Suara.com - Validitas data pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II-2025 sebesar 5,12% yang dirilis pemerintah kini menjadi sorotan tajam.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengemukakan kemungkinan dugaan rekayasa data.
Hal tersebut disampaikannya, setelah menemukan sejumlah inkonsistensi antara angka yang dipublikasikan dengan indikator fundamental ekonomi di lapangan.
Lantaran itu, ia menyerukan perlunya verifikasi oleh pihak independen untuk memastikan akurasi dan kredibilitas data yang menjadi acuan kebijakan negara. Perlunya Verifikasi Data oleh Pihak Independen
Ia menegaskan bahwa meski Badan Pusat Statistik (BPS) mengklaim telah mengikuti standar internasional, terdapat perbedaan signifikan yang memicu kecurigaan.
Pun ia juga mendorong adanya mekanisme pengecekan ulang untuk menjaga objektivitas.
"Indikator ternyata ada sedikit perbedaan dengan data yang disampaikan BPS pada kuartal kedua 2025. Sehingga melakukan adanya pihak di persiapkan pihak independen dan memiliki prinsip-prinsip metodologi statistik jadi kami meminta acuan untuk datanya jadi bisa melakukan checking," katanya dalam diskusi di kanal Youtube Rhenald Kasali bertajuk Prabowo & Warisan Utang Jokowi: Data BPS & Suara Ekonom, Senin (18/8/2025).
Menurutnya, data ekonomi yang disajikan BPS seharusnya dapat dipertanggungjawabkan sesuai Principles of Statistics global.
Namun, beberapa komponen data pertumbuhan justru menunjukkan anomali.
Baca Juga: Data Pertumbuhan Ekonomi RI Mau Diaudit ke PBB, BPS Klaim Sudah Kerja Sesuai Fakta
"Kalau dilihat dari data komponen, pertumbuhan ekonomi 5,12 persen ada yang beberapa kita persepsikan janggal. Sebab pada kuartal kedua lebaran sudah lewat pertumbuhan konsumsi meningkat dan pertumbuhan ekonomi secara total bisa 5,12 persen," katanya.
Kejanggalan Sektor Investasi
Salah satu titik krusial yang disorot Bhima adalah data investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB).
Angka PMTB dilaporkan mengalami kenaikan tinggi, sebuah anomali di tengah laporan terganggunya produksi di sektor hilirisasi yang selama ini menjadi motor utama investasi.
"Nah selain itu dari sisi investasi, nah dari investasi ini antara yang dilaporkan BKPM memang betul kita mendorong investasi di sektor hilirisasi, memang betul ada 28 line smelter terkait hilirisasi sekarang terganggu produksinya tapi mengapa angka investasinya atau pembentukan modal tetap bruto mengalami kenaikan cukup tinggi," katanya.
Anomali Ekspor
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya
- 6 Rekomendasi Cushion Lokal yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Makeup Anti Luntur!
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
Pilihan
-
5 Mobil Bekas Pintu Geser Ramah Keluarga: Aman, Nyaman untuk Anak dan Lansia
-
5 Mobil Bekas di Bawah 100 Juta Muat hingga 9 Penumpang, Aman Bawa Barang
-
Pakai Bahasa Pesantren! BP BUMN Sindir Perusahaan Pelat Merah Rugi Terus: La Yamutu Wala Yahya
-
Curacao dan 10 Negara Terkecil yang Lolos ke Piala Dunia, Indonesia Jauh Tertinggal
-
Danantara Soroti Timpangnya Setoran Dividen BUMN, Banyak yang Sakit dan Rugi
Terkini
-
Marak Penipuan Online, Trading Kripto Kini Makin Ketat lewat Verifikasi Wajah
-
Dampak BI Rate Terhadap Pergerakan Pasar Saham Hari Ini
-
Pertumbuhan Kredit Perbankan Lesu, Ini Biang Keroknya
-
Keponakan Luhut Sebut RI Bakal Dibanjiri Investor Asing pada 2026, China Mendominasi
-
BI Guyur Likuiditas Rp 404 Triliun ke Bank-bank, Siapa Saja yang Dapat?
-
Rupiah Kembali Merosot Sentuh Level Rp 16.748 per Dolar Amerika
-
Ada Perubahan Rencana, Daftar Lengkap Penggunaan Dana Rp 23,67 Triliun Garuda Indonesia
-
Harga Emas Antam Semakin Mahal Hari Ini, Dibanderol Rp 2.364.000 per Gram
-
Investasi Aset Properti Cuma Modal Rp 10 Ribu? Begini Caranya
-
IHSG Masih Betah Nongkrong di Zona Hijau Pagi Ini, Cek Rekomendasi Saham