Suara.com - Wacana pemerintah pusat yang akan membedakan tarif Kereta Rel Listrik (KRL) bagi si kaya dan si miskin menuai polemik. Rencana ini dikatakan banyak pihak sebagai kebijakan yang aneh dan tak lazim.
Salah satu yang mengkritik adalah Ketua Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, dia bilang wacana ini tidak adil dari sisi kebijakan publik.
Dia menyebut seharusnya ada dua opsi untuk transportasi publik ini. "Opsinya adalah naik tarif atau tambah dana PSO)," kata dia dalam keterangannya, Rabu (28/12/2022).
Tulus mengatakan hal tersebut bisa dipilih salah satu dan tak bisa keduanya dilakukan. "Wacana Menhub yang akan memberlakukan sistem tarif berbeda untuk penumpang berdasi, sulit diimplementasikan dan tidak lazim," ujarnya.
Menurut Tulus sebaiknya orang-orang berdasi yang menggunakan KRL bisa diberikan insentif salah satunya adalah dengan tarif KRL yang murah. Hal ini karena orang tersebut sudah mau meninggalkan kendaraan pribadi mereka dan mau menggunakan angkutan umum.
"Coba kalau mereka menggunakan kendaraan pribadi akan menambah kemacetan dan polusi. Aneh kalau mereka justru akan dikenakan disinsentif dengan tarif mahal saat naik KRL," ujar dia.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan atau Menhub Budi Karya Sumadi mengumumkan bahwa, tarif KRL tidak akan naik pada tahun 2023 mendatang. Akan tetapi, ada skema baru dalam tarif KRL ke depannya.
"Kalau KRL nggak naik. Insya Allah 2023 tidak naik," ujar Menhub di Jakarta, Selasa (27/12/2022).
Dia menjelaskan, dalam skema baru akan dipisahkan antara penumpang KRL mampu dengan tidak mampu. Pemisahan itu nantinya diatur lewat tiket kartu.
Baca Juga: Meski Dibedakan Antara Kaya dan Miskin, Tarif KRL Sebenarnya di Bawah Rp 20 Ribu
Sayangnya, Menhub tidak merinci kembali terkait pemisahan level penumpang tersebut.
"Jadi, yang kemampuan finansialnya tinggi harus bayar lain. Average, sampai 2023 nggak naik," jelas dia.
Sementara, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Mohamad Risal Wasal menyampaikan, skema ini bakal diterapkan lewat subsidi terbatas via kartu.
Menurut dia, skema ini membuat subsidi yang diberikan Kementerian Perhubungan bisa tepat sasaran ke yang membutuhkan.
"Nanti kita pakai data Kemendagri. Yang kaya ya bayar sesuai aslinya, yang kurang mampu itu nanti dapat subsidi," imbuh dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
-
Statistik Suram Elkan Baggott Sepanjang 2025, Cuma Main 360 Menit
Terkini
-
Minim Sentimen, IHSG Berakhir Merosot ke Level 8.618 Hari Ini
-
Rundown dan Jadwal Ujian CAT PPPK BGN 2025 18-29 Desember 2025
-
ESDM Mulai Jalankan Proyek Pipa Gas Dusem, Pasok Energi dari Jawa ke Sumatera
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Riset: Banyak Peminjam Pindar Menderita Gunakan Skema Pembayaran Tadpole
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Rupiah Terus-terusan Meloyo, Hari Ini Tembus Rp 16.700
-
Purbaya Umumkan APBN Defisit Rp 560,3 Triliun per November 2025, 2,35% dari PDB
-
BTN Catatkan Laba Bersih Rp 2,91 Triliun Hingga November 2025
-
Menko Airlangga Ngeluh Harga Mobil-Motor Murah Bikin Jakarta Macet