Sejumlah produsen tempe di wilayah Cimanggu Baratan, Kota Bogor, Jawa Barat, mengaku khawatir dengan nilai tukar rupiah yang terus melemah. Kondisi ini sangat berpengaruh pada harga kedelai sebagai bahan baku utama.
"Rupiah sekarang sudah Rp14.000 kami sudah kesulitan modal untuk membeli kedelai, jangan sampai Rp15 ribu, kami bisa tidak jualan," kata Kasmono (60), salah satu produsen tempe saat ditemui di Bogor, Selasa (25/8/2015).
Kasmono menyebutkan, selama sepuluh hari terakhir sudah terbebani dengan harga beli kedelai impor yang terus naik, seiring dengan melemahnya nilai tukar rupiah. Jika dulu dia membeli kedelai per kuintalnya sekitar Rp680 ribu, kini sudah mengalami kenaikan menjadi Rp700 ribu. Sehari dia membutuhkan empat kwintal untuk memproduksi kurang lebih 1.500 tempe dengan berbagai ukuran.
"Kalau sekarang kita jualan seadanya, tipis untung. Biasanya dapat untung semisal Rp50 ribu, sekarang cuma Rp25 ribu," kata bapak tujuh anak itu.
Kasmono mengatakan, meski ongkos produksi meningkat. Ia belum berani untuk menaikkan harga jual tempe, termasuk memperkecil ukuran. Saat ini harga jual tempe masih normal Rp5.000 untuk ukuran kecil dan Rp10 ribu ukuran besar.
"Belum berani saya naikkin, yang harga sekarang aja masih banyak yang nawar, apalagi dinaikkin, kasihan masyarakat," katanya.
Kasmono dan puluhan perajin tempe yang berada di wilayah Cimanggu Barata, Kecamatan Tanah Sareal, sepakat masih bertahan menjual tempe dengan harga normal, walau mereka harus menanggung minim keuntungan.
Dari 1.500 tempe yang dihasilkan oleh Kasmono ia pasarkan di tiga pasar yakni Pasar Bogor, Pasar Anyar dan Pasar Jambu Dua. Dia menjual sendiri tempe yang diproduksinya dibanti anak-anaknya yang juga sudah menjadi produsen.
Selain Kasmono, keresahan serupa juga disampaikan Damiri (44). Menurutnya, jika rupiah terus melemah sampai Rp15 ribu, sebagian produsen dan pedagang tempe akan memilih stop berjualan.
"Kalau masih Rp14 ribu kita kuat-kuatin, walau kita babak belur karena minim untung. Tapai kalau sampai dolar naik Rp15 ribu, pasti berpengaruh sama kedelai, kita yang terancam gulung tikar," ujar Damiri. (Antara)
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
HUT ke 68 Bank Sumsel Babel, Jajan Cuma Rp68 Pakai QRIS BSB Mobile
-
6 Rekomendasi HP Snapdragon Paling Murah untuk Kebutuhan Sehari-hari, Mulai dari Rp 1 Jutaan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
Terkini
-
Gara-gara PIK2, Emiten Milik Aguan CBDK Raup Laba Bersih Rp 1,4 Triliun di Kuartal III-2025
-
Kementerian ESDM Tetapkan Harga Batubara Acuan untuk Periode Pertama November!
-
Ramalan Menkeu Purbaya Jitu, Ekonomi Kuartal III 2025 Melambat Hanya 5,04 Persen
-
OJK: Generasi Muda Bisa Bantu Tingkatkan Literasi Keuangan
-
Rupiah Terus Amblas Lawan Dolar Amerika
-
IHSG Masih Anjlok di Awal Sesi Rabu, Diproyeksi Bergerak Turun
-
Sowan ke Menkeu Purbaya, Asosiasi Garmen dan Tekstil Curhat Importir Ilegal hingga Thrifting
-
Emas Antam Merosot Tajam Rp 26.000, Harganya Jadi Rp 2.260.000 per Gram
-
BI Pastikan Harga Bahan Pokok Tetap Terjaga di Akhir Tahun
-
Hana Bank Ramal Dinamika Ekonomi Dunia Masih Panas di 2026