Suara.com - Wancana penyeragaman kemasan rokok tanpa indetitas merek ini menjadi polemik baru. Pasalnya, kebijakan yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 ini bisa memicu ratusan juta batang rokok ilegal kembali beredar.
Ketua Umum GAPRINDO, Benny Wachjudi, mengungkapkan potensi lonjakan peredaran rokok ilegal sebagai dampak langsung dari kebijakan ini.
Ia mencatat, jumlah rokok ilegal yang berhasil ditindak meningkat tajam dari 253,7 juta batang pada 2023 menjadi 710 juta batang pada 2024.
"Rokok ilegal ini lah yang sebenarnya musuh kita bersama. Kalau regulasinya semakin ketat, maka rokok ilegal akan semakin banyak," ujarnya kepada wartawan, Senin (23/6/2025).
Menurut Benny, penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek akan mempermudah pemalsuan dan menyulitkan konsumen dalam membedakan produk legal dan ilegal.
Hal ini tidak hanya merugikan industri dan petani, tetapi juga mengancam penerimaan negara dari sektor cukai, yang pada 2024 mencapai Rp 216,9 triliun atau 72 persen dari total penerimaan kepabeanan dan cukai.
Ia juga menilai, pembatasan informasi melalui kemasan bukanlah solusi efektif untuk menurunkan prevalensi merokok. Sebaliknya, pendekatan edukatif dan pengawasan ketat terhadap penjualan kepada anak di bawah umur dinilai lebih tepat.
Sebagai bentuk komitmen industri terhadap pengendalian konsumsi, Benny menyebut bahwa GAPRINDO telah meluncurkan situs cegahperokokanak.id dan mendistribusikan poster edukatif bekerja sama dengan asosiasi ritel.
"Kami sudah membuat poster untuk ditempelkan oleh distributor bekerja sama dengan asosiasi ritel sebagai bentuk pengendalian konsumsi tembakau," imbuh dia.
Dari sisi ekonomi, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, menyebut dampak dari penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek akan terasa luas, mulai dari sektor rokok, pertanian tembakau dan cengkeh, hingga industri percetakan dan perdagangan kertas.
Baca Juga: KPPOD: Regulasi Kawasan Tanpa Rokok Bisa Tekan Pendapatan UMKM dan Pajak Daerah
INDEF memperkirakan bahwa penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dan berbagai pasal-pasal tembakau di PP 28/2024 dapat menyebabkan kerugian ekonomi hingga Rp308 triliun, mencakup seluruh rantai pasok industri tembakau dari hulu ke hilir.
Sebelumnya, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, menjelaskan kemasan standar yang dimaksud tidak menghapus logo dan merek, melainkan hanya menyeragamkan elemen seperti warna, informasi kesehatan, dan kadar kandungan.
"Jadi, mungkin yang kita pahami ya bahwa memang ada awalnya wacana untuk penerapan kemasan rokok yang polos ya. Tapi kalau kita kembali merujuk kepada PP 28 Tahun 2024 itu sebenarnya yang diharapkan itu adalah kemasan yang standar ya," kata dia.
Ia menambahkan bahwa proses penyusunan kebijakan ini akan melibatkan harmonisasi dan diskusi publik. "Tapi perlu diingat juga ada kewenangan pemerintah dalam memberikan perlindungan kesehatan kepada masyarakat," beber dia.
Sementara, Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) menyoroti kebijakan pertembakauan terbaru pemerintah. Mereka menilai, kebijakan itu secara diam-diam mengadopsi agenda asing, khususnya Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang diusung Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Ketua Umum FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS, menegaskan pentingnya menjaga kedaulatan negara dalam menyusun kebijakan yang berpihak pada rakyat, bukan pada agenda asing.
"IHT itu ada aspek kerja sama dengan barang konsumsi lainnya. Memang ada FCTC yang diusung WHO, tapi Indonesia sampai saat ini tidak meratifikasinya. Maka seharusnya kita konsisten, jangan justru menjalankan agenda yang tidak kita sepakati secara resmi," kata dia.
Sudarto menilai, Kementerian Kesehatan terlalu berat sebelah dalam pendekatannya terhadap isu rokok, dengan menjadikan isu kesehatan sebagai alat untuk menekan IHT tanpa memperhitungkan dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kecewa Kena PHP Ivan Gunawan, Ibu Peminjam Duit: Kirain Orang Baik, Ternyata Munafik
- Nasib Maxride di Yogyakarta di Ujung Tanduk: Izin Tak Jelas, Terancam Dilarang
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
- Gibran Dicap Langgar Privasi Saat Geledah Tas Murid Perempuan, Ternyata Ini Faktanya
Pilihan
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
-
Dukungan Dua Periode Prabowo-Gibran Jadi Sorotan, Ini Respon Jokowi
-
Menkeu Purbaya Putuskan Cukai Rokok 2026 Tidak Naik: Tadinya Saya Mau Turunin!
Terkini
-
Lakukan Restrukturisasi, Kimia Farma (KAEF) Mau Jual 38 Aset Senilai Rp 2,15 Triliun
-
Bank Tanah Serap Lahan Eks-HGU di Sulteng untuk Reforma Agraria
-
Pindah Lokasi, Kemenhub Minta Pemprov Pastikan Lahan Pembangunan Bandara Bali Utara Bebas Sengketa
-
PLTP Ulubelu Jadi Studi Kasus Organisasi Internasional Sebagai Energi Listrik Ramah Lingkungan
-
Tinjau Tol PalembangBetung, Wapres Gibran Targetkan Fungsional Lebaran 2026
-
Harga Emas Antam Naik Lagi Didorong Geopolitik: Waktunya Akumulasi?
-
Menkeu Purbaya: Bos Bank Himbara Terlalu Bersemangat Jalankan Ide Presiden
-
BPJS Ketenagakerjaan-Perbarindo Tandatangani MoU, Berikan Perlindungan Jaminan Sosial Pegawai
-
Investor Asing Guyur Dana Rp 583,10 miliar ke Pasar Modal, IHSG Menghijau Selama Sepekan
-
Setelah Tak Naik, Pekerja-Pengusaha Ingin Menkeu Purbaya Moratorium Cukai Rokok 3 Tahun