Suara.com - Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA), dr Harry Parathon, SpOG memperkirakan pada 2050 jumlah kematian tertinggi tak lagi disebabkan oleh penyakit kardiovaskular seperti stroke, jantung, dan diabetes, tetapi justru dipicu oleh resistensi antibiotik.
Perkiraan ini bukannya tak beralasan. Ia mengatakan penggunaan antibiotik tak bijak seperti tanpa disertai resep dokter menjadi salah satu hal yang memicu resistensi antibiotik di Indonesia.
"Kenapa jadi resisten karena diberi resep antibiotik dari dokter padahal penyakitnya hanya flu, pilek atau diare. Atau beli sendiri ke apotek, sekarang juga apotek kurang ketat dalam memberi pengawasan sehingga masyarakat mudah membelinya," ujar Harry pada Pfizer Press Circle (PPC) di Jakarta, Kamis (21/1/2016).
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa penggunaan antibiotik yang tidak tepat membuat tubuh kebal pada bakteri sehingga ketika terinfeksi penyakit, seseorang membutuhkan antibiotik satu tingkat di atasnya yang tentu saja memiliki efek samping yang lebih tinggi.
"Kalau digunakan tidak sesuai tujuan, yakni mengobati penyakit karena infeksi bakteri, maka akan mengganggu bakteri normal yang ada dalam tubuh. Akibatnya, bakteri baik akan berubah menjadi bakteri yang menyebabkan penyakit," tambah Harry.
Untuk menekan kematian yang disebabkan oleh antibiotik, ia membagikan tips agar masyarakat lebih pintar dalam menyikapi keberadaan antibiotik.
Pertama, jangan sembarangan mengonsumsi antibiotik. Konsumsi antibiotik hanya dengan resep dokter, dosis, dan jangka waktu sesuai resep.
Kedua, jangan membeli antibiotik berdasarkan resep sebelumnya, meski untuk penyakit yang sama. Jika masih tersisa, sebaiknya jangan digunakan.
Ketiga, saat berobat, tanya kepada dokter, mana obat yang termasuk antibiotik. Tanyakan dosis dan cara minumnya. Salah dalam penggunaan antibiotik bisa menyebabkan antibiotik tidak efektif, dan kebal terhadap kuman.
Keempat, habiskan obat sesuai anjuran dokter. Pemberhentian antibiotik yang tidak sesuai waktu atau terlalu cepat bisa membuat bakteri bertahan hidup dan menyebabkan infeksi berulang.
Kelima, penyakit seperti pilek, batuk, diare, bronkitis, radang tenggorokan, infeksi telinga, umumnya tidak memerlukan antibiotik. Jadi, kata Harry, jangan sungkan untuk menolak ketika dokter memberikan resep antibiotik pada jenis penyakit tersebut.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Proyek Ponpes Al Khoziny dari Tahun 2015-2024 Terekam, Tiang Penyangga Terlalu Kecil?
Terkini
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif
-
Fenomena Banyak Pasien Kanker Berobat ke Luar Negeri Lalu Lanjut Terapi di Indonesia, Apa Sebabnya?
-
Anak Percaya Diri, Sukses di Masa Depan! Ini yang Wajib Orang Tua Lakukan!
-
Produk Susu Lokal Tembus Pasar ASEAN, Perkuat Gizi Anak Asia Tenggara
-
Miris! Ahli Kanker Cerita Dokter Layani 70 Pasien BPJS per Hari, Konsultasi Jadi Sebentar
-
Silent Killer Mengintai: 1 dari 3 Orang Indonesia Terancam Kolesterol Tinggi!