Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Praswoto, mengatakan bahwa data pengampunan pajak yang dilakukan Kementerian Keuangan telah mengkonfirmasi bahwa jenis harta yang terbanyak dideklarasikan adalah aset keuangan.
"Jumlahnya sebesar Rp2.900 triliun atau 56 persen dari total deklarasi harta, dan sekitar Rp 2.100 triliun berada di dalam negeri," kata Yustinus dalam keterangan resmi, Minggu (21/5/2017).
Hal ini menunjukkan bahwa Ditjen Pajak bahkan kesulitan untuk menjangkau data wajib pajak di dalam negeri. Fakta ini tentu saja menjawab problem mendasar stagnasi rasio pajak yaitu terbatasnya akses terhadap data keuangan/perbankan. Dalam konteks efektivitas pemungutan pajak, kuncinya adalah mengawinkan “siapa (identitas) melakukan apa (aktivitas).
"Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan menjadi pintu pembuka, sehingga pekerjaan rumah berikutnya adalah integrasi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ke Nomor Induk Kependudukan (NIK)," ujar Yustinus.
Perppu ini mengatur kewenangan Ditjen Pajak mendapatkan akses untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan (kebutuhan domestik) dan pelaksanaan perjanjian internasional di bidang perpajakan. Lembaga jasa keuangan meliputi perbankan, pasar modal, perasuransian, lembaga jasa keuangan/entitas lain yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan secara berkala wajib menyampaikan laporan yang berisi identitas pemegang rekening keuangan, nomor rekening keuangan, identitas lembaga jasa keuangan, saldo atau nilai rekening keuangan, dan penghasilan yang terkait dengan rekening keuangan.
Kewenangan yang besar untuk mengakses data (transparansi) harus diimbangi dengan akuntabilitas, yaitu klausul “confidentiality and data safeguard” yang menjamin perlindungan data nasabah/wajib pajak dari penyalahgunaan di luar kepentingan perpajakan (fishing expedition).
"Untuk itu perlu jaminan bahwa klausul ini akan dimaksukkan dalam revisi UU KUP dan UU Perbankan (regulasi), pengembangan sistem teknologi informasi termasuk SOP dan pengawasan internal yang ketat, dan sanksi yang berat bagi pejabat/pegawai yang melakukan pelanggaran," tutup Yustinus.
Berita Terkait
Terpopuler
- Ameena Akhirnya Pindah Sekolah Gegara Aurel Hermanyah Dibentak Satpam
- Dana Operasional Gubernur Jabar Rp28,8 Miliar Jadi Sorotan
- Kopi & Matcha: Gaya Hidup Modern dengan Sentuhan Promo Spesial
- Breaking News! Keponakan Prabowo Ajukan Pengunduran Diri Sebagai Anggota DPR RI Gerindra, Ada Apa?
- Prabowo Incar Budi Gunawan Sejak Lama? Analis Ungkap Manuver Politik di Balik Reshuffle Kabinet
Pilihan
-
Foto AI Tak Senonoh Punggawa Timnas Indonesia Bikin Gerah: Fans Kreatif Atau Pelecehan Digital?
-
Derby Manchester Dalam 3 Menit: Sejarah, Drama, dan Persaingan Abadi di Premier League
-
Disamperin Mas Wapres Gibran, Korban Banjir Bali Ngeluh Banyak Drainase Ditutup Bekas Proyek
-
Ratapan Nikita Mirzani Nginep di Hotel Prodeo: Implan Pecah Sampai Saraf Leher Geser
-
Emil Audero Jadi Tembok Kokoh Indonesia, Media Italia Sanjung Setinggi Langit
Terkini
-
Pertamina Mau Gabung 3 Anak Usaha, DPR: Sesuai Keinginan Danantara
-
Rusun Jadi Fokus Solusi Pemukiman yang Semakin Mahal di Jakarta
-
Tidak Gratis, Pindahkan Rp 200 Triliun ke 5 Bank Menkeu Purbaya Minta Bunga Segini!
-
BNI Sambut Penempatan Dana Pemerintah, Tapi Minta Beberapa Penjelasan
-
5 Perumahan di Bekasi Utara Cocok untuk Milenial, Harga Mulai Rp 300 Jutaan
-
Rp 70 Miliar Milik Nasabah Hilang Karena Dibobol? Ini Kata BCA
-
Pengamat: Reshuffle Prabowo Lebih Bernuansa Politis Ketimbang Respons Tuntutan Publik
-
Kisah Harjo Sutanto: Orang Terkaya Tertua, Pendiri Wings Group
-
Syarat Impor iPhone 17 Dibongkar Mendag, Apple Harus Lakukan Ini Dulu
-
Setelah Sawit, BPDP Sasar Hilirisasi Kelapa dan Kakao