Suara.com - Lembaga swadaya masyarakat Indonesia for Global Justice (IGJ) menilai Trans-Pacific Partnership (TPP) atau kemitraan transpasifik yang didominasi Amerika Serikat bakal menghilangkan kontrol negara atas beragam sektor publik.
"TPP telah menghilangkan kontrol negara atas sektor publik yang strategis bagi masyarakat dengan meminta untuk menghapus daftar investasi negatif di sektor ini," kata Manajer Riset dan Monitoring IGJ Rachmi Hertanti di Jakarta, Rabu (28/10/2015).
Menurut Rachmi Hertanti, hal tersebut dapat dilihat dalam aturan TPP yang memiliki 29 bab ketentuan liberalisasi perekonomian yang didalamnya disusun sesuai dengan standar dan kepentingan Amerika Serikat. Cakupan aturan TPP, lanjutnya, sangat luas dan komprehensif sehingga TPP berpotensi terhadap hilangnya kedaulatan negara atas pengelolaan perekonomian nasional dalam rangka mencapai kemakmuran masyarakat.
Dia mencontohkan, TPP bahkan dinilai hendak memasung peran BUMN dalam mengelola sumber kekayaan nasional. "Dukungan pemerintah yang besar terhadap BUMN dianggap telah menciptakan kompetisi yang tidak adil, sehingga TPP melarang segala bentuk dukungan untuk BUMN," jelasnya.
Sebelumnya, perusahaan pemasaran komunikasi global, Edelman menyatakan para pebisnis dan konsumen di negara peserta TPP mengharapkan Indonesia dapat bergabung dengan kemitraan mereka. "Meskipun Indonesia belum menjadi bagian pakta perdagangan tersebut, perwakilan pemerintah Indonesia telah menyatakan ketertarikan untuk bergabung di masa depan," kata Pucuk Pimpinan Manajemen Edelman Indonesia, Raymond Silva dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu (25/10).
Menurut dia, dampak TPP terhadap ekonomi dan ekspansi perdagangan Indonesia sudah jelas, Vietnam dan Malaysia telah menandatangani perjanjian TPP sehingga bersaing secara langsung dengan Indonesia di beberapa sektor, misalnya pakaian, garmen, alas kaki, pertanian, perikanan, dan produk kehutanan, serta juga minyak kelapa sawit dan karet.
Raymond menjelaskan, jika TPP diratifikasi, maka negara-negara anggota akan memiliki akses pasar yang lebih baik di tujuan-tujuan ekspor utama. "Contohnya, sektor garmen akan bergantung kepada perjanjian yang merujuk pada ketentuan negara asal barang," tuturnya.
Ia juga mengatakan pelaku-pelaku bisnis di Indonesia perlu teliti dalam mengevaluasi teks perjanjian tersebut dan peluang yang ada sekarang adalah membuat perubahan struktural yang diperlukan untuk dapat bersaing secara efektif. (ANTARA)
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Bedak Viva Terbaik untuk Tutupi Flek Hitam, Harga Mulai Rp20 Ribuan
- 25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 1 November: Ada Rank Up dan Pemain 111-113
- Mulai Hari Ini! Sembako dan Minyak Goreng Diskon hingga 25 Persen di Super Indo
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas Sekelas Brio untuk Keluarga Kecil
- 7 Mobil Bekas Favorit 2025: Tangguh, Irit dan Paling Dicari Keluarga Indonesia
Pilihan
-
Prediksi Timnas Indonesia U-17 vs Zambia: Garuda Muda Bidik 3 Poin Perdana
-
Harga Emas Hari Ini di Pegadaian Kompak Stagnan, Tapi Antam Masih Belum Tersedia
-
Jokowi Takziah Wafatnya PB XIII, Ungkap Pesan Ini untuk Keluarga
-
Nasib Sial Mees Hilgers: Dihukum Tak Main, Kini Cedera Parah dan Absen Panjang
-
5 HP dengan Kamera Beresolusi Tinggi Paling Murah, Foto Jernih Minimal 50 MP
Terkini
-
Bangun Pabrik Soda Ash Pertama, Dirut Pupuk Indonesia: Impian Tiga Dekade Lalu Akhirnya Terwujud
-
3 Fakta Pengungkapan TPPU PT UP: Sembunyikan Aset di Singapura, Rugikan Negara Rp317 M
-
Pertamina Pasok 100 Ribu Barel BBM Murni ke BP-AKR
-
BCA Gelar Indonesia Knowledge Forum 2025: Wujud Nyata Dukung Indonesia Emas 2045
-
Relaksasi dari ESDM, Amman Dapat Kuota Ekspor 480.000 dmt Tembaga
-
Awal Pekan, Rupiah Demam Lawan Dolar Amerika
-
Penyebab Laba Bersih MedcoEnergi Turun 69 persen di Kuartal III-2025
-
Awali Pekan ini, Harga Emas Antam Jatuh Jadi Rp 2.278.000 per Gram
-
Jamkrindo Kucurkan Penjaminan Kredit Rp 186,76 Triliun Hingga September 2025
-
IHSG Berada di Zona Hijau pada Perdagangan Pagi ini