Bisnis / Makro
Selasa, 02 Desember 2025 | 12:47 WIB
Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa. (ANTARA)
Baca 10 detik
  • Menteri Keuangan Purbaya akan menghentikan impor ilegal produk lain setelah balpres, termasuk baja dan sepatu.
  • Langkah ini diambil untuk melindungi pasar domestik Indonesia dari barang ilegal dan tekanan ekonomi global.
  • Fokus utama adalah menjaga permintaan domestik karena menyumbang sekitar 90 persen perekonomian nasional.

Suara.com - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan kalau aksinya tak akan berhenti di impor bal pakaian bekas (balpres) yang berkaitan dengan thrifting. Giliran baja hingga sepatu yang akan diincar.

Menkeu Purbaya menyebut kalau hal ini dilakukan untuk menutup pintu masuk barang-barang ilegal ke Indonesia demi menjaga pasar dalam negeri.

"Kalau kemarin kan ribut-ribut thrifting, gue enggak peduli thrifting-nya, pokoknya baju bekas ilegal masuk, kita tutup. Nanti habis itu baja, habis itu sepatu, habis itu yang lain-lain," kata Purbaya saat Pembukaan Rapimnas Kadin 2025 yang disiarkan virtual, Senin (1/12/2025).

Purbaya menyebut kalau dijaganya ekonomi dalam negeri demi menghindari tekanan pasar global. Lebih lagi penerimaan dari dalam negeri menyumbang perekonomian Indonesia hingga 90 persen.

Maka dari itu Purbaya meminta untuk tidak takut dengan ketidakpastian global karena pasti akan terjadi setiap tahun. Untuk mencegahnya, Pemerintah juga akan fokus di pasar dalam negeri.

"Kita enggak usah takut dengan global uncertainty. Kenapa? Tiap tahun selalu ada global uncertainty, enggak bisa kita kendalikan, ngapain kita pusing-pusing? kita fokus dengan domestik demand yang menyumbang ke ekonomi sekitar 90 persen. Kalau saya jaga domestik demand maka ekonomi kita enggak akan kenapa-napa walaupun ekonomi global hancur," papar dia.

Bendahara Negara lalu bercerita soal krisis ekonomi pada tahun 2008-2009. Kala itu negara-negara seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Korea Selatan, Jepang, Eropa, hingga Amerika Serikat mengalami pertumbuhan ekonomi negatif.

Berbeda dengan Indonesia yang mengalami pertumbuhan ekonomi 4,6 persen. Negara lain yang senasib dengan Indonesia kala itu adalah China dan India

"Karena kita perhatikan domestik demand. Caranya apa? Kalau 1997-1998 bunga naik, 2008-2009 bunga diturunkan, 97-98 IMF kebijakannya kencangkan ikat pinggang, sekarang kita, waktu itu ya, ekspansi fiskal. Jadi selama kita jaga domestic demand, ekonomi kita bagus. tapi kalau domestik demand dikuasai asing buat apa?" pungkasnya.

Baca Juga: Menkeu Purbaya Akui Iklim Investasi Indonesia Berantakan: Kalah dari Vietnam, Thailand, Malaysia

Load More