PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) mendapatkan fasilitas kredit Rp6 triliun dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Fasilitas kredit ini akan dimanfaatkan untuk pengembangan dan pengelolaan perkebunan kelapa sawit.
"Dukungan BNI ini merupakan bentuk kepercayaan yang sangat berarti sekali buat PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. Ini menjadikan kami semakin optimis dalam mengembangkan bisnis," kata Direktur Keuangan SSMS Nicholas Justin Whittle dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (15/1/2017).
Bidang kerja sama lain dalam kesepakatan ini adalah penyimpanan dan pengelolaan dana dalam bentuk produk perbankan yang disiapkan BNI, penggunaan fasilitas Integrated Cash Management antara lain BNI Direct hingga BNI e-tax, serta layanan corporate card dan individual card.
Whittle menjelaskan perjanjian kerja sama kredit ini menjadi salah satu pendukung rencana manajemen SSMS pada 2017 untuk memantapkan komitmen dalam pengembangan usaha perkebunan.
Emiten perkebunan sawit yang sedang membentangkan lahan bisnis di Kalimantan Tengah ini juga konsisten untuk membidik berbagai peluang pengembangan luas areal tanam serta membangun lebih banyak pabrik kelapa sawit.
Direktur Utama SSMS, Vallauthan Subraminam menambahkan perseroan ingin terus menambah luas lahan perkebunan sawit dari seluruh areal lahan yang saat ini hampir mencapai 100.000 hektar.
"Kami akan terus mencari peluang untuk meningkatkan dan mengembangkan area cadangan lahan dan area tertanam," kata Vallauthan.
Ia menambahkan sebagian besar tanaman kelapa sawit yang dimiliki perseroan akan memasuki tahun puncak produksi.
"Kami selalu optimis bahwa profil tanaman yang kami miliki akan mendukung peningkatan produksi TBS untuk beberapa tahun ke depan," ujarnya.
Vallauthan mengharapkan perseroan bisa membangun dua pabrik kelapa sawit (PKS) di Kalimantan Tengah pada 2017 dan akan melanjutkan berbagai rencana penanaman baru di atas lahan yang telah dimiliki.
Untuk itu, SSMS telah menyiapkan belanja modal sebesar Rp350 miliar yang akan digunakan untuk mewujudkan rencana penanaman baru dan pengembangan infrastruktur pabrik kelapa sawit.
Dalam tiga tahun mendatang, perseroan juga telah memantapkan rencana pengembangan lahan kebun seluas 13.000 hingga 15.000 hektar.
"Biayanya sekitar 6000 dolar AS per hektar. Itu merupakan 'cost of maturity'," kata Vallauthan.
Ia menambahkan bahwa akuisisi tersebut akan dilakukan sepanjang memenuhi kondisi yang baik, mulai dari aspek lingkungan, kualitas, dan perizinan.
Saat ini, perseroan telah menargetkan peningkatan produktivitas hingga mencapai rata-rata 22 ton per hektar atau naik sekitar dua ton per hektar dibanding tahun 2016 lalu.
"Yang jelas, penambahan lahan terus dilakukan, tentunya dengan target peningkatan produktivitas. Sebab, usia tanam kita beda-beda. Tanaman sawit 2006 sampai 2016 masih ditanam. Tapi ada dua kebun kita sekarang yang sudah mencapai 28-30 ton per hektar," ujar Vallauthan.
Vallauthan juga optimistis kinerja perseroan makin membaik seiring dengan perbaikan harga minyak sawit mentah (CPO) yang terus membaik di tingkat global.
"Fundamental bisnis kami sudah kokoh. Karena itu, kami sangat optimis, ke depan nanti SSMS akan berkembang menjadi salah satu perusahaan perkebunan sawit yang akan sangat diperhitungkan," ungkap Vallauthan.
Menurut dia, harga CPO hampir pasti berada pada kisaran yang positif, apalagi terdapat peningkatan permintaan dari negara-negara di kawasan Asia, khususnya Tiongkok dan India, terutama untuk industri oleokimia dan biodiesel.
Perseroan saat ini mengoperasikan enam unit pabrik kelapa sawit, masing-masing di daerah Sulung, Natai Raya, Suayap, Selangkun, Malata dan Nanga Kiu yang rata-rata memiliki kapasitas produksi minyak sawit mentah 1.800 metrik ton per hari, dengan utilisasi tak kurang dari 60 persen.
Luas lahan sawit milik SSMS di Kalimantan Tengah per September 2016 tercatat mencapai 95.770 hektar dengan lahan tertanam mencapai 68.479 hektar.
Perkebunan kelapa sawit merupakan subsektor pertanian yang prospektif, apalagi Indonesia dan Malaysia berkontribusi sebanyak 86 persen dari pasokan seluruh minyak sawit dunia.
Permintaan terhadap minyak sawit berpotensi meningkat karena CPO digunakan sebagai bahan baku biodiesel. Kewajiban untuk konversi minyak fosil ke minyak nabati di AS, Afrika dan Indonesia juga akan meningkatkan permintaan CPO. Selain itu, kelapa sawit juga merupakan produk paling efisien dan produktif dibanding minyak nabati lainnya. (Antara)
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
Pilihan
-
Dokter Lulusan Filsafat yang 'Semprot' DPR Soal Makan Gratis: Siapa Sih dr. Tan Shot Yen?
-
Gile Lo Dro! Pemain Keturunan Filipina Debut Bersama Barcelona di LaLiga
-
BCA Mobile 'Tumbang' di Momen Gajian, Netizen Mengeluh Terlantar Hingga Gagal Bayar Bensin!
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
Terkini
-
Waskita Karya Jual Saham Anak Usaha di Sektor Energi Senilai Rp179 Miliar
-
Industri Keuangan Syariah Indonesia Masih Tertinggal dari Malaysia
-
Petani Hingga Buruh Lega Menkeu Purbaya Tak Naikkan Cukai Rokok
-
Emas Antam Terbang Tinggi, Harga Per Gram Sentuh Rp 2.198.000
-
Mandiri Peduli Sekolah Tingkatkan Sarana Belajar Layak bagi Siswa di Wilayah Jabodetabek
-
IHSG Menguat Senin Pagi, Tapi Diproyeksikan Anjlok
-
BCA Mobile dan Blu Error Pada Senin Pagi, Ini Aduan Resmi dan Whatsapp CS BCA
-
Asuransi Bukan Sekadar Perlindungan, Tapi Investasi Kesehatan
-
Sepekan Kemarin Asing Bawa Kabur Dananya Rp 2,71 Triliun dari RI, Gara-Gara Ketidakpastian Global
-
BCA Mobile 'Tumbang' di Momen Gajian, Netizen Mengeluh Terlantar Hingga Gagal Bayar Bensin!