperluas paparan rokok pada anak dan remaja serta membentuk opini publik yang menguntungkan industri.

Dari sisi ekonomi, Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI), Astri Waruwu, menilai kompromi berulang terhadap kebijakan cukai justru merugikan negara. Ia mengungkapkan kerugian ekonomi akibat rokok pada 2019 mencapai Rp599,8 triliun, jauh melampaui penerimaan cukai rokok yang hanya Rp163 triliun.

“Ini membuktikan biaya kesehatan dan kerugian produktivitas akibat rokok jauh lebih menghancurkan,” ktitik Astri.

Load More