- Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Anggawira menegaskan bahwa pemerintah harus berhati-hati agar kebijakan di sektor tekstil.
- Ia mengingatkan, di tengah upaya pemerintah menertibkan impor ilegal dan melarang praktik thrifting, muncul risiko distorsi kebijakan akibat tekanan dari pihak berkepentingan.
- Perihal maraknya impor ilegal ini, Anggawira pun menuturkan, kebijakan seperti larangan impor dan thrifting seharusnya tidak sekadar melindungi kelompok industri besar.
Suara.com - Kondisi industri tekstil saat ini telah mendapat perhatian serius dari Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan untuk melarang perdagangan thrifting atau pakaian bekas impor. Hal ini tentu memicu banyak reaksi dari berbagai pihak guna mengeliminasi wacana tersebut.
Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Anggawira menegaskan bahwa pemerintah harus berhati-hati agar kebijakan di sektor tekstil tidak dimanfaatkan oleh kelompok tertentu yang ingin mempertahankan dominasi pasar.
Ia mengingatkan, di tengah upaya pemerintah menertibkan impor ilegal dan melarang praktik thrifting, muncul risiko distorsi kebijakan akibat tekanan dari pihak berkepentingan. “Dalam setiap sektor strategis, termasuk tekstil, pasti ada kelompok kepentingan yang ingin mempengaruhi arah regulasi. Tapi jangan sampai kebijakan publik terdistorsi oleh kepentingan mereka yang hanya ingin mempertahankan margin dan dominasi pasar,” ujar Anggawira, Kamis (6/11/2025).
Sebagai informasi, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) bersama Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) turut menyampaikan rasa kecewa atas belum adanya tanggapan audiensi dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Padahal surat tersebut telah dikirimkan sejak 10 Oktober 2025, yang hingga saat ini belum ada tindak lanjut dari pihak Kemenkeu.
Adapun surat tersebut berisi permohonan audiensi dengan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa terkait penyelamatan industri tekstil Indonesia. Dengan ini, tentunya semakin memperbesar ketidakpastian di tengah kondisi industri yang sedang tertekan akibat serbuan produk impor ilegal dan praktik dumping dari China.
Perihal maraknya impor ilegal ini, Anggawira pun menuturkan, kebijakan seperti larangan impor dan thrifting seharusnya tidak sekadar melindungi kelompok industri besar, tetapi diarahkan pada penguatan kemandirian industri nasional dan keberlanjutan UMKM.
HIPMI mendukung langkah pemerintah menertibkan impor ilegal karena selama ini banyak barang yang masuk tanpa pajak dan tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI), yang pada akhirnya merugikan pelaku usaha kecil dan industri dalam negeri. "Kebijakan ini harus berbasis data dan kajian industri, bukan lobi-lobi tertutup," tegasnya.
Untuk mencegah pengaruh kelompok tertentu dalam kebijakan fiskal dan perdagangan, HIPMI mengusulkan tiga langkah konkret. Pertama, transparansi data rantai pasok dari hulu hingga hilir.
Pemerintah dinilai perlu memiliki sistem keterlacakan data industri tekstil yang terbuka, mulai dari bahan baku serat, benang, kain, hingga garmen. “Dengan data yang transparan, ruang untuk lobi tidak sehat bisa ditekan,” kata Anggawira.
Baca Juga: Menteri UMKM Tuding Bea Cukai sebagai Biang Kerok Lolosnya Pakaian Bekas Impor
Kedua, HIPMI meminta konsultasi kebijakan dilakukan secara terbuka dan inklusif. Formulasi kebijakan perdagangan, misalnya, tidak boleh hanya melibatkan asosiasi besar atau pemain hilir saja, tapi juga industri hulu, intermediate, UMKM, konveksi rakyat, hingga pelaku garmen kecil.
“HIPMI siap menjadi jembatan antara seluruh pelaku usaha agar suara UMKM tidak tenggelam,” ujarnya.
Ketiga, penguatan penegakan hukum terhadap impor ilegal dan penyelundupan. Menurut Anggawira, masalah ini bukan sekadar urusan ekonomi, tetapi menyangkut keadilan hukum. “HIPMI mendorong adanya Satgas lintas kementerian agar penindakan konsisten, bukan hanya razia sesaat,” tegasnya.
Oleha karenanya, HIPMI menilai arah kebijakan ekonomi Presiden Prabowo Subianto yang menekankan kemandirian industri dan substitusi impor sudah berada di jalur yang benar. Apalagi Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara selain China dan India yang memiliki rantai industri tekstil lengkap, mulai dari serat hingga produk jadi, sehingga potensinya sangat besar untuk dikembangkan.
"Indonesia adalah salah satu dari sedikit negara yang memiliki rantai industri tekstil lengkap. Ini adalah modal strategis," jelas Anggawira.
Untuk mengembalikan kejayaan tekstil nasional, HIPMI mendorong pemerintah agar fokus pada empat hal utama. Di antanya adalah mengurangi ketergantungan bahan baku impor melalui investasi di sektor serat sintetis seperti PTA, MEG, viscose, dan kapas buatan dalam negeri.
Berita Terkait
Terpopuler
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Sunscreen Terbaik Harga di Bawah Rp30 Ribu agar Wajah Cerah Terlindungi
- 7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
- 24 Kode Redeem FC Mobile 4 November: Segera Klaim Hadiah Parallel Pitches, Gems, dan Emote Eksklusif
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Segera Ubah Rp1.000 jadi Rp1, RUU Ditargetkan Selesai 2027
-
Menkeu Purbaya Kaji Popok Bayi, Tisu Basah, Hingga Alat Makan Sekali Pakai Terkena Cukai
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
-
Bos Pajak Cium Manipulasi Ekspor Sawit Senilai Rp45,9 Triliun
Terkini
-
Nego Alot, SPBU Vivo Dekati Kesepakatan Beli BBM 100 Ribu Barel dari Pertamina
-
100.565 Rekening Telah Diblokir Terkait Penipuan, Total Kerugian Masyarakat Capai Rp 7,5 Triliun
-
Bos Pertamina Patra Niaga Cek Kualitas BBM di Yogyakarta, Begini Hasilnya
-
Menkeu Purbaya Segera Ubah Rp1.000 jadi Rp1, RUU Ditargetkan Selesai 2027
-
ESDM: Meski Sudah Diuji BBM Bobibos Belum Tersertifikasi
-
Pupuk Indonesia Akan Revitalisasi 7 Pabrik Pupuk Tua, Cegah Pemborosan
-
Menteri Bahlil Kebut 18 Proyek Hilirisasi Energi, Target 2026 Jalan
-
Menkeu Purbaya Kaji Popok Bayi, Tisu Basah, Hingga Alat Makan Sekali Pakai Terkena Cukai
-
Bank Indonesia Siaga Jaga Rupiah, Pelemahan Bersifat Temporer
-
Industri Pindar Lokal Cari Pendanaan Investor ke Hong Kong