Suara.com - Psikolog Sani Budiantini Hermawan menyatakan bahwa proses rehabilitasi bagi pecandu judi online memerlukan waktu minimal tiga bulan, di mana individu tersebut harus benar-benar berhenti bermain.
“Penanganan ini melibatkan tiga aspek utama: medikasi dari psikiater untuk mengatasi masalah stres atau depresi, psikoterapi dari psikolog untuk membantu memulihkan pola pikir dan perilaku, serta dukungan dari keluarga yang memberikan kontrol dan pengawasan selama masa pemulihan,” jelas Sani, yang merupakan lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, dikutip dari ANTARA pada Rabu (27/11/2024).
Sani menambahkan bahwa penanganan kecanduan judi online memerlukan pendekatan yang intensif dan terpadu. Selain terapi psikologis, pendekatan spiritual dengan mendekatkan diri kepada Tuhan juga diterapkan selama rehabilitasi untuk memperkuat mental individu.
Pendekatan-pendekatan ini bertujuan untuk menetralisir dampak kecanduan judi online, sehingga individu yang terjerat dapat menjalani kehidupan yang lebih sehat secara fisik, mental, dan sosial.
Sani menegaskan pentingnya penanganan yang dilakukan secara paralel dan konsisten agar pecandu judi online dapat keluar dari siklus negatif tersebut.
Menurut Sani, pecandu judi online sering mengalami dampak psikologis yang serius akibat utang. Judi online tidak hanya menguras keuangan tetapi juga dapat merusak kesehatan mental dan hubungan sosial.
"Orang-orang yang terjebak dalam utang akibat judi online biasanya mengalami kesulitan finansial, kehilangan kepercayaan dari lingkungan sekitar, serta konflik dengan keluarga, pasangan, atau teman. Hal ini menyebabkan mereka terisolasi, dimusuhi, dan mengalami stres berat atau depresi. Dalam beberapa kasus, tekanan ini bahkan mendorong mereka untuk melakukan tindakan nekat seperti bunuh diri," ungkap Sani.
Ia juga menjelaskan bahwa ada kesalahpahaman di kalangan orang-orang yang terus bermain judi online meskipun sudah terlilit utang. Mereka sering merasa bahwa judi online bisa diperhitungkan, padahal sebenarnya itu adalah permainan keberuntungan.
Kemenangan sebelumnya justru memicu kecanduan karena mereka tergoda oleh janji untuk mendapatkan uang lebih besar, sehingga sulit untuk berhenti, terutama jika sudah terlanjur kecanduan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Body Lotion dengan SPF 50 untuk Usia 40 Tahun ke Atas
- 5 Mobil Bekas Sekelas Honda Jazz untuk Mahasiswa yang Lebih Murah
- 26 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 13 November: Klaim Ribuan Gems dan FootyVerse 111-113
- Biodata dan Pendidikan Gus Elham Yahya yang Viral Cium Anak Kecil
- 5 Pilihan Bedak Padat Wardah untuk Samarkan Garis Halus Usia 40-an, Harga Terjangkau
Pilihan
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Vinfast Serius Garap Pasar Indonesia, Ini Strategi di Tengah Gempuran Mobil China
Terkini
-
Kapan Bansos BPNT Cair? Penyaluran Tahap Akhir Bulan November 2025, Ini Cara Ceknya
-
Youth Economic Summit 2025: Ekonomi Hijau Perlu Diperkuat untuk Buka Investasi di Indonesia
-
Apa Itu Opsen Pajak? Begini Perhitungannya
-
Youth Economic Summit 2025: Peluang Industri Manufaktur Bisa Jadi Penggerak Motor Ekonomi Indonesia
-
Kapan Kenaikan Gaji Pensiunan PNS 2025 Cair? Ini Kata Kemenkeu dan Realitanya
-
Youth Economic Summit (2025) : Indonesia Diminta Hati-hati Kelola Utang
-
BRI Terus Berkomitmen Majukan UMKM Sebagai Pilar Ekonomi Nasional
-
Adakah Pinjaman Tanpa BI Checking? Jangan Mudah Tergiur, Cek Dulu Hal Penting Ini!
-
Youth Economic Summit 2025 : Indonesia Tangkap Peluang Pekerjaan Baru untuk Kurangi Penganggur
-
Youth Economic Summit 2025 Ungkap Strategi Prabowo Subianto Kurangi Kemiskinan di Indonesia