Setelah delapan tahun sejak krisis keuangan dunia yang dimulai di Amerika Serikat, koperasi dianggap sebagai titik terang dalam mengatasi kondisi ekonomi yang stagnan, penurunan upah riil, meningkatnya ketidaksetaraan, penghematan publik yang berlebih lebihan dan kerusakan sosial dan lingkungan. 
Lebih dari satu miliar orang di dunia sekarang terlibat sebagai anggotakoperasi, dimana produsen, konsumen dan berbagai pihak dalam berbagai kombinasi adalah pemilik dan penerima manfaat utama dari pembagian kue ekonomi. "Sejak 2008, bahkan menurut laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO), keuangan koperasi dan perusahaan mutual lainya mengungguli bank-bank konvensional dalam hampir setiap ukuran," kata  Ketua Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Koperasi (LePPeK) Suroto dalam keterangan resmi, Senin (1/8/2016).
Dukungan politik bagi koperasi bersamaan meningkat, dari pimpinan Vatikan Paus Fransiskus Xaverius  sampai denganSekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Banyak ekonom dan tokoh dunia lainya yang menyebut, inilah saatnya satu perubahan dimulai, bagaimana setiap orang dapat mengendalikan pasar melalui kepemilikkan perusahaan secara kolektif melalui koperasi, perusahaan mutual, maupun dengan model kepemilikkan saham perusahaan oleh buruh (employee share ownership plan-ESOP). 
Krisis telah mendorong kearah transisiperusahaan yang  sebelumnya kapitalis menjadi usaha demokratis di berbagai negara seperti Argentina, Yunani, Italia dan Amerika Serikat. Orang-orang juga mulai terbelalak dengan ketahanan koperasi yang dikembangkan di Basque,Spanyol dan Italia Emilia Romagna, serta contoh yang kurang  terkenal di Venezuela, Quebec serta utamanya daerah lain yang terkena dampak krisis ekonomi.
"Dunia mulai berubah kearah perbuatan, bukan argumen. Mereka telah menunjukkan bahwa produksi dalam skala besar dan sesuai dengan ilmu pengetahuan modern dapat dilakukan tanpa kelas ahli, tapi kelas tukang. Hasilnya, sarana kerja tidak perlu dimonopoli sebagai sarana kelas atas,orang tidak perlu bekerja seperti budak di tempat-tempat kerja. Orang-orang mulai percaya bahwa cara koperasi dapat menjadi solusi bagi sistem kapitalisme yang ekploitatif dan selalu mengancam kehidupan orang orang kecil dalam krisis," jelas Suroto.
Masalah Fundamental Koperasi
Dalam setiap rezim di republik ini, koperasi selalu didengungkan sebagai soko guru ekonomi. Semua terdengar indah walaupun realitasnya sungguh jauh dari harapan. Dari sejak jaman Indonesia merdeka, koperasi kita secara agregat tidak menunjukkan perubahan yang signifikan, bahkan mengalami banyak kemunduran secara konsepsional. 
Pada awal Indonesia merdeka, kontribusi koperasi terhadap perekonomian kita hanya 1,5 persen (Hatta, 1951). Hingga sampai akhir tahun 2014, kontribusi koperasi kita hanya 1,7 persen atau sekitar Rp187 triliun dari Produk Domestik Bruto(PDB) kita yang sebesar Rp10.377 triliun. 
Sementara jumlah koperasi berbadan hukum kita hingga akhir tahun 2014 berjumlah 209.355. Dimana berarti hampir rata-rata ada 3 koperasi formal di setiap desa yang diklaim beranggotakan lebih dari 36 juta orang. 
"Kita jadi pemilik koperasi terbanyak di dunia, tapi tidak dalam semngat perkoperasianya. Dalam percaturan bisnis, koperasi terlewat dari lintas bisnis modern dan hanya jadi bagian dari sub-ordinat bisnis lainya. Koperasi berada dalam masalah yang fundamental, baik masalah paradigmatik, regulasi maupun kebijakan. Jangankan jadi soko guru, jadi soko pinggiranpun tidak," jelas Suroto.
Secara paradigmatik cara berkoperasi kita dipahami secara salah.  Koperasi dianggap sebagai sebuah bisnis yang tidak ada bedanya dengan usaha lainya, yaitu sebagai asosiasi berbasis modal (capital-based association). Koperasi gagal dipahami sebagai organisasi berbasis orang (people-based association) yang tidak bebas nilai.
Dalam praktek, karena begitu dominannya usaha koperasi di sektor simpan pinjam, maka koperasi itu juga dipahami hanya sebagai usaha yang pantas digerakkan di sektor ini.  Koperasi yang secara natural berfungsi untuk penuhi kebutuhan domestik pangan dan enerji justru gagal. 
Jenis koperasi pekerja (worker co-operative) yang harusnya menjadi inti dari pergerakan koperasi di sektor riel tidak berkembang sama sekali. Apalagi jenis koperasi baru yang berparadigma multipihak (multistakeholder) yang sekarang mulai banyak berkembang pesat.   
Bahkan muncul kesan, koperasi itu tak lebih dari usaha simpan-pinjam, bisnis kecil-kecilan dan hidupnya tergantung dari program pembinaan pemerintah. Koperasi bahkan tidak lagi dianggap penting sebagai bagian dari ilmu pengetahuan yang perlu diajarkan. Faktanya koperasi sebagai mata pelajaran di sekolah dan perkuliahan di kampus telah banyak dihapus. 
"Koperasi citranya juga terus dibiarkan dirusak di lapangan oleh praktek rentenir berbaju koperasi. Hingga pada akhirnya, masyarakat sebagianya mengenal koperasi itu sebagai kegiatan yang tak ada bedanya dengan rentenir dan bahkan secara serampangan sering dibilang usaha yang berbau riba," tutup Suroto.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
 - 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
 - 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
 - 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
 - 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
 
Pilihan
- 
            
              Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
 - 
            
              Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
 - 
            
              Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
 - 
            
              Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
 - 
            
              Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
 
Terkini
- 
            
              Bertemu Wapres Gibran, Komite Otsus Papua Minta Tambahan Anggaran Hingga Dana BLT Langsung ke Rakyat
 - 
            
              Sambut Bryan Adams Live in Jakarta 2026, BRI Sediakan Tiket Eksklusif Lewat BRImo
 - 
            
              Proyek Waste to Energy Jangan Hanya Akal-akalan dan Timbulkan Masalah Baru
 - 
            
              Geger Fraud Rp30 Miliar di Maybank Hingga Nasabah Meninggal Dunia, OJK: Kejadian Serius!
 - 
            
              Laba PT Timah Anjlok 33 Persen di Kuartal III 2025
 - 
            
              Kala Purbaya Ingin Rakyat Kaya
 - 
            
              Didesak Pensiun, Ini Daftar 20 PLTU Paling Berbahaya di Indonesia
 - 
            
              IHSG Berakhir Merosot Dipicu Aksi Jual Bersih Asing
 - 
            
              Riset: Penundaan Suntik Mati PLTU Justru Bahayakan 156 Ribu Jiwa dan Rugikan Negara Rp 1,822 T
 - 
            
              Rupiah Terkapar Lemah di Penutupan Hari Ini ke Level Rp 16.700 per USD