Suara.com - Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM Fahmy Radhi menilai, harga 10,64 persen saham divestasi sebesar 1,7 miliar dolar AS yang diajukan PT Freeport Indonesia, terlalu mahal.
"Saya perkirakan harga saham divestasi Freeport itu hanya 40 persen dari harga penawaran atau 680 juta dolar yang setara Rp9,6 triliun dengan kurs Rp14.000 per dolar," katanya di Jakarta, Jumat (15/1/2016).
Menurut dia, nilai saham Rp9,6 triliun itu sudah sepadan dengan keterpurukan saham perusahaan induknya Freeport McMoRan yang kini turun hingga 3,2 dolar AS per saham.
Ia juga mengatakan, harga 1,7 miliar dolar atau setara Rp23 triliun itu terlalu berat kalau dibebankan ke APBN atau BUMN.
Apalagi, lanjutnya, kontrak pengelolaan tambang Freeport di Papua akan habis dalam waktu dekat yakni 2021.
"Jadi, tawaran Freeport sebesar 1,7 miliar dolar itu 'over valuation' alias kemahalan," ujarnya.
Di sisi lain, Fahmy menyarankan, pemerintah mesti mempertimbangkan untuk mengambil alih saja pengelolaan tambang Freeport pascahabis kontrak pada 2021.
"Kalau pemerintah memutuskan untuk mengambil alih Freeport pada 2021, maka berapapun harga saham divestasi yang ditawarkan, pemerintah atau BUMN tidak perlu membelinya," ucapnya.
Menurut dia, pemerintah bisa menggunakan skema pengambilalihan Blok Mahakam untuk kelanjutan pengelolaan Freeport pasca-2021 tersebut.
"Jadi, ditunggu saja sampai 2021 dan selanjutnya tambang Freeport di Papua dikelola BUMN secara mandiri. Dengan demikian, Indonesia tidak perlu keluar uang sepeserpun," imbuhnya.
Pemerintah sudah menerima penawaran 10,64 persen saham divestasi Freeport senilai 1,7 miliar dolar AS. Harga tersebut berdasarkan valuasi total nilai perusahaan tambang asal AS tersebut sebesar 16,2 miliar dolar.
Pemerintah mempunyai waktu selama 60 hari atau hingga maksimal pertengahan Maret 2016 untuk menerima atau tidak penawaran harga saham divestasi Freeport tersebut. (Antara)
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Jelang Akhir Tahun Realisasi Penyaluran KUR Tembus Rp240 Triliun
-
Jabar Incar PDRB Rp4.000 Triliun dan Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
-
BRI Insurance Bidik Potensi Pasar yang Belum Tersentuh Asuransi
-
Cara SIG Lindungi Infrastruktur Vital Perusahaan dari Serangan Hacker
-
Dukung Implementasi SEOJK No. 7/SEOJK.05/2025, AdMedika Perkuat Peran Dewan Penasihat Medis
-
Fakta-fakta RPP Demutualisasi BEI yang Disiapkan Kemenkeu
-
Rincian Pajak UMKM dan Penghapusan Batas Waktu Tarif 0,5 Persen
-
Tips Efisiensi Bisnis dengan Switchgear Digital, Tekan OPEX Hingga 30 Persen
-
Indef: Pedagang Thrifting Informal, Lebih Bahaya Kalau Industri Tekstil yang Formal Hancur
-
Permata Bank Targetkan Raup Rp 100 Miliar dari GJAW 2025