Bisnis / Ekopol
Senin, 08 Desember 2025 | 12:44 WIB
Pedagang menunjukkan cukai rokok yang di jual di Jakarta, Sabtu (5/11/2022). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Baca 10 detik
  • Serikat pekerja menolak keras rencana penyeragaman kemasan rokok karena dianggap melanggar Hak Kekayaan Intelektual merek.
  • Kebijakan ini diklaim melampaui kewenangan Kemenkes berdasarkan regulasi yang berlaku saat ini mengenai GHW.
  • Penerapan kemasan seragam berpotensi meningkatkan rokok ilegal dan mengancam jutaan tenaga kerja sektor padat karya.

Suara.com - Wacana pemerintah untuk menerapkan penyeragaman kemasan rokok atau plain packaging dalam Rancangan Permenkes kembali menuai gelombang penolakan.

Kalangan serikat pekerja industri hasil tembakau (IHT) menilai kebijakan tersebut tidak hanya melampaui kewenangan Kemenkes, tetapi juga berpotensi mengancam keberlangsungan jutaan buruh di sektor padat karya tersebut.

Ketua Umum PP Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (PP FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS, mengatakan penyeragaman warna dan penghapusan identitas merek pada kemasan rokok merupakan pelanggaran hak kekayaan intelektual (HAKI).

Rokok ilegal yang diselundupkan tanpa pita cukai. [Ist]

"Kami dengan tegas menolak rencana penyeragaman warna kemasan rokok. Kemasan, warna, dan logo bukan sekadar tampilan, tapi bagian dari identitas merek dan hak kekayaan intelektual perusahaan. Rokok adalah produk legal, dan kami adalah tenaga kerja legal," ujar Sudarto di Jakarta, Senin (8/12/2025).

Ia menyebut, Kemenkes tidak memiliki dasar hukum untuk mengatur kemasan secara keseluruhan, mengingat amanat PP 28/2024 hanya menetapkan kewenangan terkait peringatan kesehatan bergambar (GHW).

"Mereka tidak memiliki hak untuk mengatur soal kemasan, apalagi sampai menyeragamkan warna logo. PP 28/2024 secara spesifik meminta Kemenkes mengatur gambar peringatan kesehatannya (GHW), bukan mengatur-atur soal kemasan," imbuhnya.

Menurut Sudarto, penerapan plain packaging tidak menjamin penurunan jumlah perokok. Sebaliknya, langkah ini berisiko memperburuk peredaran rokok ilegal.

Dengan kemasan seragam, konsumen diyakini semakin sulit membedakan produk legal dan ilegal, sementara produsen ilegal dapat memalsukan kemasan dengan lebih mudah. Dampaknya, penerimaan negara dari cukai dikhawatirkan ikut tergerus.

Yang paling disorot serikat pekerja adalah ancaman terhadap keberlangsungan tenaga kerja. Penurunan penjualan produk legal di industri tembakau disebut berpotensi memukul sektor padat karya yang menampung jutaan buruh.

Baca Juga: Dasco Bocorkan Pesan Presiden Prabowo: Soal UMP 2026, Serahkan pada Saya

"Kami sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Purbaya kalau belum bisa mencarikan atau membuka lapangan pekerjaan untuk sektor padat karya seperti industri hasil tembakau lebih baik diam," katanya.

Sudarto juga mendesak Kemenkes untuk membuka ruang dialog yang lebih inklusif bersama seluruh pemangku kepentingan.

Ia menilai rapat koordinasi yang telah dilakukan masih bersifat formalitas dan belum menunjukkan itikad mendengarkan masukan pekerja dan industri.

"Harapannya niat baiknya ini ditunjukkan melalui sikap Kemenkes yang konkret ingin mendengarkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan," pungkasnya.

Load More