Suara.com - Kalangan pengusaha yang tergabung Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) membeberkan alasan yang ngotot menginginkan Undang-undang (UU) Cipta Kerja.
Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani menerangkan, sebelum adanya UU Cipta Kerja, para pengusaha dan Kemenaker memang menginginkan ada perubahan pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan alias UUK.
Bahkan, lanjutnya, telah ada usulan-usulan dalam pertemua tripartit antara pemerintah, serikat buruh, dan pengusaha. Namun, kesepakatan itu tak berjalan lancar.
Sehingga, pasa periode kedua Presiden Joko Widodo muncullah ide omnibus law yang mana terdapat 11 klaster yang diatur.
"Karena memang dalam kurun waktu 17 tahun, UUK terjadi penyusutan siginifikan dalam penyerapan tenaga kerja, berbanding terbalik dengan pertumbuhan tenaga kerja baru yang setiap tahun tumbuh lebih dari 2 juta orang per tahun, hal ini yang pemerintah lihat secara realistis bahwa, harus dicari penyebabnya apa bahwa penyerapaan tidak sesuai dengan harapan," ujar Hariyadi dalam sebuah diskusi secara virtual, Jumat (9/10/2020).
Hariyadi menuturkan, dari sisi investasi yang dicatat di BKPM juga belakangan ini bukan untuk membuka lapangan kerja, tapi lebih ke padat modal.
Sehingga, bilang dia, hal ini yang membuat banyak tenaga kerja yang tak terserap.
Dengan UU Cipta Kerja ini, Hariyadi berharap bisa menciptakan lapangan pekerjaan yang berkualitas.
"Nah inilah yang jadi keprihatinan kita, dan juga tenaga kerja kita teryata 57 persen adalah tamatan SMP ke bawah, kita harapkan lapangan kerja yang muncul adalah lapangan kerja berkualitas, tentunya masukan dunia usaha diperhitungkan," Ucap dia.
Baca Juga: Jokowi: Demonstrasi UU Cipta Kerja Disebabkan Disinformasi di Media Sosial
Hariyadi menyatakan, UU Cipta Kerja ini juga menjawab keluhan para pengusaha yang mana tenaga kerja Indonesia termasuk mahal.
Hal itu lah, tambahnya, yang membuat pengusaha enggan membuka lapangan pekerjaan baru.
"Jadi perhatian kita semua yaitu adalah tingginya biaya tenaga kerja yang tak diimbangi dengan produktivitas yang tidak memadai. Sehingga ini yang membuat keluhan hampir dari pelaku usaha mereka tak mungkin melakukan pembukaan lapangan kerja," tukas dia.
Berita Terkait
-
Jokowi: Demonstrasi UU Cipta Kerja Disebabkan Disinformasi di Media Sosial
-
Pemprov DKI Kemungkinan Tes Corona Massal di Kampus & Sekolah Peserta Aksi
-
Sayangkan Pelajar Ikut Aksi, Wagub DKI: Demo Urusan Buruh dan Mahasiswa
-
Pangdam Jaya Luruskan Video Viral TNI Beri Tameng ke Massa Aksi UU Ciptaker
-
Dinkes Kota Bogor Antisipasi Munculnya Klaster Demo Tolak UU Cipta Kerja
Terpopuler
- Operasi Zebra 2025 di Sumut Dimulai Besok, Ini Daftar Pelanggaran yang Disasar
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Mobil Keluarga Bekas Paling Dicari 2025, Murah dengan Performa Mumpuni
- 5 Mobil Sedan Bekas Pajak Murah dan Irit BBM untuk Mahasiswa
- 5 Rekomendasi Smartwatch Selain Apple yang Bisa QRIS MyBCA
Pilihan
-
Aksi Jatuh Bareng: Rupiah dan Mata Uang Asia Kompak Terkoreksi
-
4 HP RAM 12 GB Paling Murah, Pilihan Terbaik untuk Gamer dan Multitasker Berat
-
Perusahaan BUMN dan Badan Negara Lakukan Pemborosan Anggaran Berjamaah, Totalnya Rp43 T
-
RKUHAP Resmi Jadi UU: Ini Daftar Pasal Kontroversial yang Diprotes Publik
-
Permintaan Pertamax Turbo Meningkat, Pertamina Lakukan Impor
Terkini
-
Inovasi Daur Ulang Sampah Plastik BRI Dapat Dukungan Menteri UMKM dan Raffi Ahmad
-
Gubernur BI: Redenominasi Rupiah Perlu Waktu 6 Tahun
-
Hampir Rampung, Ini Kelebihan Kilang Minyak Balikpapan yang dikelola Pertamina
-
Buruh Tolak Kenaikan Upah 3,5 Persen: Masak Naiknya Cuma Rp80 Ribu
-
Aksi Jatuh Bareng: Rupiah dan Mata Uang Asia Kompak Terkoreksi
-
Jamkrindo Catatkan Laba Sebelum Pajak Rp 1,28 Triliun Hingga Oktober 2025
-
Sumbang PDB 61 Persen, UMKM RI Harus Naik Kelas
-
Kementerian UMKM Buka-bukaan Harga Satu Balpres Baju Thrifting
-
Serahkan Rp 6 Triliun ke BSN, BTN Akan Terbitkan Obligasi Untuk Tambah Modal
-
Perusahaan BUMN dan Badan Negara Lakukan Pemborosan Anggaran Berjamaah, Totalnya Rp43 T