Suara.com - Perekonomian Indonesia memasuki tahun 2025 dengan ketahanan yang tetap solid di tengah dinamika global yang menantang. Adapun Tim Ekonom Bank Mandiri memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi sekitar 4,93% yoy sepanjang 2025, lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya 5,15% yoy.
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro, mengatakan perlambatan pada kuartal I 2025 mencerminkan fase normalisasi menuju pola pertumbuhan yang lebih sehat dan seimbang. "Tekanan eksternal meningkat seiring kebijakan perdagangan Amerika Serikat yang cenderung agresif melalui tarif resiprokal. Ketidakpastian ini memicu gejolak pasar keuangan dan memengaruhi proyeksi pertumbuhan global yang diturunkan IMF dari 3,3% menjadi 2,8%," katanya dalam paparannya, Senin (19/5/2025).
Selain itu dia menilai Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh sebesar 4,87% (yoy) pada triwulan I 2025, sedikit lebih rendah jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatatkan 5,02%. Menurut hasil riset Tim Ekonom Bank Mandiri, kondisi ini dipengaruhi oleh efek basis tinggi pada 2024 serta sinyal awal perlambatan investasi domestik pascapemilu.
Lanjutnya, dia membeberkan nilai tukar rupiah sempat menghadapi tekanan cukup besar sepanjang 2025 akibat meningkatnya ketegangan geopolitik dan penguatan dolar AS. Hal ini juga bisa menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Fluktuasi ini perlu direspons dengan kebijakan stabilisasi yang terukur dan terkoordinasi. Bank Mandiri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di kisaran 4,93% sepanjang 2025," bebernya.
Sebelumnya, Bank Indonesia merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi RI pada 2025 ke level yang lebih rendah dari 5,1%, sejalan dengan memburuknya kondisi global. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan ekonomi masih akan tumbuh pada rentang 4,7% hingga 5,5%, dengan titik tengah 5,1%, namun berpotensi lebih rendah.
“Dipengaruhi secara langsung kebijakan AS [Amerika Serikat], yang menurunkan ekspor ke AS. Dampak tidak langsung akibat penurunan permintaan ekspor dari mitra dagang lain Indonesia, terutama dari China,”imbuhnya.
Proyeksi tersebut senada dengan estimasi terbaru dari Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) yang merevisi ke bawah ekonomi Indonesia dari 5,1% menjadi 4,7% pada 2025. Tidak hanya itu, Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025 menjadi 4,7 persen. Pada laporan awal tahun, Bank Dunia memprediksi ekonomi Indonesia bisa tumbuh 5,1 persen pada tahun 2025.
Angka ini turut menjadi bagian dari proyeksi perlambatan ekonomi yang diperkirakan akan melanda kawasan Asia Timur dan Pasifik (East Asia and Pacific/EAP), yang diperkirakan hanya tumbuh 4,0 persen tahun depan.
Baca Juga: OJK Sebut Emak-emak Pelaku UMKM Sering Terkena Penipuan Layanan AI
Seperti dilansir dari laporan Bank Dunia yang bertaju "East Asia and Pacific: Technology, Reforms, and Cooperation Pathways to Future Prosperity", Bank Dunia menyebut, penurunan proyeksi ini disebut sebagai akibat dari meningkatnya ketidakpastian global yang berimbas langsung pada kepercayaan bisnis dan konsumen, sehingga menghambat laju investasi serta konsumsi masyarakat.
Selain itu, Bank Dunia menyoroti pembatasan perdagangan global dan pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia semakin menekan permintaan ekspor negara-negara di kawasan EAP, termasuk Indonesia. Sedangkan, angka kemiskinan di kawasan EAP diperkirakan akan terus menurun. Sekitar 24 juta orang diproyeksikan keluar dari garis kemiskinan berpendapatan menengah ke atas antara tahun 2024 dan 2025, mencerminkan adanya ruang untuk optimisme di tengah tekanan ekonomi global.
Sementara itu, dalam World Economic Forum (WEO) bulan April 2025, International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global sebesar 2,8% pada 2025 dan 3,0% pada 2026. Proyeksi ini mengalami penurunan dibandingkan dengan proyeksi pada Januari 2025. Proyeksi angka pertumbuhan ekonomi turun 0,5 poin pada 2025 dan 0,3 poin pada 2026.
Perlambatan ekonomi yang melanda negara-negara maju seperti Amerika Serikat, kawasan Eropa, dan Tiongkok menjadi sorotan utama dalam dinamika ekonomi global saat ini. Pertumbuhan yang melemah di negara-negara tersebut dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari kebijakan moneter ketat, ketegangan geopolitik yang berkepanjangan, hingga gangguan rantai pasok global yang belum sepenuhnya pulih.
Berita Terkait
-
Tiru Negara ASEAN, Kemenkeu Bidik Tarif Cukai Minuman Manis Rp1.700/Liter
-
Under Invoicing Terungkap: Purbaya Soroti Kebocoran Pajak Bertahun-tahun
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Waduh, Aliran Modal Asing Indonesia yang Kabur Tembus Rp 3,79 Triliun
-
Askrindo Catat Laba Rp687 Miliar Setelah Pajak
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 7 Rekomendasi HP Murah Memori Besar dan Kamera Bagus untuk Orang Tua, Harga 1 Jutaan
Pilihan
-
Permintaan Pertamax Turbo Meningkat, Pertamina Lakukan Impor
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
Terkini
-
Permintaan Pertamax Turbo Meningkat, Pertamina Lakukan Impor
-
Usai CEO Ditangkap, OJK Pantau Ketat Tim Likuidasi Investree
-
Harga Emas di Pegadaian Hari Ini Kompak Melesat
-
Prudential Syariah Bayarkan Klaim dan Manfaat Rp1,5 Triliun Hingga Kuartal III 2025
-
Rupiah Melemah, Sentimen Suku Bunga The Fed Jadi Faktor Pemberat
-
Daftar Pinjol Berizin Resmi OJK: Update November 2025
-
Survei: BI Bakal Tahan Suku Bunga di 4,75 Persen, Siapkan Kejutan di Desember
-
Berapa Uang yang Dibutuhkan untuk Capai Financial Freedom? Begini Trik Menghitungnya
-
Tiru Negara ASEAN, Kemenkeu Bidik Tarif Cukai Minuman Manis Rp1.700/Liter
-
Pemerintah Bidik Pemasukan Tambahan Rp2 Triliun dari Bea Keluar Emas Batangan di 2026