Suara.com - Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Cabang Jawa Timur mengkhawatirkan "backlog" atau angka kekurangan ketersediaan rumah secara nasional kian meningkat pascapenghapusan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) pada 2015.
"Hal tersebut membuktikan bahwa sampai sekarang kebijakan pemerintah kurang berpihak pada pemenuhan rumah tapak bersubsidi," kata Ketua APERSI Jatim, Supratno.
Menurut dia, khususnya di Jatim, pada akhir 2013 angka "backlog" rumah mencapai sekitar 550.000 unit hunian. Besaran tersebut diprediksi semakin meningkat pada beberapa bulan terakhir.
"Apalagi pengembang masih menahan pengembangan bisnisnya. Faktor penyebabnya, aturan pemerintah yang belum jelas misalnya program FLPP dan keringanan pajak pertambahan nilai (PPN)," ujarnya.
Padahal, ungkap dia, program FLPP sangat membantu masyarakat untuk memiliki rumah tapak terutama mereka yang selama ini memiliki penghasilan rendah. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya pemerintah tetap membebankan kepada pihak perbankan jika ternyata pembeli tidak bisa melanjutkan angsuran.
"Kondisi itulah yang mengakibatkan pihak perbankan kian selektif," katanya.
Jikalau FLPP benar ditiadakan, jelas dia, dengan alasan program tersebut akan dialihkan ke rusunami maka pihaknya menilai pemerintah tidak paham terhadap kondisi masyarakat. Pemerintah juga tidak mengerti bagaimana kultur yang terbangun.
"Dari sisi kultur, masyarakat masih belum siap untuk tinggal di rusunami. Mereka masih terbiasa dan nyaman tinggal di rumah tapak walaupun dengan ukuran yang sama," katanya.
Sementara itu, tambah dia, sejumlah pengembang juga merasa kesulitan mendapatkan tanah khususnya di kota untuk membangun rusunami. Selain itu, penyebab terhambatnya penyediaan rumah juga dipicu dari harga.
"Sebelumnya, harga jual dipatok pemerintah sebesar Rp88 juta per unit untuk tipe 36," katanya.
Di sisi lain, sebut dia, biaya pembangunan rumah tapak subsidi sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar. Tapi, sekarang harga tanah kian tinggi. Misalnya di Surabaya, harga tanah per meter persegi bisa mencapai Rp6 juta.
"Kalau harga jual satu unit rumah sebesar Rp88 juta, harga tanah harusnya di bawah Rp100 ribu per meter per segi. Harga sebesar itu hanya bisa ditemukan di kota penyangga dan bukan di Surabaya," katanya.
Ia melanjutkan, dengan kenaikan harga yang diberlakukan saat ini maka menjadi berkisar antara Rp115 juta hingga Rp188 juta per unit. Hal itu idealnya bisa menjadi stimulus bagi pengembang untuk membangun rumah tapak bersubsidi. Jika dikalkulasi, dengan besarnya biaya untuk satu unit rumah, pengembang hanya mendapatkan keuntungan sebesar Rp20 juta.
"Keuntungan tersebut jauh berbeda ketika pengembang membangun rumah menengah dengan harga minimal Rp250 juta menyusul nilai keuntungan bisa mencapai Rp100 juta per unit," katanya. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Mobil Listrik 8 Seater Pesaing BYD M6, Kabin Lega Cocok untuk Keluarga
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- Target Harga Saham CDIA Jelang Pergantian Tahun
Pilihan
-
Catatan Akhir Tahun: Emas Jadi Primadona 2025
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
Terkini
-
LPDB Koperasi Akselerasi Penyelesaian Dana Bergulir di Provinsi Bali
-
Dongkrak Produksi Minyak di Papua, SKK Migas dan Petrogas Mulai Injeksi Kimia di Lapangan Walio
-
Menperin Minta Insentif Otomotif ke Menkeu
-
Barcelona dan BRI Kolaborasi, Bayar Cicilan di BRImo Bisa Ketemu Lamine Yamal
-
IHSG Menutup 2025 di Level Tertinggi, OJK Buka Rahasia Pasar Modal RI yang Solid
-
Catatan Akhir Tahun, Aktivitas Industri Manufaktur RI Melambat
-
Cicilan HP ShopeePayLater vs Kredivo, Mana yang Lebih Murah
-
Pemerintah Tegaskan Impor Daging Sapi untuk Industri Bukan Kosumsi Masyarakat
-
Catatan Akhir Tahun: Waspada Efek 'Involusi' China dan Banjir Barang Murah di Pasar ASEAN
-
Pencabutan Insentif Mobil Listrik Perlu Kajian Matang di Tengah Gejolak Harga Minyak