Suara.com - Amerika Serikat menghabiskan lebih dari 8 miliar dolar AS selama 15 tahun dalam upaya merampas keuntungan Taliban dari perdagangan opium dan heroin Afghanistan.
Negara Paman Sam itu melakukan pemberantasan opium hingga serangan udara dan serangan terhadap laboratorium yang dicurigai, namun strategi itu gagal.
"Saat AS mengakhiri perang terpanjangnya, Afghanistan tetap menjadi pemasok opium ilegal terbesar di dunia dan tampaknya akan tetap demikian. Pun ketika Taliban berada di ambang pengambilalihan kekuasaan di Kabul," kata para pejabat dan pakar AS dan PBB.
Kehancuran yang meluas selama perang, membuat jutaan orang tercerabut dari rumah mereka.
Bahkan, pemotongan bantuan asing, dan kerugian pengeluaran lokal oleh pasukan asing pimpinan AS yang pergi juga memicu krisis ekonomi dan kemanusiaan.
Dengan demikian, kemungkinan akan membuat banyak orang Afghanistan yang miskin bergantung pada perdagangan narkotika untuk bertahan hidup.
Ketergantungan terhadap bisnis opium akan mengancam karena membawa lebih banyak ketidakstabilan saat Taliban, kelompok bersenjata lainnya, pemimpin milisi etnis, dan pejabat publik yang korup bersaing untuk keuntungan dan kekuasaan narkoba.
Beberapa pejabat PBB dan AS khawatir mengungkapkan kekhawatiran, jatuhnya Afghanistan akan membawa ke dalam kekacauan menciptakan kondisi untuk produksi opium ilegal yang lebih tinggi, apalagi berpotensi menambah keuntungan bagi Taliban.
“Taliban telah mengandalkan perdagangan opium Afghanistan sebagai salah satu sumber pendapatan utama mereka,” Cesar Gudes, kepala kantor Kabul dari Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) dilansir Aljazeera.com, Rabu (18/8/2021).
Baca Juga: 'Kalian Punya Arloji, Kami Punya Waktu', Taliban yang Baik dan yang Buruk
Dia mengatakan, lebih banyak produksi akan membuat obat-obatan dengan harga lebih murah dan lebih menarik, sehingga aksesibilitas lebih luas.
Dengan masuknya Taliban ke Kabul pada hari Minggu (15/8/2021) akan semakin memperluas bisnis tersebut.
"ini adalah saat-saat terbaik di mana kelompok-kelompok terlarang ini cenderung memposisikan diri" untuk memperluas bisnis mereka, kata Gudes.
Taliban melarang penanaman opium pada tahun 2000 karena mereka mencari legitimasi internasional, tetapi menghadapi reaksi keras dan kemudian sebagian besar mengubah pendirian mereka, menurut para ahli.
Terlepas dari ancaman yang ditimbulkan oleh bisnis obat-obatan terlarang Afghanistan, para ahli mencatat, AS dan negara-negara lain jarang menyebutkan, di depan umum perlunya menangani perdagangan yang diperkirakan oleh UNODC lebih dari 80 persen berasal dari pasokan opium dan heroin global.
"Kami telah berdiri di sela-sela dan, sayangnya, membiarkan Taliban menjadi mungkin organisasi teroris non-ditunjuk terbesar yang didanai di dunia," kata seorang pejabat AS dengan pengetahuan tentang perdagangan narkoba Afghanistan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Jenderal TNI Muncul di Tengah Konflik Lahan Jusuf Kalla vs GMTD, Apa Perannya?
-
Geger Keraton Solo: Putra PB XIII Dinobatkan Mendadak Jadi PB XIV, Berujung Walkout dan Keributan
-
Cetak 33 Gol dari 26 Laga, Pemain Keturunan Indonesia Ini Siap Bela Garuda
-
Jawaban GoTo Usai Beredar Usul Patrick Walujo Diganti
-
Waduh, Rupiah Jadi Paling Lemah di Asia Lawan Dolar Amerika Serikat
Terkini
-
Daftar Pemegang Saham BUMI Terbesar, Dua Keluarga Konglomerat Masih Mendominasi
-
Tips dan Cara Memulai Investasi Reksa Dana dari Nol, Aman untuk Pemula!
-
Danantara Janji Kembalikan Layanan Premium Garuda Indonesia
-
Strategi Bibit Jaga Investor Pasar Modal Terhindar dari Investasi Bodong
-
ESDM Ungkap Alasan Sumber Listrik RI Mayoritas dari Batu Bara
-
Program Loyalitas Kolaborasi Citilink dan BCA: Reward BCA Kini Bisa Dikonversi Jadi LinkMiles
-
IHSG Berbalik Loyo di Perdagangan Kamis Sore, Simak Saham-saham yang Cuan
-
COO Danantara Tampik Indofarma Bukan PHK Karyawan, Tapi Restrukturisasi
-
COO Danantara Yakin Garuda Indonesia Bisa Kembali Untung di Kuartal III-2026
-
Panik Uang di ATM Mendadak Hilang? Segera Lakukan 5 Hal Ini