Secara umum, kondisi makroekonomi Indonesia mengalami perbaikan. Selain kondisi defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit / CAD) CAD yang diprediksi berada di level 2,1 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di akhir 2016, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga diprediksi berada di kisaran 5,1 persen pada 2016, relatif lebih tinggi daripada prediksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi dunia yang hanya di kisaran 3 persen pada 2016.
Selanjutnya, tren inflasi menunjukkan penurunan (baik dari sisi headline CPI ataupun core CPI). Kinerja makroekonomi yang positif ini menunjukkan efektivitas program ekonomi berbagai pihak. Pemerintah dengan berbagai paket kebijakan selama 2016 untuk mendorong iklim usaha, ekspor, dan produktivitas sektor riil; serta peran BI dalam stabilisasi nilai tukar dan inflasi, telah menunjukkan efektivitasnya.
"Namun demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih didominasi oleh konsumsi domestik yang berkontribusi pada kisaran 56 persen dari total PDB. Struktur ini perlu berubah dalam jangka panjang, dengan mendorong investasi domestik yang saat ini hanya berada di kisaran 32 persen terhadap PDB pada 2016," kata Dr. Wahyoe Soedarmono, Ekonom, sekaligus Ketua Program Studi Manajemen Fakultas Bisnis, Sampoerna University, dalam keterangan tertulis, Selasa (6/12/2016).
Jika pemerintah ingin mencapai pertumbuhan 7 persen di tahun 2019, maka kebijakan makroekonomi di 2017 perlu mengkombinasikan tiga cara berikut:
(1) Meningkatkan produktivitas. Jika rasio investasi terhadap PDB saat ini adalah 32 persen, dan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen, maka untuk menumbuhkan ekonomi sebesar 7 persen akan memerlukan investasi sebesar 44 persen terhadap PDB sampai dengan 2019. Padahal, rasio tabungan nasional hanya 33 persen terhadap PDB, dimana angka ini tidak dapat mencukupi kebutuhan investasi (44 persen) untuk menumbuhan PDB sebesar 7 persen tersebut. Produktivitas yang tinggi akan memungkinkan kebutuhan investasi untuk menumbuhkan ekonomi sebesar 7 persen, dapat dibiayai oleh tingkat tabungan nasional yang terbatas. Pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi akibat meningkatnya investasi tidak akan berdampak pada peningkatan defisit neraca transaksi berjalan yang dapat menimbulkan instabilitas makroekonomi.
(2) Meningkatkan proporsi tabungan nasional terhadap PDB, yang saat ini hanya berada di kisaran 33 persen, menuju angka 44 persen hingga 2019. Dengan cara ini, kebutuhan investasi terhadap PDB (44 persen) dalam rangka mencapai target pertumbuhan ekonomi 7 persen dapat dibiayai sepenuhnya oleh tabungan nasional. Strategi ini setidaknya dapat dilakukan dalam dua cara. Pertama, program amesti pajak yang terprogram dengan baik. Kedua, program-program inklusi keuangan untuk memperluas akses keuangan bagi masyarakat Indonesia, khususnya untuk meningkatkan tabungan formal di perbankan dan lembaga keuangan lainnya, maupun tabungan dalam bentuk lain dalam sistem finansial. Peningkatan inklusi keuangan merupakan salah satu agenda penting setidaknya dalam satu dekade ke depan, agar Indonesia dapat terhindar dari perangkap negara pendapatan menengah (middle-income trap).
(3) Selain meningkatkan komponen investasi, ruang ekspansi fiskal melalui peningkatan belanja oleh pemerintah masih terbuka, karena posisi CAD yang relatif rendah. Namun, pemerintah perlu selektif dapat memilih sektor-sektor strategis untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sektor-sektor yang perlu mendapatan prioritas belanja pemerintah di antaranya adalah pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Selain itu, usaha-usaha untuk meningkatkan iklim bisnis yang kondusif, baik melalui deregulasi maupun penguatan kualitas birokrasi dan aspek tata kelola institusional, masih diperlukan.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Disisi lain, secara umum, ASEAN perlu memperkuat hubungan kerjasama perdagangan antaranggotanya, serta dengan Jepang, Korea, dan Cina. Harmonisasi peraturan perdagangan, termasuk standarisasi kualitas produk-produk Indonesia, perlu ditingkatkan agar diterima di ASEAN. Selain kerjasama perdagangan, pemerintah Indonesia perlu mengambil peran strategis/ekspansi fiskal untuk mendorong kualitas SDM agar kompetitif di ASEAN.
Baca Juga: PascaTrump Terpilih, Modal Asing Keluar dari RI Rp16 Triliun
"Namun demikian, strategi-strategi terkait pemanfaatan MEA cenderung bersifat jangka panjang, dan dampak MEA sendiri memang cenderung relatif terbatas bagi perbaikan perekonomian Indonesia setidaknya hingga 2017," tutup Wahyoe.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
Pilihan
-
Here We Go! Jelang Lawan Timnas Indonesia: Arab Saudi Krisis, Irak Limbung
-
Berharap Pada Indra Sjafri: Modal Rekor 59% Kemenangan di Ajang Internasional
-
Penyumbang 30 Juta Ton Emisi Karbon, Bisakah Sepak Bola Jadi Penyelamat Bumi?
-
Muncul Tudingan Ada 'Agen' Dibalik Pertemuan Jokowi dengan Abu Bakar Ba'asyir, Siapa Dia?
-
BBM RI Dituding Mahal Dibandingkan Malaysia, Menkeu Purbaya Bongkar Harga Jual Pertamina
Terkini
-
Hana Bank Optimistis Laba Tumbuh di atas 15 Persen Tahun Ini
-
BCA Syariah Wujudkan Harmoni Digitalisasi dengan Nilai Luhur Spiritual
-
Mayoritas Terus Merugi, Belasan BUMN Asuransi Akan Dipangkas dan Disisakan 3 Saja
-
Hana Bank Mulai Serius Garap UMKM
-
Perlindungan Dana Nasabah di Rekening Dormant
-
Janji Pangkas Waktu Pembayaran Kompensasi ke BUMN, Purbaya: Jangan Rugi Terus!
-
Purbaya Sidak Bank Himbara Secara Acak, Ini 2 Hal yang Dicari
-
DPR Cecar Menkeu Purbaya, Diminta Jangan Cepat Percaya Laporan Anak Buah
-
Diisukan Renggang dengan Deddy Corbuzier, Sabrina Chairunnisa Punya Deretan Bisnis Sukses
-
Nilai Tukar Rupiah Menguat pada Penutupan Perdagangan Selasa