Suara.com - Pemerintah Presiden Prabowo Subianto bisa meraup duit triliunan rupiah dengan mudah jika berani menarik pajak dari 50 orang superkaya di Indonesia, demikian hasil kajian lembaga think tank Center of Economics and Law Studies atau Celios yang dirilis pekan ini.
Dalam studi itu Celios mengajukan 10 instrumen pajak dan dua instrumen kebijakan baru yang diyakini bisa menyediakan duit hingga Rp 524 triliun per tahun. Tidak hanya itu, jika instrumen-instrumen ini dijalankan, pajak pertambahan nilai atau PPN juga bisa turun dari 11 persen ke delapan persen.
“Ada banyak sekali komponen pajak alternatif, yang kemudian kita coba elaborasi, hitung satu persatu, sebagian menggunakan data baseline dari standar internasional, kemudian kita estimasi dan kita jumlahkan pajak alternatif ini,” kata Direktur Kebijakan Fiskal Celios Media Wahyudi Askar saat diskusi di Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Khusus untuk pajak orang superkaya, Celios mengusulkan apa yang disebut sebagai pajak kekayaan. Pajak ini menggunakan asumsi tarif dua persen dari total 16 kekayaan pada 50 orang terkaya di Indonesia.
Celios mencatat bahwa barisan 50 orang terkaya tersebut memiliki kekayaan terendah sebesar Rp15 triliun dan rerata kekayaannya mencapai Rp159 triliun.
“Kami mengestimasi dua persen pajak kekayaan dari aset orang superkaya di Indonesia selama 1 tahun, dengan hanya memajaki 50 orang saja, itu sudah mencapai jumlahnya sekitar Rp81 triliun (potensi penerimaan). Dan kalau kita lihat data terakhir, kalau tidak salah ada sekitar hampir 2.000 orang superkaya di Indonesia, potensi ini jauh lebih besar dari yang kami estimasi saat ini,” jelas Media.
Selain pajak kekayaan, Celios juga mengajukan kebijakan pengakhiran insentif pajak pro konglomerat. Ini merujuk pada upaya reformasi kebijakan perpajakan yang selama ini memberi pengecualian, penangguhan, pengurangan, bahkan pembebasan pajak kepada korporasi besar tanpa justifikasi manfaat ekonomi yang jelas bagi masyarakat.
Studi Celios mengusulkan agar pemerintah Indonesia meninjau ulang seluruh skema insentif pajak, serta mendorong realokasi belanja perpajakan yang selama ini lebih menguntungkan konglomerat dengan potensi penerimaan sebesar Rp137,4 triliun.
Sementara terkait dengan PPN, Celios memproyeksikan penurunan tarif PPN hingga delapan persen dapat meningkatkan konsumsi masyarakat sebesar 0,74 persen dan mendorong pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga Rp133,65 triliun.
Baca Juga: Kepala BGN Minta Tambahan Rp118 T, Pengamat: Pakai Kacamata Kuda, Masalah di Lapangan Diabaikan
Menurut Celios, dampak pengganda ini yang pada akhirnya turut meningkatkan kontribusi terhadap penerimaan pajak bersih hingga mencapai Rp 1 triliun per tahun.
Adapun usulan pajak karbon Rp76,4 triliun, pajak produksi batu bara Rp66,5 triliun, pajak windfall profit sektor ekstraktif Rp50 triliun, dan pajak penghilangan keanekaragaman hayati Rp48,6 triliun.
Selanjutnya pajak digital Rp29,5 triliun, peningkatan tarif pajak warisan Rp20 triliun, pajak capital gain Rp7 triliun, pajak kepemilikan rumah ketiga Rp4,7 triliun, serta pajak cukai minuman berpemanis dalam kemasan Rp3,9 triliun.
Kemudian, dua instrumen kebijakan yang diusulkan yakni pengakhiran insentif pajak yang pro konglomerat diproyeksikan dapat mengumpulkan penerimaan sebesar Rp137,4 triliun serta potensi penurunan tarif PPN dari 11 persen ke 8 persen sebesar Rp1 triliun.
Selanjutnya untuk pajak karbon, Celios menggunakan asumsi besaran emisi akibat penggunaan lahan. Merujuk temuan Global Carbon Budget Report tahun 2023 yang mengungkapkan rata-rata tahunan emisi karbon akibat penggunaan lahan sepanjang 2013-2022 di Indonesia telah mencapai 930 juta ton.
Perhitungan mengasumsikan nilai tukar per 5 Mei 2025 yang berada di posisi Rp16.421 per dolar AS. Dengan asumsi tarif sebesar 5 dolar AS per tCO2e, maka dihasilkan estimasi pajak karbon sebesar Rp76,36 triliun.
Berita Terkait
-
Terungkap! Alasan Warga Pati Tetap Murka ke Bupati Meski Pajak Batal Naik
-
Gaduh Data Ekonomi RI Hingga PBB Diminta Lakukan Investigasi
-
Sri Mulyani Buka Opsi Gaji Guru Tak Ditanggung Negara, Ekonom: Pernyataan Tak Bermoral
-
Data BPS Diragukan, CELIOS Kirim Surat Investigasi ke PBB, Ada Indikasi 'Permainan Angka'?
-
Dibanding Peres Rakyat Miskin Lewat PPN, Ekonom Saran Prabowo Keruk Dana dari Pajak Orang Kaya
Terpopuler
- Kecewa Kena PHP Ivan Gunawan, Ibu Peminjam Duit: Kirain Orang Baik, Ternyata Munafik
- Nasib Maxride di Yogyakarta di Ujung Tanduk: Izin Tak Jelas, Terancam Dilarang
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
- Gibran Dicap Langgar Privasi Saat Geledah Tas Murid Perempuan, Ternyata Ini Faktanya
Pilihan
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
Terkini
-
IHSG Cetak Rekor Pekan Ini, Investor Asing Banjiri Pasar Modal Indonesia
-
Cara Hemat Rp 10 Juta dalam 3 Bulan untuk Persiapan Bonus Natal dan Tahun Baru!
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Beda Jenjang Karier Guru PNS dan PPPK, Apakah Sama-sama Bisa Naik Jabatan?
-
Menkeu Purbaya Yakin Rupiah Menguat Selasa Depan
-
Pertamina Luruskan 3 Kabar Bohong Viral Akhir Pekan Ini
-
Lakukan Restrukturisasi, Kimia Farma (KAEF) Mau Jual 38 Aset Senilai Rp 2,15 Triliun
-
Bank Tanah Serap Lahan Eks-HGU di Sulteng untuk Reforma Agraria
-
Pindah Lokasi, Kemenhub Minta Pemprov Pastikan Lahan Pembangunan Bandara Bali Utara Bebas Sengketa