Suara.com - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menganggap kebijakan diskriminatif pemerintah Prancis tidak akan berdampak besar bagi industri sawit nasional. Sebab Prancis memang bukan negara tujuan ekspor terbesar bagi komoditi kelapa sawit dari Indonesia.
"Prancis hanya mengonsumsi 1.000 ton sawit dalam setahun. Jadi sangat kecil dibanding negara Eropa yang lain," kata Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono saat dihubungi Suara.com, Kamis (24/3/2016).
Walau dampaknya kecil, Joko menilai kebijakan Prancis sangat diskriminatif. Ia melihat ada diskriminasi perdagangan antara sawit dan non sawit yang diterapkan Pemerintah Prancis. "Tarif pajak terbaru yang diterapkan Prancis sama dengan yang dikenakan pada Olive Oil dan Rapeseed. Padahal keduanya dikenakan tanpa dilabeli non sustainable," ujar Joko.
Sebagaimana diketahui, Parlemen Perancis menyetujui pengenaan pajak tambahan atas minyak sawit yang digunakan dalam makanan mulai tahun 2017 mendatang. Tambahan pungutan tersebut bertujuan untuk merefleksikan potensi kerusakan lingkungan oleh perkebunan kelapa sawit dan pajak yang disepakati adalah sebesar 90 Euro atau 102 dolar AS per ton.
Bahkan sebelumnya, pada Undang-Undang Keanekaragaman Hayati yang akan berlaku di awal 2017 tersebut, pemerintah Perancis akan mengenakan pajak atas minyak kelapa sawit dan turunannya sebesar 300 Euro per ton pada 2017. Selanjutnya, pajak tersebut naik menjadi 500 Euro per ton pada 2018, meningkat kembali menjadi 700 Euro per ton pada 2019, dan menjadi 900 Euro per ton pada 2020.
Langkah Perancis tersebut sudah mendapatkan protes dari Indonesia selaku produsen terbesar untuk kelapa sawit. Pemerintah menyatakan bahwa pajak minyak kelapa sawit yang diatur dalam Amandemen No.367 dan diadopsi oleh Majelis Tinggi Legislatif Perancis dianggap melanggar prinsip-prinsip World Trade Organization (WTO) dan General Agreement on Tariff and Trade (GATT) Tahun 1994.
Pajak minyak kelapa sawit yang diatur dalam Amandemen No.367 dan diadopsi oleh Majelis Tinggi Legislatif Perancis pada 21 Januari 2016 tersebut, ditengarai akan melanggar prinsip perlakuan nasional dan nondiskriminasi WTO dan GATT Tahun 1994.
Berita Terkait
-
Dari Duren Sawit ke Padalarang: Polda Metro Ungkap Penyelundupan Pakaian Bekas Impor 207 Ballpress!
-
Prancis Jadi Negara Eropa Kedua yang Lolos ke Piala Dunia 2026
-
Legenda Basket Tony Parker Turun Tangan, Latih Prancis di Piala Dunia FIBA U-17 2026
-
Joko Anwar Jadi Tamu Spesial di Festival Sinema Prancis 2025
-
Jejak di Festival Cannes Jadi Kunci, Marissa Anita Didapuk Sebagai Duta Festival Sinema Prancis
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
Terkini
-
Daftar Saham Cum Dividen Mulai Hari Ini Hingga Kamis: Jadwal dan Nominal
-
Neo Pinjam: Bunga, Biaya Admin, Syarat, Tenor, Kelebihan dan Kekurangan
-
Sertifikat Tanah Ganda Paling Banyak Keluaran 1961 Hingga 1997, Apa Solusinya?
-
Optimalkan Nilai Tambah dan Manfaat, MIND ID Perkuat Tata Kelola Produksi serta Penjualan
-
Kasus Sertifikat Tanah Ganda Merajalela, Menteri Nusron Ungkap Penyebabnya
-
3 Altcoin Diprediksi Bakal Meroket Pasca Penguatan Harga Bitcoin US$ 105.000
-
MEDC Mau Ekspor Listrik ke Singapura
-
BRI Peduli Salurkan 637 Ambulans Lewat Program TJSL
-
Tidak Semua Honorer, Hanya Tiga Kriteria Ini Berhak Diangkat Jadi PPPK Paruh Waktu
-
Prediksi Harga Emas Pekan Depan: Was-was RUU Trump, Emas Lokal Bakal Ikut Melemah?