Suara.com - Direktur Pelayanan Publik Perum Badan Urusan Logistik Lely Pelitasari mengungkapkan bahwa sejak Bulog didirikan pada 1967, tidak pernah menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Lely mengatakan dalam membeli beras petani, selama ini mengandalkan kredit komersial.
“Jadi sejak Bulog didirikan kalau beli beras dari petani itu kita menggunakan kredit komersial, tidak ada dalam ada anggaran pembelian beras di APBN. Jadi nanti kalau beras itu jadi beras raskin, nanti baru dibayar oleh pemerintah. Jadi yang dibayar pemerintah kepada Bulog itu subsidi,” kata Lely saat ditemui dalam diskusi Pangan Kita di Jakarta, Senin (1/6/2015).
Lely menjelaskan selama ini jika Bulog ingin membeli beras di petani, Bulog hanya bermodalkan surat dari pemerintah bahwa kredit yang diambil oleh Bulog ini telah dijamin.
“Jadi kita ketika mau mengajukan kredit komersial itu kita hanya memegang surat jaminan dari pemerintah, kalau kredit tersebut dijamin oleh pemerintah. Jadi ya kita memang dari dulu kalau untuk pembelian beras selama ini tidak ada dalam anggaran APBN,” katanya.
Menanggapi kondisi seperti ini, pengamat ekonomi dari lembaga Indef, Enny Sri Hartati, mengatakan posisi Bulog yang ternyata mengandalkan kredit komersial dalam menyerap beras petani akan sulit untuk meningkatkan stok beras nasional. Pasalnya, harus menunggu kredit disetujui dulu oleh pemerintah, sedangkan hasil panen terus menumpuk di petani.
“Lah ini urusannya jadi panjang lagi. Selama ini saja Bulog belum berjalan secara efektif, apalagi kalau pembelian berasnya harus mengandalkan kredit komersial. Ini, kan urusannya jadi panjang lagi. Jadi ini perlu diperbaiki oleh pemerintah, misalnya dengan membentuk menjadi lembaga independen,” katanya.
Menurutnya, jika pemerintah membentuk lembaga independen, lembaga ini nanti dapat mengurus pengadaan dan memenuhi target pengusaan yang dilakukan Bulog.
“Kalau melalui APBN, mekanismenya akan terlambat terus. Kan musim panen, suklus pangan enggak bisa ngikutin siklus APBN. Jadi bentuk lembaga independen, pemerintah memberikan penyertaan modalnya di sana ini kan lebih efektif. Kan kalau mau kredit komersial harus nunggu APBN dulu, kapan beli berasnya. Ini yang harus diperhatikan,” kata dia.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
Pakar Sebut 2 Kunci Utama untuk Pemerintah Bisa Capai Swasembada Energi
-
Ekonomi RI Tumbuh 5,12 Persen, BI: Konsumsi Rumah Tangga Makin Bergairah
-
Meski Kinerja Ekspor Moncer, Industri Hasil Tembakau Dapat Tantangan dari Rokok Ilegal
-
Pengusaha Ungkap Ternyata Ada Industri yang Sulit Rekrut Tenaga Kerja RI
-
Harga Emas Turun Lagi: Galeri 24 dan UBS Kompak Melemah di Pegadaian
-
PANI Laporkan Proyek Ambisius Berkapasitas 104 Ribu Orang
-
Komisaris Utama PHE Lapor LHKPN, Harta Kekayaan Tembus Rp3,08 Triliun
-
BREN Jadi 'Largest Addition' di MSCI, Apa Artinya Bagi Investor Indonesia?
-
Sentimen Positif Pasar Modal Sejak Purbaya Jadi Menkeu: IHSG 6 Kali Cetak Rekor All Time High!
-
3 Rekomendasi Lokasi Rumah di Bogor untuk Kisaran Harga Mulai 400 Jutaan