Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengungkapkan inflasi sepanjang 2016 akan berada di 3,2 persen (year on year/yoy), atau lebih rendah dibanding 2015 yang sebesar 3,35 persen.
Berbicara di depan para kepala daerah dalam forum di Batam, Kepulauan Riau, Jumat (12/8/2016), Agus mengatakan capaian inflasi rendah pada tahun ini akan semakin menjaga stabilitas ekonomi dan mencerminkan kondisi fundamental ekonomi yang semakin baik, setelah pada 2013 inflasi melonjak hingga 8,3 persen (yoy).
"Pada 2013, (inflasi) banyak menggerus penghasilan. Pada 2015 inflasi semakin baik, di 2016 kita perkirakan 3,2 persen," katanya dalam forum diskusi Reformulasi Strategi Kebijakan Pengembangan Wilayah Batam dan sekitarnya.
Agus mengatakan proyeksi inflasi tahun ini di 3,2 persen merupakan batas bawah dari arah inflasi yang dijaga BI di empat persen plus minus satu persen.
"Kami berharap, di sisa waktu 2016, inflasi akan semakin terjaga, dan stabil," kata dia.
Agus belum menjabarkan faktor pendukung yang bisa menjaga inflasi di level rendah di 3,2 persen. Namun, dari beberapa kesempatan sebelumnya, Agus mengungkapkan tekanan inflasi ke depan lebih banyak bersumber dari inflasi pangan, sementara inflasi dari kelompok barang yang diatur pemerintah (administered prices) sudah dapat dikendalikan.
Momentum derasnya tekanan inflasi pada sisa tahun ini juga diperkirakan hanya berasal dari musim kemarau basah La Nina, dan musim liburan serta perayaaan Natal pada akhir tahun.
Inflasi merupakan salah satu indikator makro ekonomi yang dijaga Bank Sentral untuk mempertahankan stabilitas perekonomian. Indikator lainnya seperti neraca transaksi berjalan pada tahun ini menurut Agus masih dalam rentang aman yakni 20 miliar dolar AS atau 2,2 persen dari Produk Domestik Bruto.
Sementara, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional akan berada di 5--5,4 persen (yoy).
Inflasi juga menjadi refrensi BI untuk menentukan arah kebijakan moneter, yang pada tahun ini telah melonggar secara terukur, dengan pemotongan bunga acuan sebesar 100 basis poin hingga Juli 2016.
Bank Sentral mulai aktif menggunakan instrumen moneternya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, setelah laju inflasi semakin terjaga dan diperkirakan tidak akan menjadi hambatan stabilitas ekonomi di sisa tahun.
"Inflasi tidak lagi menjadi isu (masalah) tahun ini," kata Direktur Eksekutif Kebijakan Moneter dan Ekonomi BI Juda Agung beberapa waktu lalu. (Antara)
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 5 Mobil Bekas yang Perawatannya Mahal, Ada SUV dan MPV
- 5 Perbedaan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang Sering Dianggap Sama
- 5 Mobil SUV Bekas Terbaik di Bawah Rp 100 Juta, Keluarga Nyaman Pergi Jauh
- 13 Promo Makanan Spesial Hari Natal 2025, Banyak Diskon dan Paket Hemat
Pilihan
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga
Terkini
-
La Suntu Tastio, UMKM Binaan BRI yang Angkat Tradisi Lewat Produk Tas Tenun
-
Harga Emas Kompak Meroket: Galeri24 dan UBS di Pegadaian Naik Signifikan!
-
Pabrik Chip Semikonduktor TSMC Ikut Terdampak Gempa Magnitudo 7 di Taiwan
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Tahun 2025, Update Terbaru OJK Desember
-
Daftar Bank yang Tutup dan 'Bangkrut' Selama Tahun 2025
-
Pemerintah Kucurkan Bantuan Bencana Sumatra: Korban Banjir Terima Rp8 Juta hingga Hunian Sementara
-
Apa Itu MADAS? Ormas Madura Viral Pasca Kasus Usir Lansia di Surabaya
-
Investasi Semakin Mudah, BRI Hadirkan Fitur Reksa Dana di Super Apps BRImo
-
IPO SUPA Sukses Besar, Grup Emtek Mau Apa Lagi?
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur