News / Nasional
Senin, 29 Desember 2025 | 23:40 WIB
Ketua Fraksi Partai NasDem di DPR RI, Victor Laiskodat. [Tangkapan layar video]
Baca 10 detik
  • Fraksi NasDem mendukung penuh mekanisme pemilihan kepala daerah melalui perwakilan di lembaga legislatif daerah (DPRD).
  • Pengembalian mandat ke DPRD dianggap memiliki landasan konstitusional kuat, sejalan dengan nilai Pancasila dan demokrasi perwakilan.
  • Langkah ini bertujuan mengurangi biaya politik tinggi Pilkada langsung serta menjaga stabilitas nasional daerah.

Suara.com - Fraksi Partai Nasdem di DPR RI menegaskan, mendukung pemilihan kepala daerah atau pilkada kembali dipilih melalui mekanisme perwakilan di lembaga legislatif daerah.

Ketua Fraksi NasDem, Viktor Bungtilu Laiskodat, menyatakan transisi mekanisme pilkada melalui DPRD memiliki landasan konstitusional yang kokoh, dan sejalan dengan nafas Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 serta nilai-nilai luhur Pancasila.

Pernyataan ini muncul di tengah dinamika politik nasional yang tengah mencari format paling ideal untuk efektivitas kepemimpinan daerah.

Menurut Viktor, demokrasi di Indonesia tidak seharusnya dipandang secara kaku hanya pada satu model pemilihan langsung saja.

Sebaliknya, konstitusi memberikan ruang bagi fleksibilitas model elektoral selama tetap memegang teguh prinsip kedaulatan rakyat.

Bukan jalan mundur

Viktor Bungtilu Laiskodat menjelaskan, dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, tidak ada pasal yang secara eksplisit mengunci model demokrasi elektoral di tingkat lokal hanya pada satu metode tunggal.

Hal ini memberikan ruang bagi negara untuk mengadaptasi sistem yang paling sesuai dengan kebutuhan zaman dan stabilitas nasional.

“Konstitusi kita tidak mengunci demokrasi pada satu model. Pilkada melalui DPRD memiliki dasar konstitusional yang sah, dan tetap berada dalam koridor demokrasi,” ujar Viktor di Jakarta, Senin (29/12/2025).

Baca Juga: Waketum PAN Sebut Pilkada Lewat DPRD Layak Dipertimbangkan: Bisa Tekan Politik Uang dan Dinasti

Lebih lanjut, ia menekankan gagasan untuk mengembalikan mandat pemilihan kepada DPRD, bukanlah sebuah langkah mundur atau upaya untuk mencederai hak politik rakyat.

Fraksi NasDem melihat hal ini sebagai bentuk penguatan demokrasi perwakilan yang juga diakui secara sah dalam struktur hukum Indonesia.

“Demokrasi yang hidup adalah demokrasi yang mampu beradaptasi, memperbaiki diri, dan tetap menjamin keterwakilan rakyat. Selama prinsip partisipasi, akuntabilitas, dan kontrol publik dijaga, demokrasi tidak sedang dimatikan, tetapi justru diperkuat,” ujarnya.

Relevansi dengan Sila Keempat Pancasila

Salah satu poin fundamental yang ditekankan oleh NasDem adalah, keselarasan mekanisme ini dengan filosofi dasar negara, yakni Pancasila.

Viktor menyebutkan bahwa Sila Keempat, yang berbunyi "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan," adalah roh dari pengambilan keputusan politik di Indonesia.

Menurutnya, sejak awal para pendiri bangsa telah merancang Indonesia bukan sekadar sebagai demokrasi elektoral yang bersifat numerik, melainkan demokrasi yang mengedepankan kebijaksanaan kolektif melalui lembaga perwakilan.

“DPRD adalah lembaga perwakilan yang lahir dari mandat rakyat. Mekanisme pilkada melalui DPRD dapat menjadi ruang untuk menghadirkan kepemimpinan daerah yang lahir dari proses permusyawaratan, kebijaksanaan, dan tanggung jawab kolektif,” jelas Viktor.

Dengan menempatkan DPRD sebagai pemilih, diharapkan proses penyaringan calon pemimpin daerah bisa lebih mendalam secara kualitatif, bukan sekadar adu popularitas di ruang publik yang seringkali mengabaikan kompetensi teknis dan integritas.

Evaluasi Sistem Politik yang Berbiaya Tinggi

Tidak dapat dimungkiri, salah satu tantangan terbesar dalam sistem Pilkada langsung selama ini adalah tingginya biaya politik yang harus dikeluarkan oleh para kandidat.

Hal ini seringkali menjadi celah terjadinya praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang saat menjabat demi mengembalikan "modal" kampanye.

Viktor mengingatkan bahwa maraknya kasus hukum yang menjerat para kepala daerah belakangan ini harus menjadi alarm bagi seluruh elemen bangsa untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem yang ada.

“Kita tidak bisa hanya menuntut integritas individu, sementara sistem politiknya masih mahal, kompetitif secara tidak sehat, dan rentan mendorong penyalahgunaan kekuasaan,” ungkapnya.

Baginya, demokrasi tidak boleh hanya berhenti pada prosedur seremonial semata. Fokus utama dari sebuah sistem pemilihan adalah bagaimana melahirkan pemimpin yang mampu bekerja efektif untuk kepentingan rakyat tanpa terbebani oleh utang budi kepada penyokong dana kampanye yang masif.

Menjaga Stabilitas dan Persatuan Nasional

Menutup pandangannya, Viktor Bungtilu Laiskodat mengajak masyarakat dan para aktor politik untuk menyikapi isu ini dengan kepala dingin.

Ia menilai, polarisasi yang sering terjadi akibat Pilkada langsung di tingkat akar rumput seringkali meninggalkan luka sosial yang sulit disembuhkan dalam waktu singkat.

Stabilitas politik di daerah dianggap sebagai kunci agar pembangunan bisa berjalan secara berkesinambungan tanpa terganggu oleh gejolak politik yang berkepanjangan.

“Perbedaan pandangan boleh ada, tapi jangan sampai ganggu persatuan dan arah kemajuan bangsa” ujarnya.

Viktor berharap seluruh elemen bangsa dapat melihat wacana ini sebagai bagian dari pendewasaan bernegara.

Pemanfaatan nalar yang jernih dalam mendiskusikan sistem Pilkada melalui DPRD diharapkan dapat membawa Indonesia menuju sistem pemerintahan yang lebih stabil dan bersih.

“Demokrasi harus kita pastikan mampu menghasilkan kepemimpinan daerah yang stabil, bertanggung jawab, dan bebas dari tekanan sistemik yang justru menjauhkan kekuasaan dari kepentingan rakyat,” pungkas Viktor.

Load More