Suara.com - Pemulihan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik terkendala oleh penyebaran varian Delta COVID-19 yang menerjang beberapa negara tersebut hingga saat ini.
Kondisi ini pun memperpanjang kesulitan perusahaan dan rumah tangga, sehingga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesenjangan.
Aktivitas ekonomi mulai melambat pada kuartal kedua 2021, dan prediksi pertumbuhan telah dikurangi bagi kebanyakan negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik (EAP), menurut laporan Bank Dunia East Asia and Pacific Fall 2021 Economic Update.
Meskipun Tiongkok diproyeksikan akan bertumbuh sebesar 8,5%, negara-negara lain di kawasan EAP diprediksi akan bertumbuh 2,5%, hampir 2 poin persentase lebih rendah daripada yang diperkirakan pada April 2021.
Angka tenaga kerja dan partisipasi tenaga kerja mengalami penurunan, dan sebanyak 24 juta penduduk tidak dapat lepas dari kemiskinan pada tahun 2021.
“Pemulihan ekonomi negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik kini berubah,” kata Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Manuela Ferro dalam konfrensi pers virtualnya, Selasa (28/9/2021).
Walaupun pada tahun 2020 kawasan EAP berhasil mengendalikan COVID-19 ketika kawasan-kawasan lainnya di dunia sedang berjuang, peningkatan angka COVID-19 di tahun 2021 telah mengurangi prospek pertumbuhan untuk 2021.
"Namun demikian, kawasan ini muncul secara lebih kuat dari krisis sebelumnya dan dengan kebijakan yang tepat, dapat melakukannya kembali," katanya.
Kerusakan akibat melonjaknya kembali dan bertahannya COVID-19 kemungkinan akan menghambat pertumbuhan dan menambah kesenjangan selama jangka panjang, demikian temuan dalam Laporan ini.
Baca Juga: Kasus Covid-19 Melandai, Menko Airlangga: Jangan Kasih Kendor
"Kegagalan dari perusahaan-perusahaan yang seharusnya sehat menyebabkan hilangnya aset tak berwujud yang berharga, sedangkan perusahaan-perusahaan yang masih bertahan menunda investasi yang produktif. Perusahaan-perusahaan yang lebih kecil mengalami dampak terparah," katanya.
Meskipun sebagian besar perusahaan menghadapi kesulitan, perusahaan-perusahaan yang lebih besar kemungkinan akan mengalami penurunan yang lebih kecil dalam penjualan mereka.
"Perusahaan-perusahaan ini kemungkinan besar mengadopsi teknologi canggih dan menerima dukungan dari pemerintah," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kopi & Matcha: Gaya Hidup Modern dengan Sentuhan Promo Spesial
- Ameena Akhirnya Pindah Sekolah Gegara Aurel Hermanyah Dibentak Satpam
- Breaking News! Keponakan Prabowo Ajukan Pengunduran Diri Sebagai Anggota DPR RI Gerindra, Ada Apa?
- Prabowo Incar Budi Gunawan Sejak Lama? Analis Ungkap Manuver Politik di Balik Reshuffle Kabinet
- Patrick Kluivert Senyum Nih, 3 Sosok Kuat Calon Menpora, Ada Bos Eks Klub Liga 1
Pilihan
-
Foto AI Tak Senonoh Punggawa Timnas Indonesia Bikin Gerah: Fans Kreatif Atau Pelecehan Digital?
-
Derby Manchester Dalam 3 Menit: Sejarah, Drama, dan Persaingan Abadi di Premier League
-
Disamperin Mas Wapres Gibran, Korban Banjir Bali Ngeluh Banyak Drainase Ditutup Bekas Proyek
-
Ratapan Nikita Mirzani Nginep di Hotel Prodeo: Implan Pecah Sampai Saraf Leher Geser
-
Emil Audero Jadi Tembok Kokoh Indonesia, Media Italia Sanjung Setinggi Langit
Terkini
-
Rp 70 Miliar Milik Nasabah Hilang Karena Dibobol? Ini Kata BCA
-
Pengamat: Reshuffle Prabowo Lebih Bernuansa Politis Ketimbang Respons Tuntutan Publik
-
Kisah Harjo Sutanto: Orang Terkaya Tertua, Pendiri Wings Group
-
Syarat Impor iPhone 17 Dibongkar Mendag, Apple Harus Lakukan Ini Dulu
-
Setelah Sawit, BPDP Sasar Hilirisasi Kelapa dan Kakao
-
5 Fakta Sopir Bank Jateng Bawa Kabur Rp 10 M, Momen Ditinggal ke Toilet Jadi Kunci
-
Kasus Bank Century: Dulu Seret Nama Sri Mulyani, Bagaimana Nasib Uang Nasabah?
-
Tips Pilih Developer Rumah Terbaik 2025, Biar Tidak Menyesal di Kemudian Hari
-
Kabar Gembira! Pemerintah Bakal Beri Subsidi Gaji untuk Pekerja Bergaji di Bawah Rp10 Juta!
-
Ekonom UI Kritik Rencana Suntikan Rp200 T ke Bank: Salah Sasaran, Masalahnya Lemahnya Permintaan