Bisnis / Makro
Kamis, 06 November 2025 | 07:15 WIB
Penampakan Rokok Ilegal Akan Dimusnahkan di Stadion Pakansari, Bogor, Jawa Barat [Andi/Suara]
Baca 10 detik
  • Ekspor produk tembakau Indonesia meroket, naik 94 persen dalam empat tahun.

  • IHT penyumbang besar cukai negara, namun rokok ilegal tantangan serius.

  • Pengawasan peredaran rokok ilegal dan investasi perlu ditingkatkan Kadin.

Suara.com - Industri Hasil Tembakau (IHT) Indonesia mencatat kinerja ekspor yang meroket dalam beberapa tahun terakhir, sekaligus menegaskan kontribusinya terhadap penerimaan devisa negara.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), Saleh Husin, mengungkapkan bahwa pendapatan devisa dari ekspor tembakau dan produk turunannya meningkat signifikan hingga 94 persen dalam empat tahun terakhir.

"Produksi daripada rokok ini memang terus meningkat kira-kira sekitar 515 miliar batang, tapi dari jumlah tersebut, 55 persen itu untuk di dalam negeri, 45 persen itu untuk pasar ekspor," ujar Saleh seperti dikutip di Jakarta, Kamis (6/11/2025).

Rokok Ilegal disita. [Antara]

Menurutnya, nilai ekspor produk tembakau yang pada tahun 2020 sekitar USD 600 juta, kini telah melonjak menjadi USD 1,8 miliar pada 2024. Kinerja tersebut mempertegas posisi Indonesia sebagai salah satu pemain besar dalam industri tembakau global.

Selain ekspor, kontribusi IHT terhadap penerimaan negara juga kian besar melalui Cukai Hasil Tembakau (CHT).

Saleh mencatat, pada 2013, penerimaan dari CHT mencapai Rp 213 triliun, dan terus meningkat hingga Rp 216 triliun pada 2024.

Namun, di tengah kontribusi besar itu, Saleh menyoroti tantangan serius dari peredaran rokok ilegal yang masih marak. Ia menilai tingginya aktivitas ekonomi bawah tanah menjadi salah satu faktor utama yang memperburuk persoalan ini.

"Underground economy kita ini kan termasuk salah satu yang paling merah di dunia. Kira-kira sekitar 23,8 persen dari PDB kita," jelas Saleh.

Ia mengutip penelitian Universitas Paramadina yang menunjukkan potensi cukai yang hilang akibat peredaran rokok ilegal mencapai 10 persen dari total penerimaan negara, atau setara Rp 23 - Rp 25 triliun setiap tahun.

Baca Juga: Ekspor Batu Bara RI Diproyeksi Turun, ESDM: Bukan Nggak Laku!

Meski begitu, data penindakan menunjukkan tren positif. Peredaran rokok ilegal tercatat turun 11 persen, meski jumlah batang yang ditindak justru meningkat hingga 37 persen, mencapai 800 juta batang hingga September 2025. Mayoritas pelanggaran tersebut berasal dari dari rokok kretek mesin tanpa cukai.

"Salah satu yang dapat kami syaratkan tentu yang paling utama adalah bagaimana meningkatkan pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal, di samping itu juga betul bahwa investasi harus didekatkan," imbuh Saleh.

Sementara itu, Plt Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Putu Juli Ardika, menegaskan bahwa Indonesia saat ini menempati posisi eksportir produk tembakau terbesar keempat di dunia.

"Bayangkan itu peningkatannya luar biasa. Jadi pasar industri ini masih cukup besar ya walaupun kita sudah peningkatannya sebegitu," kata Juli.

Senada, Direktur Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Budi Setiawan, menambahkan bahwa dalam setahun terakhir investasi di sektor tembakau meningkat pesat.

"Dalam setahun terakhir tercatat adanya investasi sekitar Rp4,9 triliun yang masuk ke industri ini, belum termasuk investasi kelas besar lainnya. Dari rentang triwulan keempat tahun 2024 sampai triwulan kedua tahun 2025, industri ini telah menghasilkan sekitar Rp 181 triliun," pungkas Budi.

Load More