Suara.com - Kebijakan tarif yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump kini mulai menunjukkan dampaknya. Harga konsumen di Amerika Serikat tercatat mengalami kenaikan tertinggi dalam lima bulan terakhir pada Juni 2025, mengindikasikan bahwa tarif-tarif tersebut, yang bertujuan melindungi industri dalam negeri, justru memicu lonjakan biaya bagi masyarakat.
Berdasarkan data terbaru dari Biro Statistik Tenaga Kerja AS, Indeks Harga Konsumen (IHK) melonjak 0,3% pada Juni 2025, setelah hanya naik tipis 0,1% pada bulan sebelumnya.
Secara tahunan, kenaikan IHK mencapai 2,7%, meningkat signifikan dari 2,4% di bulan Mei 2025. Angka-angka ini menjadi sinyal awal dari tekanan inflasi yang lebih besar di masa mendatang.
"Inflasi telah mulai menunjukkan tanda-tanda pertama penerapan tarif," kata Ellen Zentner, Kepala Strategi Ekonomi di Morgan Stanley Wealth Management dikutip Reuters, Rabu (16/7/2025).
"Meskipun inflasi jasa terus melambat, kemungkinan ini merupakan tanda awal dari tekanan harga lebih besar yang akan datang." Tambahnya.
Kenaikan harga ini terasa di sejumlah sektor penting. Harga pangan, misalnya, naik 0,3%, setara dengan kenaikan Mei 2025. Di toko bahan makanan, konsumen merasakan dampak langsung dengan kenaikan harga minuman non-alkohol sebesar 1,4% dan lonjakan harga kopi hingga 2,2%, yang diperkirakan akibat bea masuk yang lebih tinggi.
Harga buah dan sayur juga tak luput dari kenaikan, melonjak 0,9%, sementara biaya makanan yang dikonsumsi di luar rumah naik 0,4%. Bahkan, harga daging sapi meroket 2%. Uniknya, harga telur justru turun 7,4% seiring meredanya wabah flu burung.
Meskipun demikian, inflasi inti saat ini masih relatif rendah, sebagian besar disebabkan oleh melemahnya permintaan konsumen terhadap layanan seperti tiket pesawat dan hotel. Namun, para ekonom memperkirakan dampak penuh dari tarif Trump akan lebih jelas terlihat pada laporan IHK bulan Juli dan Agustus 2025. Mereka mengacu pada pengalaman tahun 2018, ketika butuh beberapa bulan setelah Trump mengenakan tarif pada mesin cuci hingga dampaknya terlihat jelas dalam data inflasi.
Menanggapi situasi ini, pasar menanti langkah selanjutnya dari Federal Reserve. "The Fed ingin mempertahankan suku bunganya sambil menunggu data lebih lanjut," tambah Zentner.
Baca Juga: IHSG Masih Menguat ke Level 7.100 Rabu Pagi, Tapi Waspada Terkoreksi
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
Terkini
-
BRI, Dari Warisan Perintis Raden Bei Aria Wirjaatmadja Sampai Holding Ultra Mikro
-
Utang Luar Negeri Indonesia Turun, Kini Tinggal Rp 7.079 Triliun
-
Purbaya Mau Bubarkan Bea Cukai, Kalau Jadi Lebih Baik Mengapa Tidak?
-
Aset Perbankan Syariah Pecah Rekor Tertinggi, Tembus Rp 1.028 Triliun
-
Biar Tak Andalkan Ekspor Mentah, Kemenperin Luncurkan Roadmap Hilirisasi Silika
-
CIMB Niaga Mau Pisahkan Unit Usaha Syariah Jadi BUS
-
Paylater Melejit, OJK Ungkap NPL Produk BNPL Lebih Tinggi dari Kredit Bank
-
Harga Cabai Rawit Merah Mulai Turun, Dibanderol Rp 70.000 per Kg
-
Rupiah Melesat di Senin Pagi Menuju Level Rp 16.635
-
Emas Antam Harganya Lebih Mahal Rp 2.000 Jadi Rp 2.464.000 per Gram