Suara.com - Pergerakan nilai tukar rupiah atau kurs rupiah terhadap dolar AS terus mengalami pelemahan. Bahkan, kekinian level rupiah hampir menembus Rp17.000 per USD.
Kondisi itu merupakan yang paling terparah sepanjang masa setelah pada krisis moneter (krismon) rupiah berada di level Rp16.800 per USD.
Beberapa bank juga telah menetapkan harga jual USD telah di level Rp16.900 per USD. Misalnya, BCA, BNI, BRI, kompak yang menetapkan harga jual USD sebesar Rp16.900/USD.
Seperti dilansir dari situs resminya, Bank Central Asia (BCA) menetapkan harga jual USD sebesar Rp16.995 per USD, sedangkan harga beli berada di level Rp16.600 per USD
Kemudian, Bank Negara Indonesia (BNI) juga menetapkan kurs jual USD sebesar Rp16.995 per USD, sedangkan harga beli sebesar Rp16.355 per USD.
Selanjutnya, Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang mematok harga jual USD di level Rp16.944 per USD, sedangkan harga beli USD sebesar Rp16.678 per USD.
Lalu, Permata Bank yang menetapkan harga jual USD sebesar Rp16.725 per USD, sedangkan harga beli USD sebesar Rp16.375 per USD.
Nilai tukar rupiah terus menunjukkan tren pelemahan yang mengkhawatirkan, bahkan hampir menyentuh level psikologis Rp17.000 per dolar AS.
Pada pembukaan perdagangan hari ini pasca libur Lebaran, Senin (7/4/2025), rupiah tercatat melemah signifikan sebesar 251 poin (1,51%) menjadi Rp16.904 per dolar AS, dari posisi sebelumnya Rp16.653 per dolar AS. Pengamat pasar uang sekaligus Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra, menyatakan bahwa pelemahan ini dipicu oleh respons negatif pasar terhadap kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) yang diumumkan oleh Presiden Donald Trump.
Baca Juga: Kurs Rupiah Selangkah Lagi Rp17.000 per Dolar AS, Donald Trump Biang Keroknya
"Sentimen negatif muncul setelah pengumuman kebijakan tarif Trump, yang kemudian direspons dengan penolakan oleh negara-negara yang terkena dampak kenaikan tarif. Ini menjadi pemicu utama pelemahan rupiah," jelas Ariston dikutip dari ANTARA di Jakarta.
Menurut Ariston, pasar keuangan global sedang dilanda kekhawatiran bahwa perang dagang AS dengan sejumlah negara, termasuk Tiongkok dan Uni Eropa, akan memukul pertumbuhan ekonomi dunia. Kebijakan tarif yang saling membalas dapat mengurangi volume perdagangan internasional, sehingga memperlambat aktivitas ekonomi.
"Pasar khawatir ekonomi global tidak akan baik-baik saja karena potensi penurunan akibat perang dagang. Ini mendorong pelaku pasar untuk keluar dari aset berisiko, seperti saham dan mata uang negara berkembang, lalu beralih ke aset safe haven seperti dolar AS, emas, atau obligasi pemerintah AS," ujarnya.
Selain kebijakan Trump, pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh data ekonomi AS yang lebih kuat dari perkiraan, khususnya laporan nonfarm payrolls yang menunjukkan ketahanan pasar tenaga kerja Negeri Paman Sam. Data ini memperkuat ekspektasi bahwa The Fed (Bank Sentral AS) mungkin akan mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama, sehingga dolar AS semakin menguat.
Tidak hanya faktor ekonomi, gejolak geopolitik juga turut menekan rupiah. Ariston menyebutkan bahwa eskalasi konflik di Timur Tengah dan Eropa Timur menambah ketidakpastian pasar.
"Perang di Timur Tengahsemakin memanas dengan serangan Israel yang meningkat, sementara AS juga terlibat dalam serangan terhadap Yaman. Di Ukraina, tensi perang antara Rusia dan Ukraina kembali meninggi dengan serangan balasan di beberapa front," katanya
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Daftar Pemegang Saham Superbank (SUPA), Ada Raksasa Singapura dan Grup Konglo
-
COIN Siap Perkuat Transparansi dan Tata Kelola Industri Kripto Usai Arsari jadi Investor Strategis
-
Alasan Arsari Group Pegang Saham COIN
-
Survei: Skincare Ditinggalkan, Konsumen Kini Fokus ke Produk Kesehatan
-
IHSG Rebound Balik ke 8.700, Cek Saham-saham yang Cuan
-
Mendag Pastikan Negosiasi Tarif dengan AS Masih Berjalan
-
Perusahaan Italia Temukan Gas Cadangan Besar di Kaltim, Indonesia Punya Hak Kecil?
-
Ditutup Terpuruk di Rabu Sore, Rupiah Diprediksi Terus Melemah Terhadap Dolar AS
-
Survei: Konsumen Rela Tak Penuhi Kebutuhan Pokok Demi Produk Viral
-
IPOT Ungkap Email-OTP Biang Kerok Pembobolan Akun Investor Pasar Modal