Suara.com - Harga minyak dunia menguat pada perdagangan akhir pekan ini, menyentuh harga USD85 per barel yang merupakan posisi tertinggi dalam 3 tahun terakhir.
Kenaikan harga tersebut didorong oleh proyeksi defisit pasokaan dalam beberapa bulan ke depan karena berkurangnya larangan mobilitas terkait pandemi corona mengerek demand.
Mengutip CNBC, Senin (18/10/2021) minyak Brent naik 1 persen ke harga USD84,86 per barel. Sementara harga delivery bulan depan menyentuh level tertinggi sejak Oktober 2018 di posisi USD85,10, menuju kenaikan mingguan sebesar 3 persen yang akan menjadi kenaikan mingguan keenam berturut-turut.
Sedangkan minyak West Texas Intermediate (WTI) AS naik 97 sen atau 1,2 persen pada harga USD82,28 per barel. Kontrak menuju kenaikan 3,5 persen pada minggu ini, menempatkannya di jalur untuk kenaikan mingguan kedelapan berturut-turut.
Permintaan telah meningkat seiring pemulihan dari pandemi COVID-19, juga dengan dorongan lebih lanjut dari pembangkit listrik yang telah beralih dari gas dan batu bara yang mahal ke bahan bakar minyak dan solar.
Pemerintah USA mengatakan akan mencabut pembatasan perjalanan COVID-19 untuk warga negara asing yang sudah divaksinasi penuh efektif 8 November, yang akan meningkatkan permintaan bahan bakar jet.
Sementara itu, penurunan tajam stok minyak di Amerika Serikat dan negara-negara anggota Organization of Economic Co-operation and Development diperkirakan akan membuat pasokan global tetap ketat.
"Dibutuhkan tiga peristiwa untuk menggagalkan reli harga minyak ini: OPEC + secara tak terduga meningkatkan produksi, cuaca hangat melanda Belahan Bumi Utara, dan jika pemerintahan Biden memanfaatkan cadangan minyak strategis," kata Edward Moya, analis senior di OANDA.
Badan Energi Internasional pada hari Kamis mengatakan krisis energi diperkirakan akan meningkatkan permintaan minyak sebesar 500.000 barel per hari (bph).
Baca Juga: Kenaikan Harga Batu Bara Hingga Migas Diprediksi Picu Inflasi Internasional
Itu akan menghasilkan kesenjangan pasokan sekitar 700.000 barel per hari hingga akhir tahun ini, sampai Organisasi Negara-negara Minyak dan sekutunya, bersama-sama disebut OPEC +, menambahkan lebih banyak pasokan, seperti yang direncanakan pada Januari.
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
Terkini
-
Pakar Ingatkan Risiko Harga Emas, Saham, hingga Kripto Anjlok Tahun Depan!
-
DPR Tegaskan RUU P2SK Penting untuk Mengatur Tata Kelola Perdagangan Aset Kripto
-
Mengapa Rupiah Loyo di 2025?
-
Dukungan LPDB Perkuat Layanan Koperasi Jasa Keselamatan Radiasi dan Lingkungan
-
LPDB Koperasi Dukung Koperasi Kelola Tambang, Dorong Keadilan Ekonomi bagi Penambang Rakyat
-
Profil Agustina Wilujeng: Punya Kekayaan Miliaran, Namanya Muncul di Kasus Chromebook
-
RUPSLB BRI 2025 Sahkan RKAP 2026 dan Perubahan Anggaran Dasar
-
Pemerintah Jamin UMP Tak Bakal Turun Meski Ekonomi Daerah Loyo
-
Mengapa Perusahaan Rela Dijual ke Publik? Memahami Gegap Gempita Hajatan IPO
-
KEK Mandalika Kembali Dikembangkan, Mau Bangun Marina