Suara.com - Ketika Quick Response Code Indonesian Standard atau QRIS diluncurkan pada 17 Agustus 2019 oleh Bank Indonesia (BI) dengan tujuan nan sederhana, yakni menyatukan seluruh sistem pembayaran berbasis QR code di Tanah Air agar lebih efisien, inklusif, dan terstandarisasi.
Namun, siapa sangka langkah ini memicu kegelisahan dari salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia, Amerika Serikat?
Dalam beberapa forum internasional, pihak AS menyuarakan kekhawatirannya terhadap sistem pembayaran seperti QRIS yang dinilai mengurangi ruang gerak perusahaan keuangan global, terutama raksasa seperti Visa dan Mastercard.
Washington menilai bahwa QRIS tidak memberikan ruang yang cukup bagi pemain asing untuk bersaing secara setara dalam sistem pembayaran digital di Indonesia.
Dalam konteks global, isu ini tak hanya menyentuh aspek teknologi, melainkan juga menjadi bagian dari geopolitik keuangan digital.
Mengapa AS Gerah dengan QRIS?
Kegerahan AS bukan tanpa sebab.
Selama beberapa dekade terakhir, Visa dan Mastercard mendominasi sistem pembayaran global.
Dalam ekosistem tradisional, perusahaan-perusahaan ini mengambil keuntungan dari setiap transaksi lintas batas atau transaksi menggunakan jaringan kartu kredit/debit mereka.
Baca Juga: Apa Itu E-KTP Digital? Dokumen Wajib Saat Daftar CPNS 2025
Namun, sistem seperti QRIS — yang dibuat dan dikendalikan oleh otoritas domestik seperti Bank Indonesia — memungkinkan transaksi terjadi tanpa melalui infrastruktur mereka, yang secara langsung mengancam pendapatan dan pengaruh mereka.
Bagi AS, ini bukan hanya masalah bisnis, tetapi juga pengaruh global.
Sistem pembayaran adalah bagian dari strategi kekuatan lunak (soft power), karena negara yang mengendalikan infrastruktur keuangan juga memiliki leverage dalam diplomasi dan pengambilan keputusan global.
QRIS dan Upaya Kedaulatan Finansial Indonesia
Bagi Indonesia, QRIS adalah bagian dari strategi kedaulatan sistem pembayaran nasional. Dengan QRIS, Indonesia dapat:
- Menurunkan biaya transaksi
- Meningkatkan inklusi keuangan
- Meningkatkan efisiensi sistem ekonomi digital nasional
- Melindungi data dan transaksi domestik dari kontrol pihak luar
Langkah ini senada dengan semangat yang berkembang di banyak negara berkembang: menciptakan sistem keuangan yang mandiri, tidak bergantung pada platform dan infrastruktur negara maju.
Tag
Berita Terkait
-
Apa Itu E-KTP Digital? Dokumen Wajib Saat Daftar CPNS 2025
-
Utang Indonesia Tembus Rp 7.144,6 Triliun, Ekonom: Itu Belum Besar
-
Ekonomi Global Belum Mereda, BI Turunkan Suku Bunga Jadi 5,5 Persen
-
Dari Jepang ke Indonesia: Berikut Evolusi QR Code Menjadi QRIS
-
Pro dan Kontra Suku Bunga BI: Stabilitas Rupiah vs Dorongan Pertumbuhan Ekonomi
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 5 Rekomendasi Bedak Tabur untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Halus dan Segar
Pilihan
-
Pengungsi Gunung Semeru "Dihantui" Gangguan Kesehatan, Stok Obat Menipis!
-
Menkeu Purbaya Lagi Gacor, Tapi APBN Tekor
-
realme C85 Series Pecahkan Rekor Dunia Berkat Teknologi IP69 Pro: 280 Orang Tenggelamkan Ponsel
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB Terbaik November 2025, Cocok Buat PUBG Mobile
-
Ratusan Hewan Ternak Warga Mati Disapu Awan Panas Gunung Semeru, Dampak Erupsi Makin Meluas
Terkini
-
Soal Kenaikan Gaji ASN di 2026, Kemenkeu: Belum Ada Keputusan Apapun!
-
Banyak Negara Dibikin Pusing Soal Ekspansi Layanan QRIS
-
25 Juta UMKM Onboarding ke E-Commerce, Siap Ngegas Pertumbuhan Ekonomi
-
Menko Airlangga Buka Peluang Swasta Bisa Ikut Impor BBM dan LPG dari AS
-
Sosok Ken Dwijugiasteadi: Eks Dirjen Pajak Terjerat Dugaan Kasus Tax Amnesty
-
Menkeu Purbaya Lagi Gacor, Tapi APBN Tekor
-
Menko Airlangga: Ekonomi Digital Indonesia Bakal Melejit 6 Kali Lipat, Tembus Rp9.000 Triliun!
-
NeutraDC Jalin Kerja Sama dengan AMD Perkuat Infrastruktur AI di Asia Tenggara
-
Pedagang Thrifting Minta Legalisasi dan Bersedia Bayar Pajak, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Peduli
-
Purbaya Ogah Terima Pajak dari Pedagang Thrifting, Anggap Ilegal Layaknya Ganja