Suara.com - Mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana menjelaskan, kebijakan harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000 menyebabkan para produsen minyak goreng menghentikan produksinya.
Berdasarkan data yang dikantongi Wisnu, ada sebanyak 200 pengusaha minyak menghentikan produksinya.
"Ada 425 merek minyak goreng yang beredar, diproduksi oleh 256 produsen, ini (perusahaan) besar dan kecil. Itu ada sekitar 200 yang kecil-kecil ini tidak produksi dan ada satu yang besar juga tidak produksi itulah yang menyebabkan kenapa kolamnya tidak terisi seperti biasanya," kata Wisnu dikutip Rabu (14/12/2022).
Wisnu mengatakan bahwa minyak goreng mengalami kelangkaan jika kekurangan produksi adalah salah dan tidak memahami masalah kelangkaan minyak goreng.
Ia mencontohkan, pemasalahan kelangkaan migor, biasanya kolam terisi dengan 10 pompa. Namun kini hanya tujuh pompa yang beroperasi, maka kolam tersebut akan lambat terisi penuh.
"Jadi kalau yang tiga tidak jalan pompanya, otomatis untuk memenuhi itu lambat. Jadi kita paksa yang tujuh untuk lebih keras lagi mengisi, itulah yang dibilang komitmen sukarela tadi, supaya mereka mendouble pompanya, agar kolam tetap penuh. Tetapi untuk mendouble itu tidak mudah. Karena mereka juga mempunyai keterbatasan di kapasitas produksinya," jelasnya.
Disain mesin pabriknya tidak otomatis bisa dipaksakan karena setiap pabrik sudah mempunyai disain kapasitas pabrik pengolah minyak gorengnya. Di sisi lain, belum ada sanksi yang mengikat bagi perusahaan yang tidak ikut memproduksi. Apalagi, perusahaan tersebut merupakan produsen kecil.
Menurut Indrasari, karena dipatok harga Rp14 ribu, sementara biaya produksinya itu sudah Rp 19 ribu mereka tidak melaksanakan produksi, apalagi mereka memproduksi untuk keperluan dalam negeri dan tidak melakukan ekspor. Tentu perusahaan tidak mau rugi.
Ia menambahkan, akibat 200 perusahaan kecil menghentikan produksinya, imbasnya adalah kelangkaan minyak goreng di pasaran. Sebab, kebutuhan minyak goreng di masyarakat dengan HET tidak terpenuhi.
Baca Juga: Sri Mulyani: Kondisi Ekonomi Bisa Buruk Gara-gara Korupsi
Atas dasar itulah, produsen minyak goreng skala besar yang masih beroperasi secara berkomitmen secara sukarela ikut gotong royong membantu mengatasi kelangkaan di masyarakat. Namun memang, hal itu juga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Sementara itu, Akademisi Universitas Al Azhar Indonesia, Sadino menambahkan, kebijakan yang berubah-ubah jelas merugikan banyak pihak, terutama pelaku usaha dan masyarakat yang terkait dengan produksi minyak goreng. Untuk melaksanakan kebijakan atau aturan baru, pelaku usaha perlu waktu untuk melakukan persiapan.
“Pelaku usaha perlu waktu dan strategi untuk melaksanakan kebijakan baru yang ditetapkan. Dengan adanya kebijakan yang berubah-ubah, dari pertama penerapan DMO-DPO kemudian melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan kemudian diubah kembali menjadi melarang ekspor CPO dan seluruh produk turunannya, jelas ini mercerminkan adanya ketidakkepastian hukum kepada para pelaku usaha,” kata Sadino
Larangan ekspor CPO yang mendadak, lanjutnya, pasti mempengaruhi kepercayaan dari investor termasuk mitra bisnis yang terkait dengan ekspor impor CPO. Kerugian lain juga dialami para petani atau pekebun kelapa sawit. Dengan aturan yang berubah-ubah ini sudah berdampak besar ke mereka yaitu penurunan harga TBS kelapa sawit.
"Kerugian terbesar diderita oleh petani sawit disaat harga sedang bagus-bagusnya. Bukannya menikmati harga tinggi malah mendapatkan penurunan harga TBS nya, 10-30 persen," jelas dia.
Sadino menambahkan, kebijakan yang tidak konsisten tersebut bahkan membuat pelaku usaha menjadi terdakwa dugaan korupsi minyak goreng (migor).
"Mereka menjadi korban dari tidak konsistennya kebijakan yang ada," ujarnya.
Padahal, lanjut Sadino, kebijakan HET lah yang justru menjadi penyebab kelangkaan minyak goreng. Dengan HET produsen migor kesulitan untuk menjual produknya karena mengalami kerugian yang sangat besar.
“Ini yang membedakan, antara kasus migor dengan BBM. Di migor pengolahnya adalah perusahaan swasta murni, sementara BBM oleh BUMN, Pertamina,” kata Sadino.
Akibatnya, pasokan minyak goreng di pasaran menurun hingga menimbulkan kelangkaan. Berawal dari sini, Kemendag mulai membuat serangkaian kebijakan, DMO dan puncaknya larangan ekspor.
“Regulasi ini mewajibkan eksportir diwajibkan untuk memenuhi DMO sebesar 20 persen. Jika tidak dilarang melakukan ekspor?” ujarnya
Sadino berpendapat, larangan ekspor akan menghambat pertumbuhan ekonomi, pemulihan krisis dan merugikan perekonomian negara khususnya devisa yang hilang akibat larangan ekspor.
“Justru kebijakan larangan ekspor ini yang merugikan keuangan negara, bukan pelaku usaha. Sebab, pelaku usaha justru mengalami kerugian. Ironinya, malah dituduh melakukan tindak pidana korupsi. Meski demikian, mereka tetap berkomitmen membantu pemerintah,” kata Sadino.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
Pilihan
-
6 Fakta Demo Madagaskar: Bawa Bendera One Piece, Terinspirasi dari Indonesia?
-
5 Rekomendasi HP 1 Jutaan RAM 8 GB Terbaru, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Pertamax Tetap, Daftar Harga BBM yang Naik Mulai 1 Oktober
-
Lowongan Kerja PLN untuk Lulusan D3 hingga S2, Cek Cara Daftarnya
-
Here We Go! Jelang Lawan Timnas Indonesia: Arab Saudi Krisis, Irak Limbung
Terkini
-
Purbaya Mau Temui CEO Danantara usai 'Semprot' Pertamina Malas Bangun Kilang Minyak
-
Pemerintah Tambah Stimulus Ekonomi Kuartal IV 2025, Sasar 30 juta Keluarga Penerima Manfaat
-
Purbaya Ngotot Sidak Acak Rokok Ilegal di Jalur Hijau: Kalau Ketahuan, Awas!
-
Program Magang Nasional Dibuka 15 Oktober, Pemerintah Jamin Gaji UMP
-
Bos Danantara Akui Patriot Bond Terserap Habis, Dibeli Para Taipan?
-
Pemerintah Andalkan Dialog Rumuskan Kebijakan Ekonomi Kerakyatan
-
VIVO dan BP-AKR Batalkan Pembelian BBM dari Pertamina, Kandungan Etanol Jadi Biang Kerok
-
Permudah Klaim, BUMN Pengelola Dana Pensiun Ini Genjot Layanan Digital
-
Viral Menkeu Purbaya Makan Siang di Kantin DJP: Hidupkan Sektor UMKM!
-
Pemerintah Menang Banyak dari Negosiasi Freeport: Genggam 12 Persen Saham Hingga Pembangunan Sekolah