Sebelumnya, Nomura juga memasukkan Indonesia ke dalam daftar 5 negara berkembang rentan selama taper tantrum di 2013 bersama Brasil, India, Afrika Selatan, dan Turki.
Nomura menyebutkan penyebab rentannya 10 negara tersebut adalah kombinasi dari pertumbuhan ekonomi yang lemah, inflasi yang meningkat, dan berkurangnya kekuatan fiskal. Situasi di negara – negara berkembang di mana inflasi lebih tinggi daripada suku bunga juga menjadi sumber kerentanan.
Namun, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo cukup optimis dampak tapering off The Fed tidak akan sebesar taper tantrum pada tahun 2013 baik untuk pasar global, emerging market, bahkan Indonesia.
Hal tersebut berdasarkan pada beberapa poin termasuk komunikasi The Fed yang sangat terbuka terkait kerangka kerja dan kebijakan sehingga Indonesia lebih mudah memahami pola kerja The Fed ke depannya.
Dari sisi internal BI sendiri, telah ada kebijakan yang matang dalam mengelola risiko tapering off baik kepada nilai tukar rupiah maupun pergerakan arus modal asing, selain itu BI juga memiliki bantalan cukup besar berupa cadangan devisa yang hingga akhir Juli 2021 berada di posisi US$ 137,4 miliar sehingga dianggap cukup untuk melakukan stabilisasi di tengah risiko tapering off.
“Tidak dapat dipungkiri dampak tapering off tahun 2013 silam berimbas cukup kuat terhadap perekonomian Indonesia, di mana salah satu penyebabnya adalah cukup tingginya arus dana asing yang masuk ke pasar saham Indonesia dari kebijakan Quantitative Easing (QE) setelah krisis keuangan 2008 dan Current Account Deficit (CAD) pada tahun 2013 yang mencapai lebih dari 3% dari pertumbuhan ekonomi,” kata Johanna Gani, CEO/Managing Partner Grant Thornton Indonesia.
Dampak paling terasa dari taper tantrum 2013 yaitu merosotnya nilai tukar rupiah hingga puncak pelemahan terjadi pada September 2015 dimana pada akhir Mei 2013, kurs rupiah berada di level Rp 9.790/US$ sampai pada 29 September 2015 menyentuh level terlemah Rp 14.730/US$, yang berarti terjadi pelemahan lebih dari 50%. Sedangkan IHSG saat itu pun jatuh dari level 5.200 ke level 4.200 di akhir 2013.
“Namun secara keseluruhan dampak tapering off The Fed diprediksi tidak akan seberat 2013. Pertama, the Fed sudah sangat transparan dalam hal komunikasi khususnya prospek ekononomi seperti inflasi dan penggangguran, termasuk terkait rencana tapering off yang akan dilakukan tahun ini. Kedua, kondisi makro-ekonomi dalam negeri yang juga lebih baik dibandingkan 2013, antara lain dengan cadangan devisa yang cukup tinggi mencapai US$ 137,4 miliar pada Juli 2021. Angka cadangan devisa ini jauh lebih tinggi dibandingkan pada Juni 2013 yang hanya mencapai US$ 98,1 miliar,” sambung Johanna.
“Kami mendukung pemerintah terutama BI sebagai regulator untuk mengantisipasi dampak tapering off dari jauh–jauh hari termasuk kesiapan untuk melakukan intervensi, seperti intervensi di pasar spot hingga pembelian SBN di pasar sekunder jika pihak asing melepas kepemilikan SBN mereka. Dengan adanya persiapan yang lebih matang, semoga dampak tapering off kali ini terhadap depresiasi rupiah masih berada dalam tahap yang wajar.” tutup Johanna.
Baca Juga: Bank Sentral AS Tahan Suku Bunga, Tapering Diprediksi Segera Dilakukan
Berita Terkait
Terpopuler
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
- Ditunjuk Jadi Ahli, Roy Suryo Siapkan Data Akun Fufufafa Dukung Pemakzulan Gibran
Pilihan
-
Belajar dari Cinta Kuya: 5 Cara Atasi Anxiety Attack Saat Dunia Terasa Runtuh
-
Kritik Menkeu Purbaya: Bank Untung Gede Dengan Kasih Kredit di Tempat yang Aman
-
PSSI Diam-diam Kirim Tim ke Arab Saudi: Cegah Trik Licik Jelang Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
-
Pemain Eropa Telat Gabung, Persiapan Timnas Indonesia Terancam Kacau Jelang Hadapi Arab Saudi
-
STY Sudah Peringati Kluivert, Timnas Indonesia Bisa 'Dihukum' Arab Saudi karena Ini
Terkini
-
OJK Akui Mayoritas Bank Revisi Target Jadi Lebih Konservatif, Ekonomi Belum Menentu?
-
Pertamina Berhasil Reduksi 1 Juta Ton Emisi Karbon, Disebut Sebagai Pelopor Industri Hijau
-
Pemerintah Dorong Perlindungan BPJS Ketenagakerjaan Bagi Pengusaha UMKM, Dukung UMKM Naik Kelas
-
Rp11 Miliar untuk Mimpi Anak Morosi: Sekolah Baru, Harapan Baru
-
Dulu Joao Mota Ngeluh, Ternyata Kini Agrinas Pangan Nusantara Sudah Punya Anggaran
-
Kekhawatiran Buruh Banyak PHK Jika Menkeu Purbaya Putuskan Kenaikan Cukai
-
Investor Mulai Percaya Kebijakan Menkeu Purbaya, IHSG Meroket
-
Resmi! DPR Setuju Anggaran Kemenag 2026 Naik Jadi Rp8,8 Triliun
-
Kritik Menkeu Purbaya: Bank Untung Gede Dengan Kasih Kredit di Tempat yang Aman
-
Atasi Masalah Sampah di Bali, BRI Peduli Gelar Pelatihan Olah Pupuk Kompos Bermutu