Suara.com - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendesak Kementerian Perdagangan (Kemdag) untuk mencabut Permendag Nomor 87 Tahun 2015 yang direvisi menjadi Permendag Nomor 94 Tahun 2015 tentang kemudahan impor produk perikanan.
Ketua Bidang Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan KNTI Martin Hadiwinata di Jakarta, Senin (9/11/2015) mengatakan beleid baru tersebut membolehkan mengimpor produk-produk olahan perikanan yang dapat diproduksi di dalam negeri, sehingga diyakini Permendag tersebut akan melumpuhkan industri pengolahan perikanan domestik.
Martin mengatakan regulasi tersebut kontra produktif dengan upaya membangun industri perikanan domestik dan kebijakan pangan nasional. Pasal 25 C ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan yang memandatkan pemerintah untuk mengembangkan industri perikanan nasional dengan mengutamakan bahan baku dan sumber daya manusia dalam negeri.
"Ditambah lagi kebijakan pangan nasional, yang melarang impor pangan apabila bahan baku produksi pangan dapat diproduksi dalam negeri sebagaimana ditegaskan Pasal 36 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan," ujar dia. Ia mengatakan di tengah semangat untuk tidak memunggungi laut, justru Menteri Perdagangan bagai menorehkan "setitik nila di susu sebelanga". Permen itu menyebabkan Indonesia akan dibanjiri produk olahan perikanan, di tengah rakyatnya yang sedang mengembangkan hilirisasi perikanan.
Ketua Bidang Budidaya Perikanan KNTI, Arie Suharso mengatakan bahwa importasi produk olahan perikanan menunjukkan bahwa biaya produksi di dalam negeri masih lebih mahal. Fakta ini semestinya ditindaklanjuti dengan hadirnya negara dalam melindungi nelayan, petambak, dan pengusaha pengolahan perikanan domestik. Menurut Arie, proporsi Kredit Macet (NPL) terhadap Nilai Kredit UMKM di sektor perikanan naik dari 4,11 persen pada Juli 2013, menjadi 5,18 persen pada Juli 2015. Hal ini mengindikasikan bahwa UMKM di sektor perikanan sedang mengalami kelesuan.
"Praktis kehadiran Permen tersebut akan semakin melumpuhkan sektor perikanan kita," kata Arie. (Antara)
Berita Terkait
-
Kilang Balikpapan Beres, Bahlil Yakin Indonesia Tak Perlu Impor Solar Lagi
-
Di Antara Keriput dan Gelombang: Nelayan Tua yang Tak Berhenti Membaca Laut
-
Belajar dari Laut dan Masyarakat Pesisir: Bertahan, Beradaptasi, dan Menjaga Batas
-
Kegigihan Nelayan Pati di Balik Rasa dan Mutu Laut Terbaik
-
Hidup Selaras dengan Laut: Nilai Ekologis dalam Tradisi dan Praktik Pesisir
Terpopuler
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- 7 Sepatu Adidas Diskon hingga 60% di Sneakers Dept, Cocok Buat Tahun Baru
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Kencang bak Ninja, Harga Rasa Vario: Segini Harga dan Konsumsi BBM Yamaha MT-25 Bekas
Pilihan
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
-
Aksi Adik Kandung Prabowo yang Makin Mencengkeram Bisnis Telekomunikasi
-
Sesaat Lagi! Ini Link Live Streaming Final Futsal ASEAN 2025 Indonesia vs Thailand
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
Terkini
-
Kekayaan Ridwan Kamil dan Atalia Praratya yang Dikabarkan Cerai
-
Merger BUMN Karya Tuntas Awal 2026, BP BUMN Ungkap Update Terkini
-
Target Harga BUMI di Tengah Aksi Jual Saham Jelang Tahun Baru
-
HET Beras Mau Dihapus
-
Dana Jaminan Reklamasi 2025 Tembus Rp35 Triliun, Syarat Wajib Sebelum Operasi!
-
Harga Beras Bakal Makin Murah, Stoknya Melimpah di 2026
-
DJP Blokir 33 Rekening Bank hingga Sita Tanah 10 Hektare ke Konglomerat Penunggak Pajak
-
Emiten TRON Perkuat Bisnis Kendaraan Listrik, Jajaki Pengadaan 2.000 Unit EV
-
Aksi Adik Kandung Prabowo yang Makin Mencengkeram Bisnis Telekomunikasi
-
DJP Kemenkeu Kantongi Rp 3,6 Triliun dari Konglomerat Penunggak Pajak