Suara.com - Guru Besar Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB), Muhammad Firdaus mengatakan pemberlakukan kebijakan impor buah tidak bisa disamakan dengan kebijakan komoditas lainnya, terutama komoditas strategis yang berpengaruh pada inflasi.
Ia mencontohkan komoditas strategis seperti bawang merah, bawang putih, atau cabe, yang tidak bisa tergantikan. Tentunya berbeda dengan buah. Saat harga apel mahal, konsumen segera dapat beralih misalnya ke jeruk atau buah lain. Masyarakat selaku konsumen dapat dengan mudah beralih memilih jenis buah yang mau dibeli.
“Jadi menganalisis kebijakan impor buah tentu tidak dapat sama dengan impor jagung, gula atau sapi yang sering ditenggarai membuka jalan bagi pencari rente. Kebijakan impor pada kurun waktu terakhir sudah terus dibenahi, agar transparansi proses dan perizinan lebih berjalan. UU Cipta Kerja sekiranya dapat memberikan jawaban atas PR ini,” ujar Firdaus.
Firdaus menyampaikan intervensi pemerintah dalam proses impor hortikultura, seperti yang selama ini diterapkan dengan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) adalah keniscayaan yang juga diterapkan oleh banyak negara maju.
Namun dengan komitmen yang dicanangkan Pemerintah sejak tahun 1994 terkait perjanjian WTO, tuntutan dari dua negara pertanian maju yaitu AS dan Selandia Baru, menyebabkan Indonesia harus merevisi 18 macam peraturan, termasuk beberapa UU terkait.
“Sebelum ada perubahan pasal pada UU Cipta Kerja, pada tiga prolegnas (UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, UU Pangan dan UU Hortikultura) dinyatakan bahwa impor pangan, termasuk hortikultura, dilakukan hanya jika produksi dalam negeri tidak mencukupi,” ujar Firdaus melalui pesan singkatnya, Minggu, 1 November 2020.
Firdaus menyebutkan terdapat revisi bahwa pemenuhan kebutuhan pangan dilakukan dengan memanfaatkan sumber produksi dalam negeri, cadangan pangan dan impor.
“Ada klausul pada ayat berikutnya bahwa impor tersebut harus memperhatikan kepentingan petani dan nelayan,” tambahnya.
Beberapa negara pertanian lain menerapkan instrumen seperti tarif. Rerata tarif terapan impor sayuran Thailand jauh di atas Indonesia. Thailand juga lebih dapat menerapkan hambatan seperti TBT karena sudah menerapkan good agricultural practices (GAP) pada orchard-orchard buah yang diregistrasi secara baik.
Baca Juga: NTP Naik, Kementan Apresiasi Kerja Keras Petani
“Australia sejak awal 2000-an sudah menerapkan berbagai hambatan non tarif untuk impor durian, lengkeng dan manggis, meskipun daerah utara yang ingin dikembangkan buah tropis belum berhasil secara baik dilakukan. Inilah lesson learned yang dapat dipelajari oleh kita dalam kebijakan impor hortikultura,” sebut Firdaus.
Hambatan perdagangan seperti kuota adalah hal yang dapat dikatakan tabu pada perdagangan internasional. Untuk impor buah, tidak ada alasan yang signifikan untuk menerapkan kuota, terlebih pada buah sub tropis yang memang tidak secara masif diproduksi di dalam negeri.
“Hambatan kuota masih diterapkan, hanya dengan maksud untuk melindungi kepentingan nasional , seperti untuk komoditi strategis,” ungkap Firdaus.
Berita Terkait
-
NTP Naik, Kementan Apresiasi Kerja Keras Petani
-
Produksi Pertanian Meningkat, IPB Puji Kinerja Kementan
-
Hari Pangan Sedunia, Petani Muda Ajak Milenial Tekuni Urban Farming
-
Optimalkan Pertanian, Kementan Tingkatkan Ekspor dalam 4 Tahun ke Depan
-
Ajak Kaum Muda Bertani, Presiden : Pertanian Berpeluang Besar di Masa Depan
Terpopuler
- 5 Perbedaan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang Sering Dianggap Sama
- 5 Mobil Bekas yang Perawatannya Mahal, Ada SUV dan MPV
- 5 Mobil SUV Bekas Terbaik di Bawah Rp 100 Juta, Keluarga Nyaman Pergi Jauh
- Sulit Dibantah, Beredar Foto Diduga Ridwan Kamil dan Aura Kasih Liburan ke Eropa
- 13 Promo Makanan Spesial Hari Natal 2025, Banyak Diskon dan Paket Hemat
Pilihan
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga
-
Genjot Konsumsi Akhir Tahun, Pemerintah Incar Perputaran Uang Rp110 Triliun
-
Penuhi Syarat Jadi Raja, PB XIV Hangabehi Genap Salat Jumat 7 Kali di Masjid Agung
Terkini
-
IPO SUPA Sukses Besar, Grup Emtek Mau Apa Lagi?
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
-
BUMN Infrastruktur Targetkan Bangun 15 Ribu Huntara untuk Pemulihan Sumatra
-
Menpar Akui Wisatawan Domestik ke Bali Turun saat Nataru 2025, Ini Penyebabnya
-
Pemerintah Klaim Upah di Kawasan Industri Sudah di Atas UMP, Dorong Skema Berbasis Produktivitas
-
Anggaran Dikembalikan Makin Banyak, Purbaya Kantongi Rp 10 Triliun Dana Kementerian Tak Terserap
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga
-
Purbaya Bicara Nasib Insentif Mobil Listrik Tahun Depan, Akui Penjualan Menurun di 2025
-
Stimulus Transportasi Nataru Meledak: Serapan Anggaran Kereta Api Tembus 83% dalam Sepekan!
-
Genjot Konsumsi Akhir Tahun, Pemerintah Incar Perputaran Uang Rp110 Triliun