-
Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti efektivitas penyaluran subsidi energi, secara terbuka menyentil Kementerian ESDM karena belum kunjung memanfaatkan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) sebagai basis data untuk BBM.
-
Penggunaan DTSEN dianggap krusial untuk memastikan subsidi, yang masih diperlukan karena pertumbuhan ekonomi belum merata, dapat lebih tepat sasaran dan tidak dinikmati kelompok mampu.
-
Anggaran subsidi energi dalam RAPBN 2026 direncanakan sebesar Rp210,1 triliun, meningkat dari tahun sebelumnya, dengan fokus subsidi listrik untuk rumah tangga miskin dan subsidi LPG 3 kg difokuskan bagi pengguna yang terdata di DTSEN.
Suara.com - Kebijakan subsidi energi jadi sorotan utama Kementerian Keuangan, khususnya terkait efektivitas penyalurannya.
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa secara terbuka menyentil Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) perihal pemanfaatan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) sebagai basis data penyaluran subsidi bahan bakar minyak (BBM).
Dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta Pusat, Selasa (30/9), Purbaya mengungkapkan bahwa basis data DTSEN yang komprehensif tersebut sudah tersedia dan telah digunakan oleh kementerian lain, namun belum kunjung diimplementasikan oleh Kementerian ESDM.
"Kita punya DTSEN. Ini sudah siap, sudah dipakai oleh Menteri Sosial (Saifullah Yusuf), tapi belum dimanfaatkan oleh Menteri ESDM (Bahlil Lahadalia). Kami akan diskusi dengan mereka, supaya betul memakai DTSEN tersebut ke depan," tegas Purbaya.
Mengapa Subsidi Belum Tepat Sasaran?
Purbaya menyoroti masalah klasik dalam penyaluran subsidi, di mana selama ini masih banyak kelompok masyarakat berkemampuan ekonomi tinggi yang ikut menikmati subsidi pemerintah, terutama di sektor energi.
Penggunaan DTSEN dianggap sebagai kunci untuk memastikan bahwa alokasi dana subsidi yang besar tersebut dapat lebih tepat sasaran, sehingga manfaatnya benar-benar dirasakan oleh kelompok masyarakat yang rentan dan membutuhkan.
Menkeu juga menjelaskan alasan fundamental mengapa Pemerintah Indonesia belum bisa menghentikan program subsidi secara total.
Menurutnya, subsidi masih diperlukan karena pertumbuhan ekonomi di tanah air belum cukup cepat untuk mengangkat kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat secara merata.
Baca Juga: DPR Cecar Menkeu Purbaya, Diminta Jangan Cepat Percaya Laporan Anak Buah
"Dikeluarkanlah itu subsidi supaya mereka bisa hidup terus dan agak sejahtera ke depan," ujarnya.
Purbaya mendukung penuh ambisi Presiden Prabowo Subianto untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 8 persen.
Ia percaya bahwa kunci utama mengakhiri ketergantungan pada subsidi adalah dengan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih masif.
"Kunci utamanya adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Jadi, kita mencoba meningkatkan kesejahteraan semuanya sehingga mereka semua kuat. Pada suatu titik, enggak harus subsidi lagi," jelasnya.
Terkait anggaran, Purbaya melaporkan bahwa pagu subsidi dan kompensasi untuk tahun fiskal 2025 adalah Rp498,8 triliun, dengan realisasi per Agustus 2025 telah mencapai Rp218 triliun atau setara 43,7 persen.
Melihat tahun depan, anggaran subsidi energi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 direncanakan sebesar Rp210,1 triliun, meningkat dari tahun sebelumnya.
Rincian Anggaran Subsidi Energi RAPBN 2026:
Subsidi Listrik: Dialokasikan sebesar Rp104,6 triliun. Kenaikan alokasi ini disebabkan oleh meningkatnya biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik, peningkatan volume listrik bersubsidi, fluktuasi nilai tukar Dolar AS terhadap Rupiah, serta peningkatan penggunaan biomassa untuk cofiring PLTU. Subsidi listrik ini akan difokuskan untuk rumah tangga miskin dan rentan.
Subsidi BBM dan LPG 3 Kg: Anggarannya mencapai Rp105,4 triliun. Kenaikan anggaran ini mencakup subsidi untuk Jenis BBM tertentu dan LPG tabung 3 kg, didorong oleh peningkatan volume konsumsi dan perubahan nilai tukar. Penyaluran subsidi LPG 3 kg akan difokuskan untuk pengguna yang sudah terdata dalam DTSEN.
Peningkatan volume subsidi yang besar ini semakin menegaskan urgensi penggunaan DTSEN agar penyaluran dana publik tepat sasaran
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
Pilihan
-
Lowongan Kerja PLN untuk Lulusan D3 hingga S2, Cek Cara Daftarnya
-
Here We Go! Jelang Lawan Timnas Indonesia: Arab Saudi Krisis, Irak Limbung
-
Berharap Pada Indra Sjafri: Modal Rekor 59% Kemenangan di Ajang Internasional
-
Penyumbang 30 Juta Ton Emisi Karbon, Bisakah Sepak Bola Jadi Penyelamat Bumi?
-
Muncul Tudingan Ada 'Agen' Dibalik Pertemuan Jokowi dengan Abu Bakar Ba'asyir, Siapa Dia?
Terkini
-
Rupiah Anjlok Rp 16.800, Menko Airlangga Akui Belum Bertemu Gubernur BI! Ada Apa?
-
Aduh, Rupiah Sakit Lagi Lawan Dolar Amerika di Awal Bulan Oktober
-
IHSG Bangkit di Rabu Pagi, Tapi Diproyeksi Melemah
-
Emas Antam Terus Melonjak, Hari Ini Seharga Rp 2.237.000 per Gram
-
Dugaan Penggelapan Duit Ro 30 Miliar, Ini Pembelaan Maybank Indonesia
-
Tak Jadi Ditutup, Menhub Dudy Minta KAI Bangun JPO dari Hotel Shangri-La ke Stasiun Karet-BNI City
-
Dukuh Atas Jadi Pusat Transportasi, Patung Jenderal Sudirman Bakal Dipindah
-
IHSG Berpotensi Rebound, Ancaman Shutdown AS Diabaikan Wall Street
-
Harga Emas di Pegadaian Hari Ini: Antam Naik Jadi Rp 2.335.000, Emas UBS Lagi Turun!
-
Emas Meroket! Ini 3 Alasan di Balik Kenaikan Harga Mineral Pada September