Bisnis / Keuangan
Rabu, 17 Desember 2025 | 19:37 WIB
BEI mencatat pertumbuhan jumlah perusahaan tercatat di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan bursa regional seperti Thailand, Filipina, Vietnam, maupun Singapura yang justru mengalami penurunan.[Antara]
Baca 10 detik
  • PT Super Bank Indonesia Tbk (SUPA) resmi melakukan IPO di BEI pada Rabu, 17 Desember 2025, dengan permintaan saham mencapai oversubscribed 318,69 kali.
  • IPO adalah proses perusahaan swasta menawarkan saham perdana ke publik, mentransisikan status menjadi perusahaan terbuka yang diawasi OJK dan BEI.
  • Perusahaan melaksanakan IPO untuk mendapatkan modal ekspansi tanpa utang, memberikan opsi *exit strategy* bagi investor lama, dan meningkatkan reputasi.

Suara.com - PT Super Bank Indonesia Tbk (SUPA) telah resmi melakukan hajatan besar dengan mulai menjual saham perdananya ke publik melalui skema Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (17/12/2025).

Pelaku pasar pun gegap gempita dan antusias menyambut IPO bank digital ini. Tengok saja penawarannya bahkan oversubscribed hingga 318,69 kali. Artinya permintaan terhadap sahamnya jauh lebih tinggi dibandingkan jumlah yang sebenarnya ditawarkan kepada publik.

Pada debut pertama SUPA naik 24,4 persen atau menyentuh level auto reject atas (ARA) ke level 790. Kolom antrean beli mencapai 12,49 juta lot di harga ARA.

IPO Superbank adalah momen krusial yang menandai transisi perusahaan dari entitas tertutup (swasta) menjadi perusahaan terbuka (publik). Lantas, mengapa perusahaan rela membagikan kepemilikannya kepada masyarakat umum? Apa manfaatnya dan apa untungnya?

Apa Sebenarnya IPO Itu?

IPO adalah proses di mana sebuah perusahaan swasta (tertutup) untuk pertama kalinya menawarkan sahamnya kepada publik melalui Bursa Efek Indonesia (BEI). Setelah proses IPO selesai, saham perusahaan tersebut dapat diperjualbelikan secara bebas di pasar modal. Perusahaan tersebut kemudian dikenal sebagai Emiten atau Perusahaan Publik.

Proses ini melibatkan regulator (OJK) dan bursa (BEI) untuk memastikan semua informasi keuangan dan prospek bisnis disajikan secara transparan kepada calon investor.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, jumlah perusahaan tercatat di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan bursa regional. [Suara.com/Aldie]

Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan 66 emiten baru melalui penawaran umum perdana saham (IPO) pada 2025. Namun, hingga akhir kuartal III 2025, baru 24 perusahaan resmi tercatat dengan total dana dihimpun Rp15,1 triliun.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menyebut kondisi geopolitik global menjadi salah satu faktor yang memengaruhi minat IPO. Kendati demikian, BEI mencatat pertumbuhan jumlah perusahaan tercatat di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan bursa regional seperti Thailand, Filipina, Vietnam, maupun Singapura yang justru mengalami penurunan.

Baca Juga: BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen

“Secara umum, kondisi geopolitik global mempengaruhi appetite perusahaan untuk IPO. Berdasarkan data World Federation of Exchanges, jumlah perusahaan tercatat di BEI tumbuh 0,95 persen year to date (YTD) per Agustus 2025, lebih tinggi dari negara-negara tetangga,” ungkap Nyoman.

Saat ini terdapat 13 perusahaan berada dalam pipeline untuk melakukan IPO. Sebanyak dua perusahaan dengan aset skala kecil, empat perusahaan dengan aset skala menengah, dan tujuh perusahaan dengan aset skala besar.

“Selain pemenuhan persyaratan IPO, BEI senantiasa menekankan perusahaan yang berhasil tercatat diharapkan tidak hanya mampu melaksanakan IPO dengan sukses, tetapi juga menjaga kinerja, keberlangsungan usaha dan kepercayaan investor dalam jangka panjang,” dia menjelaskan.

Evaluasi Kualitas IPO 2025

Hingga saat ini, 8 dari 23 saham IPO tahun 2025 tercatat turun harga di pasar sekunder. Namun, BEI menilai fluktuasi harga tidak bisa menjadi satu-satunya indikator kualitas. Faktor fundamental, tata kelola, strategi bisnis, dan keberlangsungan usaha lebih penting dibanding pergerakan harga jangka pendek yang terpengaruh sentimen pasar maupun kondisi makroekonomi.

BEI menegaskan terus memperkuat peran sebagai fasilitator dan pengawas melalui pendampingan, pengawasan berkelanjutan, hingga evaluasi tata kelola untuk menjaga kepercayaan investor.

Load More